Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. —Filipi 3:8
Beberapa tahun lalu, dokter memberi peringatan keras kepada saya berkaitan dengan masalah kesehatan. Saya menuruti kata-katanya dan mulai rajin berolahraga dan mengatur pola makan. Pelan-pelan, kolesterol dan berat badan saya turun, dan kepercayaan diri saya naik. Namun kemudian, sesuatu yang kurang baik terjadi: saya mulai memperhatikan pola makan orang lain dan menghakimi mereka. Alangkah konyolnya ketika kita menemukan sistem penilaian yang membuat kita tampil baik, tetapi menggunakannya untuk menyombongkan diri sendiri dan menjatuhkan orang lain. Tampaknya sudah menjadi kecenderungan manusiawi untuk menetapkan standar pribadi sebagai upaya membenarkan diri. Paulus memperingatkan orang-orang Filipi tentang hal itu. Sebagian dari mereka membangga-banggakan ritual keagamaan atau tradisi budaya, dan Paulus berkata bahwa kalau itu yang dijadikan ukuran, ia bisa lebih sombong daripada mereka: “Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi” (3:4). Namun, Paulus menyadari bahwa asal usul dan pencapaiannya hanyalah “sampah” dibandingkan dengan “pengenalan akan Kristus Yesus” (ay.8). Hanya Yesus yang mengasihi kita apa adanya, menyelamatkan kita, dan memberi kita kuasa untuk menjadi semakin serupa Dia. Kita tidak perlu membuktikan diri di hadapan-Nya, karena penilaian apa pun mustahil untuk kita penuhi. Bermegah saja sudah tidak baik, apalagi bermegah berdasarkan kepercayaan diri yang salah. Injil memanggil kita menjauhi kepercayaan diri yang salah tempat dan masuk dalam persekutuan dengan Juruselamat yang mengasihi kita dan menyerahkan diri-Nya untuk kita.—Glenn Packiam
WAWASAN
Menjuluki seseorang “anjing” adalah sebuah penghinaan yang amat besar
oleh seorang Yahudi, tetapi Paulus mengatakannya kepada mereka yang
bersandar pada aturan-aturan agamawi untuk membenarkan diri mereka
(Filipi 3:2). Aturan yang dimaksud di sini adalah sunat, sebuah tanda
fisik perjanjian Allah dengan umat-Nya. Allah menerapkan praktik ini
sebagai bagian dari perjanjian-Nya dengan Abram (Abraham) untuk
menjadikan keturunannya sebuah bangsa yang besar (Kejadian 17:9-14).
Sunat merupakan “tanda perjanjian” antara Allah dan umat-Nya (ay.11),
tetapi itu hanyalah sebuah tanda lahiriah. Musa, Yeremia, dan Paulus
mengatakan bahwa umat Allah seharusnya “bersunat hati” (lihat Ulangan
10:16; Yeremia 9:25-26; Roma 2:28-29). Inilah yang dimaksud Allah ketika
Dia mengatakan kepada Abram untuk “memegang perjanjian-Ku” (Kejadian
17:9). Paulus menulis, “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada
artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya” (Galatia
6:15) dan kita menjadi ciptaan baru dengan cara beriman kepada Kristus.
—Tim Gustafson
Apa buktinya kamu mempercayai anugerah Allah hari ini? Bagaimana kamu dapat hidup dan bekerja sehari-hari dengan berserah dan percaya penuh kepada kasih Allah bagimu?
Tuhan Yesus yang terkasih, terima kasih atas kasih-Mu kepadaku. Kusingkirkan semua caraku membenarkan diri. Semua itu adalah dasar kepercayaan diri yang salah.
No comments:
Post a Comment