Bersyukurlah kepada Tuhan, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! —Yesaya 12:4
Pada abad ke-17, Martin Rinkart melayani sebagai rohaniwan di Saxony, Jerman, selama lebih dari tiga puluh tahun semasa perang dan wabah merebak. Dalam satu tahun, ia memakamkan lebih dari 4.000 orang, termasuk istrinya sendiri, dan adakalanya makanan sangat sulit didapat sehingga keluarganya harus menahan lapar. Meski ia dapat memilih berputus asa dalam kondisi seperti itu, imannya kepada Allah tetap kuat, bahkan ia selalu mengucap syukur. Ia pun mencurahkan rasa syukurnya dengan menulis sebuah lagu berjudul “Nun danket Alle Gott,” atau “Sekarang B’ri Syukur” (judul dalam Kidung Jemaat No. 287), yang kemudian menjadi himne yang terkenal dan disukai banyak orang. Rinkart meneladani Nabi Yesaya, yang memerintahkan umat Allah untuk bersyukur setiap saat, termasuk ketika mereka telah mengecewakan Dia (Yes. 12:1) atau ketika musuh menindas mereka. Pada saat itu pun mereka harus memashyurkan nama Allah, “[memberitahukan] perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa” (ay.4). Kita mungkin dapat bersyukur dengan mudah dalam masa-masa kelimpahan seperti pada hari raya Thanksgiving, ketika kita menikmati makanan yang enak dan berlimpah bersama kerabat dan sahabat. Akan tetapi, masihkah kita mengucap syukur kepada Allah di masa-masa sulit, seperti ketika kita kehilangan orang yang kita cintai, atau berada dalam krisis keuangan, atau sedang bertikai dengan seseorang yang dekat dengan kita? Marilah kita meneladani Rinkart, dengan menyatukan hati dan suara kita untuk menaikkan pujian dan syukur kepada “Sang Bapa, Anak, Roh di takhta mahatinggi”. Mari, “bermazmurlah bagi Tuhan, sebab perbuatan-Nya mulia!” (ay.5).—AMY BOUCHER PYE
WAWASAN
Keselamatan—sebuah istilah yang digunakan untuk menyatakan pertolongan,
kelepasan, dan kemenangan—adalah tema besar dalam Perjanjian Lama dan
Baru. Meskipun istilah ini banyak sekali digunakan dalam kitab Yesaya
(bentuk kata bendanya muncul lebih dari dua puluh lima kali), istilah
ini pertama kali digunakan secara eksplisit dalam 12:2-3. Akar dari kata
yang diterjemahkan sebagai “keselamatan” dalam ayat-ayat ini adalah
kata yang paling penting untuk menggambarkan keselamatan dalam
Perjanjian Lama. Itulah kata kerja yaw-shah’, yang berarti “kebebasan
dari sesuatu yang mengikat atau membatasi; . . . untuk melepaskan,
membebaskan, dan melegakan.” Keselamatan juga merupakan kata favorit
sang pemazmur (digunakan kira-kira empat puluh kali) termasuk ayat-ayat
seperti “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku
harus takut?” (Mazmur 27:1). Yunus mengatakan, “Keselamatan adalah dari
TUHAN” (Yunus 2:9). Nama Yosua berasal dari kata ini dan berarti, “Tuhan
menyelamatkan.” Nama Yesus (Matius 1:21) adalah kata Yosua dalam bahasa
Yunani. —Arthur Jackson
Di masa-masa sulit, bagaimana kamu dapat terus bersyukur dan memuji Allah? Apa peran Allah lewat Roh Kudus-Nya dalam pujianmu?
Allah Bapa, aku bersyukur atas karya-Mu yang ajaib dalam hidupku. Kau mengasihiku tanpa batas, lebih dari yang dapat kuungkapkan.
No comments:
Post a Comment