Buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai. —Yakobus 3:18
Ketika Perang Dunia I pecah pada tahun 1914, negarawan Inggris Sir Edward Grey menyatakan, “Lampu-lampu mati di seluruh Eropa; kita tidak akan melihatnya menyala lagi dalam masa hidup kita.” Grey benar. Ketika “perang untuk mengakhiri semua perang” itu akhirnya usai, sekitar 20 juta orang telah tewas (10 juta di antaranya warga sipil) dan 21 juta lainnya terluka. Meski tidak dalam skala atau ukuran yang sama, kehancuran juga dapat terjadi dalam kehidupan pribadi kita. Rumah, tempat kerja, gereja, atau lingkungan kita juga dapat diselimuti oleh suramnya pertikaian. Inilah salah satu alasan Allah memanggil kita untuk memberi pengaruh di dunia ini. Namun, untuk melakukannya, kita harus mengandalkan hikmat-Nya. Rasul Yakobus menulis, “Hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai” (Yak. 3:17-18). Peran pembawa damai menjadi penting karena apa yang dihasilkannya. Kata kebenaran mempunyai arti “kedudukan yang benar” atau “hubungan yang benar.” Seorang pembawa damai dapat menolong memulihkan hubungan. Tidak heran Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat. 5:9). Dengan mengandalkan hikmat-Nya, anak-anak Allah dapat menjadi alat pendamaian-Nya di mana pun perdamaian itu dibutuhkan.—BILL CROWDER
WAWASAN
Yakobus 3 menunjukkan mengapa kitab ini disebut “Amsal dari Perjanjian
Baru.” Misalnya, kedua kitab tersebut sama-sama membahas tema tentang
perkataan dan hikmat. Yakobus 3:5-12 menggambarkan kekuatan lidah dan
potensinya yang bisa merusak (lihat Amsal 10:19-20,31; 15:2,4). Yakobus
3:13-18 mengarahkan perhatian para pembaca kepada hikmat dan masalah
hati: “Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri
sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan
kebenaran” (ay.14). Ciri-ciri “hikmat” dari dunia atau setan-setan yang
disebuat dalam ayat 15-16—sikap iri hati, mementingkan diri sendiri,
kekacauan, dan perbuatan jahat—dikontraskan dengan kualitas luhur yang
dimiliki hikmat sejati dari Allah, yakni murni, pendamai, peramah,
penurut, penuh belas kasihan, tidak memihak, dan tidak berpura-pura
(ay.17). Pentingnya hikmat juga dapat dilihat dalam Amsal 1:7; 3:13-18;
4:6-7; 14:8; dan 29:11. —Arthur Jackson
Dalam konflik pribadi seperti apa kamu membutuhkan hikmat Allah untuk menyelesaikannya? Bagaimana damai Allah dapat menolongmu menjadi pembawa damai ketika orang-orang di sekitarmu memilih untuk bertikai?
Ya Bapa, terang-Mu dapat menembus kegelapan yang terkelam dan damai-Mu sanggup menenangkan hati yang paling kalut. Tolonglah aku untuk mengenal hikmat dan damai-Mu serta membawanya kepada orang lain dalam pergumulan mereka juga.
No comments:
Post a Comment