Daud . . . mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan. —2 Samuel 23:16
Foto itu membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Kerumunan orang telah memadati kedua sisi jalan sebuah kota di Meksiko; mereka melambai-lambaikan bendera dan melemparkan konfeti sambil menunggu kedatangan Sri Paus. Di tengah jalan, lewatlah seekor anak anjing liar, yang terlihat menyeringai gembira, seolah-olah semua orang itu berkumpul untuk menyambutnya. Anjing kecil itu tahu bagaimana menikmati sambutan yang meriah!
Anak anjing yang “mencuri panggung” memang lucu, tetapi mencuri pujian yang diperuntukkan bagi orang lain adalah sikap yang tidak patut. Daud menyadari hal ini, karena itu ia menolak meminum air yang sudah diperoleh anak buahnya dengan mempertaruhkan nyawa. Sebelumnya, dengan hati sedih ia berharap seandainya ada yang mengambilkannya air minum dari sebuah sumur di Betlehem. Tiga perwira Daud menanggapi keinginan sang raja dengan penuh semangat. Mereka pun menerobos perkemahan musuh, menimba air dari sumur itu, dan membawanya kepada Daud. Daud sangat tersentuh oleh pengabdian mereka, dan ia menolak untuk meminum air itu. Ia memilih untuk “mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan” (2 Sam. 23:16).
Karakter kita dapat dilihat dari cara kita menanggapi pujian dan penghargaan yang kita terima. Ketika sebuah pujian ditujukan kepada pihak lain, terutama Allah, menyingkirlah. Penghargaan itu tidak ditujukan bagi kita. Namun, ketika pujian itu memang diberikan kepada kita, berterima kasihlah kepada yang memberikannya dan kemudian lipat gandakan pujian itu dengan memberikan seluruh kemuliaan kepada Tuhan Yesus. “Air” itu juga bukan untuk kita. Syukurilah, lalu persembahkanlah kepada Allah.—Mike Wittmer
WAWASAN
2 Samuel 21-24 dapat dilihat sebagai penutup bagi kedua kitab Samuel.
Penutup itu diapit oleh kisah-kisah tentang kegagalan Saul maupun Daud
sebagai raja lewat perbuatan mereka yang membahayakan orang lain. Saul
membunuh orang-orang Gibeon (21:1), dan kegagalan Daud membahayakan
orang-orang Israel (24:17). Di antara kedua kegagalan tersebut, bagian
penutup ini menyebutkan kerapuhan Daud dan ketergantungannya kepada para
panglimanya. Ada dua syair di tengah-tengah penutup tersebut, ketika
Daud mengenang kembali kehidupannya dengan menceritakan kesetiaan Allah
sekaligus janji-Nya untuk membangkitkan seoang raja penyelamat yang
lebih baik. Syair-syairnya memperkuat tema inti dari kitab Samuel, yaitu
bahwa Allah meninggikan yang rendah hati dan menentang yang tinggi
hati, dan bagaimana Dia setia kepada janji-janji-Nya, meski kejahatan
manusia begitu besar. —Monica La Rose
Apakah hari ini ada seseorang yang memujimu atau orang lain? Bagaimana tanggapanmu terhadap pujian tersebut?
Ya Allah, biarlah mulutku senantiasa dipenuhi pujian bagi-Mu. Hanya Engkaulah yang layak dipuji!
No comments:
Post a Comment