Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu Tuhan. —Mikha 7:7
Saya termasuk di antara jutaan orang di dunia yang menderita SAD (Seasonal Affective Disorder), sejenis depresi yang umum dialami oleh orang-orang yang tinggal di daerah dengan sinar matahari terbatas karena pendeknya siang hari pada musim dingin. Ketika mulai takut bahwa musim dingin tidak akan pernah berakhir, saya akan mencari bukti apa saja yang dapat menunjukkan bahwa siang hari yang panjang dan suhu hangat akan segera tiba.
Tanda-tanda pertama musim semi—bunga yang tiba-tiba merekah di tengah hamparan salju—juga mengingatkan saya bahwa pengharapan dari Allah dapat menerobos hari-hari yang tersuram dalam hidup kita. Nabi Mikha menyatakan hal ini selagi ia mengalami “musim dingin” yang menyakitkan akibat umat Israel yang menjauh dari Allah. Saat Mikha menilai situasi yang suram itu, ia meratapi bahwa “tiada lagi orang jujur di antara manusia” (Mi. 7:2). Namun, meskipun situasi tampak begitu buruk, Mikha menolak kehilangan pengharapan. Ia percaya bahwa Allah sedang bekerja (ay.7)—walaupun di tengah kehancuran yang terjadi ia belum melihat buktinya.
Di tengah “musim dingin” yang gelap dan seakan tidak kunjung berakhir, apalagi musim semi sepertinya masih jauh dari kenyataan, kita pun menghadapi pergumulan yang sama dengan Mikha. Akankah kita putus pengharapan? Ataukah kita akan “menunggu-nunggu Tuhan” dalam pengharapan (ay.7)?
Pengharapan kita di dalam Tuhan tidak akan pernah mengecewakan (Rm. 5:5). Dia sedang bekerja mendatangkan suatu masa ketika “musim dingin” tidak ada lagi: suatu masa ketika dukacita dan derita sirna (Why. 21:4). Hingga saat itu tiba, marilah kita berserah kepada Allah, dengan mengakui, “Kepada-Mulah aku berharap” (Mzm. 39:8).—Lisa M. Samra
WAWASAN
Mikha, penulis kitab nubuatan Mikha, adalah nama yang cukup umum di
Israel kuno. Ia salah satu dari setidak-tidaknya sembilan orang bernama
Mikha atau Mikhaya di Perjanjian Lama. Mikha berarti “ia yang seperti
Yahweh.” Penafsir Ralph Smith mengatakan bahwa nama itu cocok dengan
kitab yang ditulisnya, “karena Yahweh ditinggikan di dalam kitab itu.
Dari baris-baris awal yang mengumumkan kedatangan Yahweh, sampai ke
pernyataan penutup mengenai kesetiaan Allah… Yahweh dipuja sebagai yang
berdaulat.” Nabi Mikha berasal dari kota pantai Moresyet di daerah
dataran subur dari Daerah Bukit, kira-kira tiga puluh empat kilometer di
sebelah barat daya Yerusalem. Allah memanggilnya untuk meninggalkan
tempat tenang tersebut dan pergi menegur para raja, nabi, dan umat
Israel yang telah melakukan penyimpangan praktik ibadah dan
ketidakadilan terhadap sesama. Mikha memberitakan pesan Allah pada abad
kedelapan SM selama pemerintahan tiga raja Yehuda, yaitu Yotam, Ahas,
dan Hizkia. —Alyson Kieda
Di manakah kamu menemukan pengharapan di masa-masa sulit? Dalam keadaan sulit seperti apa Allah telah memberikan pengharapan yang kamu butuhkan?
Bapa Surgawi, dalam masa-masa sulit hidupku, mudah sekali aku putus asa; tolonglah aku untuk terus berharap kepada-Mu. Dalam setiap musim hidupku, tolonglah aku agar dapat membagikan damai sejahtera yang kutemukan di dalam diri-Mu kepada orang lain.
No comments:
Post a Comment