Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. —Yohanes 10:28
Saat bersepeda menyeberangi jembatan George Washington yang ramai, Julio tiba-tiba diperhadapkan pada situasi antara hidup dan mati. Seorang pria sedang berdiri di pinggir jembatan dan siap melompat ke Sungai Hudson. Menyadari bahwa polisi mungkin tidak akan segera tiba, Julio pun bergerak cepat. Ia turun dari sepeda dan membentangkan tangannya, sambil berseru: “Jangan terjun. Kami mengasihimu.” Kemudian, bagaikan gembala dengan tongkatnya, ia mendekap badan laki-laki yang putus asa itu dan menyelamatkannya dengan bantuan dari orang lain yang sedang lewat di sana. Sekalipun sudah selamat, laki-laki itu tidak dibiarkan Julio pergi sendirian.
Dua ribu tahun lalu, dalam situasi antara hidup dan mati, Yesus Sang Gembala yang baik berkata bahwa Dia akan menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya kepada-Nya dan tidak akan pernah melepaskan mereka. Dia menjelaskan cara-Nya memberkati domba-domba-Nya: mereka yang mengenal-Nya secara pribadi akan menerima anugerah hidup yang kekal, tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan aman dalam lindungan-Nya. Jaminan itu tidak tergantung pada kemampuan domba yang lemah dan rapuh, tetapi pada kesanggupan Sang Gembala yang tidak akan membiarkan satu pun domba direbut dari tangan-Nya (Yoh. 10:28-29).
Di saat kita merasa bingung dan putus asa, Tuhan Yesus menyelamatkan kita; kini kita dapat merasa aman dan terjamin dalam hubungan kita dengan-Nya. Dia mengasihi kita, mencari kita, menemukan kita, menyelamatkan kita, dan berjanji tidak akan melepaskan kita.—MARVIN WILLIAMS
WAWASAN
Hari raya Penahbisan, yang juga dikenal sebagai Hanukkah atau Hari Raya
Terang, merayakan penahbisan kembali Bait Allah pada tahun 164 SM,
setelah Bait Allah dinajiskan oleh penguasa Seleukia, Antiokhos IV
Epifanes di tahun 167 SM. Dalam konteks inilah Yesus mengatakan, “Aku
dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30), yang mengingatkan kembali pada
inti keyakinan agama Yahudi, yang dikenal sebagai shema, “TUHAN itu
Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4). Dengan mengingatkan kembali
pada shema, Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah Israel. Jelas,
pernyataan Yesus tentang kesatuan-Nya dengan Bapa merupakan pengakuan
bahwa Dia adalah Allah itu sendiri. —Con Campbell
Adakah yang membuat kamu tidak aman dalam hubunganmu dengan Tuhan? Bagaimana perasaanmu ketika mengetahui bahwa keselamatanmu di dalam Dia bergantung penuh pada kesanggupan diri-Nya dan bukan pada kelemahan dirimu?
Tuhan Yesus, aku bersyukur, karena meski aku sering mengabaikan-Mu karena dosaku, tetapi karena kasih-Mu, Engkau tidak pernah melepaskanku.
No comments:
Post a Comment