Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. —Mazmur 90:14
Beberapa bulan ini, saya sedang berkorespondensi dengan seorang anak muda yang mempunyai pemikiran mendalam tentang iman. Suatu waktu ia menulis, “Manusia tidak lebih dari titik-titik yang amat sangat kecil dalam perjalanan zaman. Apakah kita berarti?”
Musa, sang nabi bagi Israel, pasti sependapat dengannya, karena ia pernah berkata: “Masa hidup kami . . . berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.” (Mzm. 90:10). Singkatnya hidup membuat kita cemas dan bertanya-tanya apakah kita berarti.
Jawabnya: Ya, kita berarti. Kita berarti dan berharga karena kita begitu dikasihi untuk selama-lamanya oleh Allah yang menciptakan kita. Dalam mazmur ini, Musa berdoa, “Kenyangkanlah kami . . . dengan kasih setia-Mu” (ay.14). Kita berarti, karena kita berharga di mata Allah.
Kita juga berarti karena kita dapat menunjukkan kasih Allah kepada sesama. Meskipun singkat, hidup kita tidaklah sia-sia apabila kita meninggalkan warisan kasih Allah kepada orang lain. Kita tidak hidup di dunia untuk meraih kekayaan lalu pensiun untuk berfoya-foya, melainkan untuk menunjukkan siapa Allah kepada sesama dengan cara menunjukkan kasih-Nya kepada mereka.
Akhirnya, meski hidup kita di dunia ini hanya sementara, kita adalah insan abadi. Karena Yesus bangkit dari antara orang mati, kita akan hidup untuk selama-lamanya. Itulah yang dimaksud oleh Musa ketika ia meyakinkan kita bahwa Allah akan mengenyangkan kita “di waktu pagi dengan kasih setia-[Nya].” Di suatu “pagi” yang abadi kelak kita akan bangkit untuk hidup, mengasihi, dan dikasihi selama-lamanya. Itulah yang membuat hidup kita berarti.—DAVID H. ROPER
WAWASAN
Dalam kitab Mazmur, nama Daud yang paling banyak disebut sebagai penulis
(tujuh puluh tiga mazmur). Asaf, pemimpin ibadah di kerajaan Daud
menjadi yang terbanyak kedua dengan dua belas mazmur, diikuti oleh bani
Korah sebanyak sebelas mazmur. Penulis-penulis lain yang namanya disebut
termasuk Salomo, Etan, Heman, dan Musa. Mazmur 90 adalah satu-satunya
mazmur yang ditulis Musa. Keterangan di awal mazmur menyatakan: “Doa
Musa, abdi Allah.” Ia menulis mazmur ini (dan juga mazmur berikutnya
yang tanpa nama, menurut sebagian ahli) di padang gurun ketika ia
memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir kepada kebebasan
di tanah perjanjian Kanaan. Hal itu membuat Mazmur 90 sebagai yang
tertua. Temanya berbicara mengenai singkatnya kehidupan kita ketika
dibandingkan dengan kekekalan dan keagungan Allah. Penting untuk
diperhatikan bahwa Musa juga menulis Pentateukh (Taurat), yaitu kelima
kitab pertama Alkitab, di padang gurun. —Alyson Kieda
Kapan kamu pernah bertanya-tanya apakah hidupmu berarti? Bagaimana Mazmur 90 menguatkanmu kembali?
Aku bersyukur, ya Allah yang penuh kasih, bahwa aku berarti bagi-Mu. Tolonglah aku membagikan tentang Engkau kepada orang lain.
No comments:
Post a Comment