Pages - Menu

Saturday, October 31, 2020

Puing-Puing dan Allah

 

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan! —Ayub 1:21

Puing-Puing dan Allah

Setelah mendoakan apa yang Allah kehendaki untuk mereka lakukan di masa depan, Mark dan Nina yakin bahwa mereka harus pindah dan tinggal di pusat kota. Mereka baru saja membeli sebuah rumah kosong dan merenovasinya ketika badai tornado datang menerjang. Mark mengirim pesan kepada saya: “Kami mendapat kejutan pagi ini. Tornado yang baru melanda Jefferson City telah menghancurkan rumah kami hingga tinggal puing-puing. Allah pasti sedang merencanakan sesuatu.”

Bukan hanya badai yang dapat datang dengan tak terduga dan menyebabkan kekacauan dalam hidup kita. Namun, salah satu kunci untuk bertahan adalah dengan tetap berfokus kepada Allah di tengah malapetaka yang kita derita.

Angin ribut yang melanda hidup Ayub telah membuatnya kehilangan harta benda dan menyebabkan kematian anak-anaknya (Ayb. 1:19). Namun, ternyata itu hanya satu dari serangkaian kejutan mengerikan yang dialaminya. Sebelum itu, tiga orang sudah datang membawakan kabar buruk baginya (ay.13-17).

Kapan saja, hidup kita bisa tiba-tiba berubah, dari sukacita kepada dukacita, dari mensyukuri kehidupan kepada menghadapi kematian, atau bermacam tantangan hidup lainnya. Hidup kita bisa tiba-tiba hancur menjadi “puing-puing”—entah dalam kondisi keuangan, hubungan dengan orang lain, kesehatan, pergumulan emosional, maupun tantangan spiritual. Namun, Allah lebih besar daripada badai apa pun. Untuk melewati cobaan hidup kita membutuhkan iman yang berpusat kepada-Nya—iman yang memampukan kita untuk berkata seperti Ayub dan umat Tuhan lainnya, “Terpujilah nama Tuhan!” (ay.21).—Arthur Jackson

WAWASAN
Kapan kisah Ayub terjadi? Beberapa faktor mengacu kepada era para leluhur, sejajar dengan masa hidup Abraham (kira-kira 2000 SM), sehingga kitab Ayub dianggap sebagai salah satu yang tertua dalam Alkitab. Kita melihat adanya tata cara hidup keluarga kuno, seperti kekayaan yang diukur menurut jumlah ternak dan budak, dan bukan dengan emas dan perak (Ayub 1:3; 42:12; Kejadian 12:16). Disebutkan pula tentang para pengembara Kasdim (Ayub 1:17), dan Ayub masih hidup 140 tahun setelah pemulihannya, sehingga ia dapat “melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat” (42:16). Ayub dipuji sebagai seorang yang “saleh dan jujur; . . . takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (1:1). Beribu-ribu tahun kemudian ia dipuji sebagai contoh hidup benar (Yehezkiel 14:14,20) dan teladan “ketekunan” dengan iman yang tidak bergeming kepada Allah (Yakobus 5:11). —K.T. Sim

Apa yang telah menolongmu memusatkan pandangan kembali kepada Allah? Apa saja pelajaran dari kisah Ayub yang dapat menolongmu melewati badai hidup yang menghadang?

Ya Bapa, ampunilah aku karena sering melepaskan pandanganku dari-Mu pada masa-masa sulit dalam hidupku. Tolonglah aku agar dapat memandang-Mu kembali dengan cara yang baru.

Friday, October 30, 2020

Setiap Orang Butuh Mentor

 

Kepada Titus, anakku yang sah menurut iman kita bersama. —Titus 1:4

Setiap Orang Butuh Mentor

Saat berjalan menuju kantor atasan saya yang baru, saya dipenuhi rasa khawatir dan waswas. Atasan saya sebelumnya sering memperlakukan bawahannya dengan sikap keras dan merendahkan, sehingga tidak jarang saya (dan rekan-rekan lain) menangis dibuatnya. Sekarang saya bertanya-tanya, Seperti apakah atasan yang baru ini? Namun, begitu saya memasuki ruang kerja atasan saya yang baru, ketakutan saya hilang. Beliau menyambut saya dengan hangat dan meminta saya bercerita tentang diri saya serta apa saja yang membuat saya merasa frustrasi. Ia mendengarkan dengan saksama, dan melalui raut wajahnya yang baik hati dan kata-katanya yang lembut, saya tahu ia benar-benar peduli. Selain sebagai saudara seiman dalam Tuhan, ia pun menjadi mentor, penyemangat, sekaligus sahabat saya di kantor.

Rasul Paulus adalah mentor rohani bagi Titus, “anakku yang sah menurut iman kita bersama” (Tit. 1:4). Lewat surat dari Paulus, Titus menerima perintah dan arahan yang bermanfaat untuk tanggung jawabnya di dalam gereja. Paulus tidak hanya mengajar, tetapi juga memberi contoh bagaimana memberitakan “apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat” (2:1), menjadi “teladan dalam berbuat baik, . . . jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu” (ay.7-8). Demikianlah Titus menjadi mitra pelayanan, saudara seiman, dan rekan kerja Paulus (2 Kor. 2:13; 8:23)—dan juga mentor bagi yang lain.

Banyak di antara kita pernah merasakan manfaat dibimbing oleh mentor—baik itu guru, pelatih, kakek atau nenek, pembina pemuda, atau gembala gereja—yang mengarahkan kita dengan pengetahuan, kebijaksanaan, dorongan semangat, dan iman kepada Allah. Siapa saja yang mungkin akan menerima manfaat dari pelajaran-pelajaran rohani yang telah kamu peroleh selama berjalan bersama Tuhan Yesus?—Alyson Kieda

WAWASAN
Kata bijaksana yang dipakai dalam bagian Alkitab hari ini (Titus 2:1-8) adalah terjemahan dari kata Yunani sophron, yang berarti “akal sehat”. Kebijaksanaan yang dimaksudkan adalah penguasaan diri, suatu kedewasaan dalam penilaian dan pengendalian diri yang wajar. Paulus menggunakan bentuk kata ini lima kali dalam Titus. Para penilik jemaat yang memperhatikan kerohanian umat Allah haruslah “bijaksana” (1:8). Lalu, di dalam budaya yang orang-orangnya terbiasa menjadi “pembohong, binatang buas, pelahap yang malas” (ay.12), para laki-laki dan perempuan yang beriman (2:2,5-6) harus menjadi contoh bagaimana oleh anugerah Allah mereka memilih “tidak lagi hidup berlawanan dengan kehendak Allah dan tidak menuruti keinginan duniawi”, melainkan hidup dengan “menahan diri, tulus dan setia kepada Allah” (ay.12 BIS). —Arthur Jackson

Siapakah mentor rohanimu? Siapakah yang pernah kamu bimbing? Lalu, siapa yang akan kamu bimbing nanti?

Ya Bapa, aku bersyukur untuk mereka yang pernah menjadi mentorku di saat aku sangat membutuhkan bimbingan rohani. Tuntunlah aku kepada seseorang yang mungkin butuh dorongan dariku hari ini.

Thursday, October 29, 2020

Tangan Seorang Supir Truk

 

Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan . . . siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. —Roma 12:6,8

Tangan Seorang Supir Truk

Kabar itu sangat mengejutkan. Setelah sembuh dari kanker prostat, kini ayah saya didiagnosis menderita kanker pankreas. Ini tidak mudah, karena selama ini ayah saya harus merawat ibu saya yang juga menderita penyakit kronis. Karena keduanya sekarang membutuhkan perawatan, saya sudah membayangkan betapa sulitnya hari-hari ke depan.

Setelah terbang pulang untuk mendampingi mereka, saya pergi ke gereja tempat mereka biasa berbakti. Di sana, seseorang bernama Helmut menemui saya dan menyatakan keinginannya untuk membantu. Dua hari kemudian, Helmut datang ke rumah dengan membawa catatan segala sesuatu yang kami butuhkan. “Kalian butuh makanan ketika kemoterapi sudah dimulai,” katanya. “Saya akan membuat jadwal giliran memasak. Saya bisa memotong rumput. Boleh tahu kapan jadwal pengambilan sampah?” Helmut adalah supir truk yang sudah pensiun, tetapi bagi kami ia seperti malaikat. Ia terkenal sudah banyak membantu orang—para ibu tunggal, gelandangan, kaum lansia.

Umat Tuhan memang dipanggil untuk membantu orang lain (Luk. 10:25-37), tetapi ada orang-orang tertentu yang memiliki kapasitas lebih untuk melakukannya. Rasul Paulus menyebut hal ini karunia kemurahan (Rm. 12:8). Mereka yang mempunyai karunia tersebut bisa melihat kebutuhan orang lain, mengumpulkan bantuan, dan memberikan waktu lebih untuk melayani tanpa merasa kewalahan. Dengan digerakkan oleh Roh Kudus, mereka menjadi tangan-tangan dalam tubuh Kristus yang menjangkau orang yang membutuhkan (ay. 4-5).

Ketika ayah saya menjalani kemoterapi hari pertama, Helmut yang mengantarnya ke rumah sakit. Malam itu kulkas kami penuh dengan makanan. Itulah kemurahan Allah melalui tangan seorang supir truk.—Sheridan Voysey

WAWASAN
Roma 12:2 memerintahkan orang-orang percaya untuk berubah dengan memperbarui akal budi mereka. Alangkah luar biasa bahwa hal pertama yang Paulus bahas tentang pembaruan akal budi adalah kerendahan hati (ay.3). Kerendahan hati menyenangkan hati Allah, tetapi Allah membenci kecongkakan dan keangkuhan (Yesaya 2:11; Daniel 4:37; Amos 6:8). Dengan kerendahan hati seperti itu kita akan dapat menilai dengan jernih apa saja karunia yang kita miliki (dan apa yang tidak kita miliki) sehingga semua karunia tersebut dapat berkontribusi kepada tubuh Kristus sesuai kebutuhan yang ada (Roma 12:6-8). Apa pun karunia kita, kita harus memakainya dengan sukacita dalam semangat kasih dan kerendahan hati. —Con Campbell

Karunia rohani apa saja yang kamu miliki? (Untuk menolongmu, baca Roma 12:3-8; 1 Korintus 12; Efesus 4:7-13.) Bagaimana kamu dapat menggunakan karunia-karunia itu untuk melayani sesama?

Bapa di surga, penuhilah aku dengan kemurahan-Mu, agar aku bisa melayani mereka yang berkekurangan dengan efektif dan sukacita, agar hidupku menunjukkan siapa diri-Mu.

Wednesday, October 28, 2020

Untuk Siapa?

 

Daud . . . mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan. —2 Samuel 23:16

Untuk Siapa?

Foto itu membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Kerumunan orang telah memadati kedua sisi jalan sebuah kota di Meksiko; mereka melambai-lambaikan bendera dan melemparkan konfeti sambil menunggu kedatangan Sri Paus. Di tengah jalan, lewatlah seekor anak anjing liar, yang terlihat menyeringai gembira, seolah-olah semua orang itu berkumpul untuk menyambutnya. Anjing kecil itu tahu bagaimana menikmati sambutan yang meriah!

Anak anjing yang “mencuri panggung” memang lucu, tetapi mencuri pujian yang diperuntukkan bagi orang lain adalah sikap yang tidak patut. Daud menyadari hal ini, karena itu ia menolak meminum air yang sudah diperoleh anak buahnya dengan mempertaruhkan nyawa. Sebelumnya, dengan hati sedih ia berharap seandainya ada yang mengambilkannya air minum dari sebuah sumur di Betlehem. Tiga perwira Daud menanggapi keinginan sang raja dengan penuh semangat. Mereka pun menerobos perkemahan musuh, menimba air dari sumur itu, dan membawanya kepada Daud. Daud sangat tersentuh oleh pengabdian mereka, dan ia menolak untuk meminum air itu. Ia memilih untuk “mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan” (2 Sam. 23:16).

Karakter kita dapat dilihat dari cara kita menanggapi pujian dan penghargaan yang kita terima. Ketika sebuah pujian ditujukan kepada pihak lain, terutama Allah, menyingkirlah. Penghargaan itu tidak ditujukan bagi kita. Namun, ketika pujian itu memang diberikan kepada kita, berterima kasihlah kepada yang memberikannya dan kemudian lipat gandakan pujian itu dengan memberikan seluruh kemuliaan kepada Tuhan Yesus. “Air” itu juga bukan untuk kita. Syukurilah, lalu persembahkanlah kepada Allah.—Mike Wittmer

WAWASAN
2 Samuel 21-24 dapat dilihat sebagai penutup bagi kedua kitab Samuel. Penutup itu diapit oleh kisah-kisah tentang kegagalan Saul maupun Daud sebagai raja lewat perbuatan mereka yang membahayakan orang lain. Saul membunuh orang-orang Gibeon (21:1), dan kegagalan Daud membahayakan orang-orang Israel (24:17). Di antara kedua kegagalan tersebut, bagian penutup ini menyebutkan kerapuhan Daud dan ketergantungannya kepada para panglimanya. Ada dua syair di tengah-tengah penutup tersebut, ketika Daud mengenang kembali kehidupannya dengan menceritakan kesetiaan Allah sekaligus janji-Nya untuk membangkitkan seoang raja penyelamat yang lebih baik. Syair-syairnya memperkuat tema inti dari kitab Samuel, yaitu bahwa Allah meninggikan yang rendah hati dan menentang yang tinggi hati, dan bagaimana Dia setia kepada janji-janji-Nya, meski kejahatan manusia begitu besar. —Monica La Rose

Apakah hari ini ada seseorang yang memujimu atau orang lain? Bagaimana tanggapanmu terhadap pujian tersebut?

Ya Allah, biarlah mulutku senantiasa dipenuhi pujian bagi-Mu. Hanya Engkaulah yang layak dipuji!

Tuesday, October 27, 2020

Memilih Berharap

 

Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu Tuhan. —Mikha 7:7

Memilih Berharap

Saya termasuk di antara jutaan orang di dunia yang menderita SAD (Seasonal Affective Disorder), sejenis depresi yang umum dialami oleh orang-orang yang tinggal di daerah dengan sinar matahari terbatas karena pendeknya siang hari pada musim dingin. Ketika mulai takut bahwa musim dingin tidak akan pernah berakhir, saya akan mencari bukti apa saja yang dapat menunjukkan bahwa siang hari yang panjang dan suhu hangat akan segera tiba.

Tanda-tanda pertama musim semi—bunga yang tiba-tiba merekah di tengah hamparan salju—juga mengingatkan saya bahwa pengharapan dari Allah dapat menerobos hari-hari yang tersuram dalam hidup kita. Nabi Mikha menyatakan hal ini selagi ia mengalami “musim dingin” yang menyakitkan akibat umat Israel yang menjauh dari Allah. Saat Mikha menilai situasi yang suram itu, ia meratapi bahwa “tiada lagi orang jujur di antara manusia” (Mi. 7:2). Namun, meskipun situasi tampak begitu buruk, Mikha menolak kehilangan pengharapan. Ia percaya bahwa Allah sedang bekerja (ay.7)—walaupun di tengah kehancuran yang terjadi ia belum melihat buktinya.

Di tengah “musim dingin” yang gelap dan seakan tidak kunjung berakhir, apalagi musim semi sepertinya masih jauh dari kenyataan, kita pun menghadapi pergumulan yang sama dengan Mikha. Akankah kita putus pengharapan? Ataukah kita akan “menunggu-nunggu Tuhan” dalam pengharapan (ay.7)?

Pengharapan kita di dalam Tuhan tidak akan pernah mengecewakan (Rm. 5:5). Dia sedang bekerja mendatangkan suatu masa ketika “musim dingin” tidak ada lagi: suatu masa ketika dukacita dan derita sirna (Why. 21:4). Hingga saat itu tiba, marilah kita berserah kepada Allah, dengan mengakui, “Kepada-Mulah aku berharap” (Mzm. 39:8).—Lisa M. Samra

WAWASAN
Mikha, penulis kitab nubuatan Mikha, adalah nama yang cukup umum di Israel kuno. Ia salah satu dari setidak-tidaknya sembilan orang bernama Mikha atau Mikhaya di Perjanjian Lama. Mikha berarti “ia yang seperti Yahweh.” Penafsir Ralph Smith mengatakan bahwa nama itu cocok dengan kitab yang ditulisnya, “karena Yahweh ditinggikan di dalam kitab itu. Dari baris-baris awal yang mengumumkan kedatangan Yahweh, sampai ke pernyataan penutup mengenai kesetiaan Allah… Yahweh dipuja sebagai yang berdaulat.” Nabi Mikha berasal dari kota pantai Moresyet di daerah dataran subur dari Daerah Bukit, kira-kira tiga puluh empat kilometer di sebelah barat daya Yerusalem. Allah memanggilnya untuk meninggalkan tempat tenang tersebut dan pergi menegur para raja, nabi, dan umat Israel yang telah melakukan penyimpangan praktik ibadah dan ketidakadilan terhadap sesama. Mikha memberitakan pesan Allah pada abad kedelapan SM selama pemerintahan tiga raja Yehuda, yaitu Yotam, Ahas, dan Hizkia. —Alyson Kieda

Di manakah kamu menemukan pengharapan di masa-masa sulit? Dalam keadaan sulit seperti apa Allah telah memberikan pengharapan yang kamu butuhkan?

Bapa Surgawi, dalam masa-masa sulit hidupku, mudah sekali aku putus asa; tolonglah aku untuk terus berharap kepada-Mu. Dalam setiap musim hidupku, tolonglah aku agar dapat membagikan damai sejahtera yang kutemukan di dalam diri-Mu kepada orang lain.

Monday, October 26, 2020

Doa di Tepi Pantai

 

Biarlah semuanya memuji-muji Tuhan, sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur. —Mazmur 148:13

Doa di Tepi Pantai

Dalam sebuah perjalanan wisata untuk merayakan ulang tahun pernikahan kami yang kedua puluh lima, saya dan suami membaca Alkitab di tepi pantai. Ketika para pedagang lewat dan menawarkan suvenir dagangan mereka, kami mengucapkan terima kasih tetapi tidak membeli apa-apa. Salah seorang penjual bernama Fernando tersenyum ketika ditolak dan sempat bersikeras agar kami membeli suvenir untuk teman-teman kami. Ketika saya kembali menolak tawarannya, Fernando berkemas-kemas dan beranjak pergi . . . sambil masih tersenyum lebar! “Semoga Tuhan memberkatimu hari ini,” kata saya.

Dengan penuh semangat, Fernando berbalik dan berkata, “Dia sudah memberkatiku! Yesus telah mengubah hidupku.” Fernando berlutut di antara kursi kami. “Aku merasakan hadirat-Nya di sini.” Kemudian ia mulai bercerita bagaimana Allah telah menyelamatkan dirinya dari narkoba dan alkohol lebih dari empat belas tahun lalu.

Air mata saya mulai mengalir saat ia membaca satu pasal dari kitab Mazmur dan berdoa untuk kami. Bersama-sama, kami memuji Allah dan bersukacita dalam hadirat-Nya . . . di tepi pantai.

Mazmur 148 adalah mazmur pujian. Pemazmur mengajak seluruh ciptaan untuk “memuji nama Tuhan, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta” (ay. 5), “sebab hanya nama-Nya saja yang tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi bumi dan langit” (ay.13).

Allah mengundang kita untuk membawa seluruh kebutuhan kita ke hadapan-Nya dan percaya bahwa Dia mendengar dan memperhatikan kita. Namun, Dia juga bersuka mendengar doa dan pujian syukur yang kita naikkan di mana pun kita berada. Di tepi pantai sekalipun.—Xochitl Dixon

WAWASAN
Meninjau Mazmur 148 dari sudut pandang masyarakat di Timur Tengah kuno akan menolong kita lebih memahami konteks dan panggilan bagi segala sesuatu untuk memuji Allah. Contohnya, ada budaya yang memandang matahari, bulan, dan bintang-bintang (ay.3) sebagai allah; tetapi mazmur ini mengingatkan pembacanya bahwa benda-benda langit itu harus memuji Allah, bukan disembah. Di ayat 4, ungkapan “langit yang mengatasi segala langit” kemungkinan mengacu kepada alam roh juga. Bumi dan langit dipandang sebagai lengkungan, dan surga berada di atas lengkungan itu. Orang-orang kuno menganggap bahwa ada air di antara lengkungan langit dan surga. Mereka percaya air hujan datang dari sana. Jadi, panggilan kepada “air yang di atas langit” (ay.4) untuk memuji Allah menekankan panggilan bagi semua ciptaan untuk memuji Allah, termasuk cuaca (ay.8). —Julie Schwab

Atas hal apa kamu akan memuji Tuhan hari ini? Bagaimana Dia telah memakai kesaksian orang lain untuk menggugahmu memuji nama-Nya?

Tolonglah aku memuji-Mu dengan setiap tarikan napas yang Engkau berikan kepadaku, ya Allah.

Sunday, October 25, 2020

Kuat dan Teguh

 

Seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. —Yosua 1:5

Kuat dan Teguh

Setiap malam menjelang tidur, Caleb kecil merasa takut pada kegelapan yang menyelimutinya. Keheningan di kamar tidurnya sesekali dipecahkan oleh suara berderik-derik dari rumah kayunya di Kosta Rika. Apalagi kemudian kelelawar-kelelawar di loteng semakin aktif bergerak di malam hari. Ibu Caleb membiarkan lampu meja di kamarnya tetap menyala sepanjang malam, tetapi itu belum cukup menyingkirkan ketakutan Caleb pada kegelapan. Suatu malam, ayah Caleb memasang ayat Alkitab di ujung tempat tidurnya. Bunyinya: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. Janganlah kecut . . . sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau” (Yos. 1:9). Caleb pun membaca ayat itu setiap malam—dan ia membiarkan tulisan berisi janji Tuhan itu terpasang di ujung tempat tidurnya sampai waktunya ia keluar dari rumah untuk berkuliah.

Dalam Yosua 1, kita membaca tentang berpindahnya kepemimpinan atas bangsa Israel kepada Yosua setelah kematian Musa. Perintah “kuatkan dan teguhkanlah hati” berulang kali diberikan pada Yosua dan bangsa Israel untuk menegaskan arti pentingnya (ay.6-7,9). Tentu saja, mereka merasa khawatir akan masa depan yang tidak pasti, tetapi Allah meyakinkan mereka, “Seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau” (ay.5).

Takut adalah perasaan yang manusiawi, tetapi hidup dengan dikuasai ketakutan terus-menerus dapat merusak kesehatan jasmani dan rohani kita. Sebagaimana hamba-hamba Allah di masa lalu telah dikuatkan oleh-Nya, hati kita pun dapat menjadi kuat dan teguh karena Dia yang telah berjanji untuk selalu menyertai kita.—Cindy Hess Kasper

WAWASAN
Yosua, pemimpin dari bani Efraim, adalah salah seorang mata-mata yang dikirim Musa menyelidiki tanah Kanaan. Musa mengganti namanya dari Hosea, yang berarti “keselamatan,” menjadi Yosua, yang berarti “Yehova adalah keselamatan” (Bilangan 13:8,16). Yosua telah menjadi abdi Musa sejak muda (Keluaran 24:13; 33:11; Bilangan 11:28; Yosua 1:1). Allah memuji Yosua sebagai seseorang yang mengikut Dia dengan sepenuh hati. Dari mereka yang berumur dua puluh tahun ke atas ketika keluar dari Mesir, hanya Yosua dan Kaleb yang diizinkan masuk ke Tanah Perjanjian (Bilangan 32:11-12). Musa sendiri tidak diizinkan (Ulangan 3:23-29). —K.T. Sim

Apa ketakutan terbesar yang selalu muncul dalam hidupmu? Bagaimana perenungan akan janji Allah dapat menolongmu mengatasi rasa takut dan khawatir yang melanda?

Bapa yang setia, aku bersyukur karena Engkau selalu menyertaiku. Tolonglah aku untuk mengingat janji-janji-Mu dan mempercayai-Mu ketika aku merasa takut.

Saturday, October 24, 2020

Bertahan dalam Kekeringan

 

Orang yang mengandalkan Tuhan . . . akan seperti pohon yang ditanam di tepi air. —Yeremia 17:7-8

Bertahan dalam Kekeringan

Pada April 2019, sebuah kawasan pemukiman di kota Victorville, California, terkubur oleh tumbleweed, sejenis gulma dari semak kering yang bergumpal-gumpal. Angin kencang telah meniup gumpalan-gumpalan itu dari Gurun Mojave yang letaknya tak jauh dari kawasan pemukiman tadi. Pada puncak pertumbuhannya, gulma yang menjengkelkan ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi seratus delapan puluh sentimeter. Tumbleweed sebesar itu sangat menyulitkan ketika tercabut dari akarnya lalu berguling-guling tertiup angin dan menyebarkan benihnya ke mana-mana.

Saya teringat pada gulma ini ketika membaca gambaran yang diberikan Nabi Yeremia kepada orang “yang hatinya menjauh dari Tuhan” (Yer. 17:5). Ia mengatakan bahwa mereka yang “mengandalkan kekuatannya sendiri” akan menjadi seperti “semak bulus di padang belantara, [yang] tidak akan mengalami datangnya keadaan baik” (ay.5-6). Itu berbeda jauh dari mereka yang memilih mengandalkan Allah. Mereka akan seperti pohon, dengan akar yang tertancap kuat dan dalam untuk menyerap kekuatan dari Dia, sehingga mereka mampu terus hidup, bahkan di tengah situasi yang kering kerontang.

Semak bulus maupun pohon sama-sama memiliki akar. Namun, akar semak bulus tidak kuat sehingga mudah terputus dari sumber kehidupan, hingga akhirnya kering dan mati. Sebaliknya, pohon tetap terhubung dengan akarnya, sehingga dapat tumbuh subur dan rindang, sambil bergantung kepada sumber hidup yang menopangnya dalam masa-masa sulit. Ketika kita berpegang teguh kepada Allah, untuk menerima kekuatan dan semangat dari hikmat yang terdapat dalam Alkitab dan berbicara dengan-Nya melalui doa, kita juga dapat memperoleh nutrisi yang disediakan-Nya untuk menguatkan dan menopang kehidupan kita.—Kirsten Holmberg

WAWASAN
Kata “terkutuk” di dalam Yeremia 17:5 adalah terjemahan dari kata kerja ‘arar dalam bahasa Ibrani, yang berarti muak atau benci. Kata ini pertama kali kita temukan dalam Kitab Suci di Kejadian 3:14. “Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: ‘Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.’” Kejadian 3:17 menyebut tentang tanah yang terkutuk. Pemakaian lain yang penting dari kata tersebut terdapat di Kejadian 12:3 yaitu ketika Tuhan berfirman kepada Abram, “Aku . . . mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau.” Dikutuk berarti direnggut (berada di luar) dari kebaikan dan segala yang menyertainya, yang terlihat maupun yang tidak. Dalam Yeremia 17:5-6, apa yang dimaksud dengan “terkutuk” digambarkan begitu jelas, yaitu seperti semak yang berada di tengah tanah tandus tak berpenduduk yang tidak bisa menunjang kehidupan. —Arthur Jackson

Bagaimana Allah telah menopangmu dalam situasi sulit? Apa yang dapat kamu lakukan hari ini untuk lebih mengakar dan bertumbuh dalam hubunganmu dengan Allah?

Tuhan Pemberi kehidupan, Engkaulah penopang hidupku. Terima kasih karena Engkau telah memberikan apa yang kubutuhkan agar aku bisa mengarungi segala pergumulan dan kesulitan hidup ini.

Friday, October 23, 2020

Tembakan yang Hebat?

 

Kepada Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. —Mazmur 136:10

Tembakan yang Hebat?

Ketika film kartun Bambi dari Walt Disney ditayangkan kembali, banyak orangtua ingin bernostalgia mengenang masa kecil sambil mengajak anak-anak mereka. Salah satunya adalah seorang ibu muda, yang suaminya sangat gemar berburu dan memiliki sebuah ruangan khusus di rumahnya untuk menyimpan hiasan kepala-kepala hewan hasil buruan yang sudah diawetkan. Ibu muda itu ikut terkejut dan merintih saat menyaksikan adegan Bambi kehilangan ibunya yang mati karena ditembak pemburu. Namun, sampai hari ini, ia selalu diingatkan orang pada kejadian memalukan di dalam bioskop, yaitu ketika putra kecilnya menyaksikan adegan tadi dan berteriak tanpa rasa bersalah, “Wah, tembakan yang hebat!”

Bisa jadi kita tertawa mendengar hal-hal memalukan yang dilontarkan oleh anak-anak kita. Namun, bagaimana reaksi kita membaca orang-orang dalam Mazmur 136 ternyata melakukan hal yang mirip? Israel, umat pilihan yang telah diselamatkan oleh Allah, merayakan kasih setia-Nya yang dialami seluruh makhluk dan mereka sendiri—tetapi musuh-musuh mereka tidak. Mazmur tersebut menyanyikan pujian kepada “Dia yang memukul mati anak-anak sulung Mesir” —(ay.10; lihat juga Keluaran 12:29-30). Tidakkah ini terdengar seperti bersukacita di atas penderitaan keluarga-keluarga yang kehilangan anak mereka?

Oleh sebab itu kita perlu memahami keseluruhan cerita. Ketika terang datang lewat kebangkitan Yesus, barulah seluruh dunia diundang untuk menikmati sukacita menjadi satu keluarga yang saling berbagi kisah, tangis, dan tawa. Hanya setelah kita menerima Yesus sebagai Juruselamat dan dihidupkan kembali dengan Dia, kita dapat bersama-sama merasakan keajaiban Allah yang mengasihi setiap orang—lewat pengorbanan diri-Nya sendiri. —MART DEHAAN

WAWASAN
Mazmur 135 dan 136 mempunyai beberapa kemiripan. Keduanya memuji Allah karena karya ciptanya yang ajaib (135:6-7; 136:4-9). Keduanya menggambarkan peran Allah dalam memelihara umat-Nya ketika orang Israel keluar dari perbudakan di Mesir (135:8-9; 136:10-15). Keduanya juga mengenang bagaimana orang Israel memasuki Tanah Perjanjian dan perbuatan tangan Allah dalam menghalau raja-raja penyembah berhala yang menentang orang Ibrani (135:10-12; 136:17-22). Tema besar dari kedua mazmur tersebut adalah tentang Allah sebagai satu-satunya Allah sejati (135:5,13; 136:1-3,26), dan hanya Dia yang pantas kita puji. Mazmur 136 adalah pujian antifonal; yaitu sebagian jemaat akan menyanyikan kalimat pertama, lalu sebagian jemaat lain akan menanggapi dengan mengucapkan “bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Pola itu diulang-ulang di setiap ayat dari mazmur ini. Menyanyikan kebaikan Allah kepada kita, terutama bersama saudara-saudari seiman, akan mengingatkan kita kepada karakter Allah dan menggerakkan emosi kita untuk rindu mengucap syukur kepada-Nya. —Tim Gustafson

Alasan apa yang diberikan sampai dua puluh enam kali dalam mazmur ini? Bagian mana dari mazmur ini yang menunjukkan bahwa kasih Allah juga meraih mereka yang bukan umat Israel?

Bapa yang tak terlihat oleh kami, terima kasih karena Engkau meyakinkanku untuk percaya bahwa visi dan kasih-Mu bagi setiap orang lebih baik dan lebih luas daripada kasihku kepada diriku sendiri.

Thursday, October 22, 2020

Hari Binatu

 

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. —Matius 28:19

Hari Binatu

Saat berkendara melewati kawasan pemukiman kelas menengah ke bawah dekat gerejanya di Colorado, pendeta Chad Graham mulai mendoakan warga di sana. Kemudian ia berhenti dan masuk ke sebuah gerai binatu mandiri, lalu menemukan tempat itu sangat ramai dengan pelanggan. Salah seorang dari mereka meminta dari Graham uang logam untuk mengoperasikan mesin pengering. Permintaan sederhana itu mengilhami kegiatan mingguan bernama “Hari Binatu” yang disponsori oleh gereja Graham. Jemaat menyumbangkan uang logam dan deterjen kepada gerai itu, berdoa bersama para pelanggan, dan memberikan dukungan kepada pemilik gerai tersebut.

Penjangkauan lingkungan yang dilakukan gereja itu dengan melibatkan sebuah gerai binatu telah mencerminkan Amanat Agung yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Dia berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:18-19). Penyertaan kuasa Roh Kudus akan memampukan kita melakukan penjangkauan di mana saja, termasuk di sebuah gerai binatu. Kita memang tidak melakukannya sendirian. Yesus berjanji, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Pendeta Chad mengalami kebenaran tersebut setelah di gerai itu ia mendoakan Jeff, seorang pelanggan yang sedang berjuang melawan kanker. Chad bercerita, “Ketika kami membuka mata, setiap pelanggan di ruangan itu berdoa bersama kami, dengan tangan-tangan yang terangkat mendoakan Jeff. Itu salah satu momen paling sakral yang saya alami sebagai seorang pendeta.”

Apa yang bisa kita pelajari? Pergilah ke mana saja untuk memberitakan Kristus.—Patricia Raybon

WAWASAN
Perintah Yesus agar murid-murid-Nya pergi dan menjadikan lebih banyak murid (Matius 28:19) umumnya dikenal sebagai Amanat Agung. Namun, terselip di tengah adegan itu ada sebuah frasa yang biasanya jarang mendapat perhatian. Ketika para murid bertemu dengan Yesus di atas bukit, mereka menyembah-Nya. Kemudian dicatat bahwa “beberapa orang ragu-ragu” (ay.17). Beberapa penafsir berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang lain yang hadir dan berdiri agak jauh. Namun, apa yang mereka ragukan? Kata yang diterjemahkan sebagai “ragu-ragu” di dalam bahasa Yunani adalah edistasan. Matius adalah satu-satunya penulis Perjanjian Baru yang menggunakan kata tersebut (yang juga ditemukan dalam 14:31, yang diterjemahkan sebagai “kurang percaya”). Kata itu dapat berarti bimbang, meragukan, atau enggan. Mungkin “enggan” lebih tepat. Bisa jadi mereka yang berdiri agak jauh dari tempat Yesus mengajar (mereka yang berada di pinggiran mungkin belum pernah melihat Kristus yang telah bangkit) menunjukkan keengganan dan tidak langsung menyembah. —J.R. Hudberg

Ke mana kamu bisa melangkah untuk memberitakan Kristus di lingkunganmu hari ini? Bagaimana penyertaan-Nya yang penuh kuasa itu memampukanmu?

Tuhan Yesus, mampukanlah aku untuk memberitakan kabar baik-Mu hari ini—di mana saja Engkau menghendakinya.

Wednesday, October 21, 2020

Apa yang Salah dengan Dunia Ini?

 

Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. —1 Timotius 1:15

Apa yang Salah dengan Dunia Ini?

Surat kabar The London Times pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepada para pembacanya sebelum memasuki abad kedua puluh: Apa yang salah dengan dunia ini?

Pertanyaan yang luar biasa, bukan? Mungkin ada orang yang dengan cepat menjawab: “Tergantung berapa banyak waktu yang diberikan kepadaku untuk menjawabnya?” Jawaban itu cukup masuk akal, karena memang banyak sekali yang salah dengan dunia kita. Singkat cerita, surat kabar itu menerima banyak jawaban, tetapi ada satu jawaban cemerlang yang meski pendek tetapi sangat menarik perhatian. Penulis, penyair, sekaligus filsuf Inggris, G. K. Chesterton, mengirimkan tanggapan dengan kata-kata yang tidak biasa tetapi sangat tepat: “Jawabannya: saya.”

Tidak ada yang tahu kebenaran cerita itu. Namun, jawaban tersebut jelas benar. Jauh sebelum Chesterton, ada seorang rasul bernama Paulus yang kehidupannya jauh dari kriteria seorang warga teladan. Paulus pun mengakui segala cacat celanya di masa lalu: “Aku . . . tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas” (1 Tim. 1:13). Setelah menyebutkan siapa yang hendak diselamatkan Tuhan Yesus lewat kedatangan-Nya (“orang berdosa”), Paulus membuat pernyataan yang mirip dengan jawaban Chesterton: “di antara mereka akulah yang paling berdosa” (ay.15). Paulus tahu persis apa yang salah dengan dunia ini, baik dahulu maupun sekarang. Lebih jauh lagi, ia tahu satu-satunya harapan untuk memperbaiki semuanya itu adalah “kasih karunia Tuhan kita” (ay.14). Kenyataan yang sangat mengagumkan! Kebenaran abadi ini mengajak kita memandang terang kasih Kristus yang menyelamatkan. —John Blase

WAWASAN
Di 1 Timotius 1:13, Paulus mengenang bagaimana sekitar tiga puluh tahun sebelumnya, ia telah menganiaya secara ganas orang-orang yang percaya kepada Yesus, tetapi oleh kasih karunia-Nya, Yesus menyelamatkan dirinya di jalan menuju Damsyik (Kisah Para Rasul 9:10-19; 22:3-21; 26:9-18). Ia menganggap dirinya seseorang yang paling tidak layak untuk menerima belas kasihan dan kasih karunia Allah (1 Timotius 1:13-14). Namun, Allah berfirman kepada Ananias bahwa Paulus adalah “alat pilihan” bagi-Nya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain (Kisah Para Rasul 9:15). Paulus melihat alasan lain dari pilihan Allah untuk menyelamatkannya: “Kristus Yesus memakai [dirinya] sebagai contoh untuk memperlihatkan kepada setiap orang betapa sabarnya Ia terhadap orang yang paling berdosa sekalipun” Karena Allah menyelamatkan Paulus, “orang lain akan sadar, bahwa mereka juga dapat memperoleh hidup kekal” (1 Timotius 1:16 FAYH). Allah memikirkan kita ketika Dia menyelamatkan Paulus—sungguh luar biasa! Paulus dengan jelas menyatakan bahwa jika Yesus sanggup menyelamatkan dan memakai dirinya, orang yang paling berdosa, maka tidak seorang pun yang tidak sanggup diselamatkan oleh belas kasihan dan kasih karunia Allah. —K.T. Sim

Apa yang salah dengan dunia ini? Dapatkah kamu memakai jawaban Paulus dan Chesterton? Bagaimana cara kamu menerima kenyataan itu tanpa harus membenci diri sendiri?

Ya Allah, terima kasih untuk kesabaran-Mu yang luar biasa terhadap diriku, orang berdosa. Bagi-Mulah segala hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya.

Tuesday, October 20, 2020

Luka Emas

 

Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku. —2 Korintus 11:30

Luka Emas

Di Belanda, sekelompok perancang busana menawarkan pelatihan yang diberi nama “Golden Joinery.” Kegiatan ini terinspirasi dari teknik Kintsugi asal Jepang, suatu seni memperbaiki porselen yang retak atau pecah dengan garis emas yang terlihat. Para peserta pelatihan diajak bekerja sama memperbaiki pakaian yang robek dengan cara-cara yang sengaja memperlihatkan daripada menutupi bagian yang diperbaiki. Peserta yang diundang diminta membawa “baju kesayangan yang sudah robek dan memperbaikinya dengan emas.” Setelah dijahit kembali, hasil perbaikannya menjadi semacam hiasan yang terlihat seperti “luka emas.”

Baju-baju itu diubah dengan cara menonjolkan bagian-bagian yang koyak atau usang. Mungkin ini mirip seperti yang dimaksud Rasul Paulus ketika ia mengatakan bahwa ia akan “bermegah” dalam hal-hal yang memperlihatkan kelemahannya. Walaupun Rasul Paulus pernah mendapatkan “penyataan-penyataan yang luar biasa”, ia tidak bermegah tentang hal tersebut (2 Kor. 12:6-7). Ia dihalangi untuk menjadi angkuh atau terlalu percaya diri oleh suatu “duri di dalam daging” (ay.7). Tidak ada yang tahu pasti apa yang dimaksud oleh sang rasul—mungkin depresi, penyakit malaria, aniaya dari musuh, atau hal lain. Apa pun itu, Paulus memohon kepada Allah agar duri itu disingkirkan darinya. Namun, Allah berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah, kuasa-Ku menjadi sempurna” (ay.9).

Sama seperti robekan di kain tua dapat berubah menjadi tampilan yang indah di tangan para perancang, demikian pula kebobrokan dan kelemahan diri kita dapat dipakai Allah sebagai sarana untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya. Dialah yang memulihkan kita, mengubah kita, dan membuat kelemahan kita menjadi indah. —Amy Peterson

WAWASAN
Menanggapi guru-guru palsu yang mengatakan bahwa ia bukan rasul sejati karena ia tidak mempunyai pengalaman rohani yang spektakuler, Paulus sengaja bermegah atas penglihatan dan wahyu luar biasa yang pernah diterimanya (2 Korintus 12:1-7). Setelah diubah dan ditugaskan menjadi rasul melalui penglihatan Kristus yang telah bangkit (Kisah Para Rasul 9:1-19; 22:17-21), Paulus pun membawa berita Injil ke tanah Eropa dengan dituntun penglihatan tentang “seorang Makedonia” (16:6-10). Lalu, Paulus “diangkat ke Firdaus” dan melihat surga (2 Korintus 12:1-4). Menyombongkan diri seperti itu sama sekali bukan watak Paulus, karena ia “tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahan[nya]” (ay.5; lihat juga 11:30; Galatia 6:14). —K.T. Sim

Kelemahan apa saja yang kamu coba sembunyikan dari orang lain? Bagaimana Allah telah menunjukkan kuasa-Nya melalui kelemahanmu?

Ya Allah, biarlah semua lukaku menjadi emas lewat kesembuhan dan pemulihan yang Engkau kerjakan, agar nama-Mu semakin dimuliakan.

Monday, October 19, 2020

Kasih Mengalahkan Kebencian

 

Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. —Lukas 23:34

Kasih Mengalahkan Kebencian

Dalam kurun waktu 24 jam setelah kematian tragis ibunya, Chris berulang kali menggumamkan kalimat yang menguatkan ini: “Kasih mengalahkan kebencian.” Ibunya yang bernama Sharonda tewas bersama delapan orang lain saat sedang mengikuti pendalaman Alkitab di Charleston, Carolina Selatan. Apa yang telah begitu kuat membentuk kehidupan remaja ini sehingga kata-kata itu dapat keluar dari bibir dan hatinya? Chris percaya kepada Tuhan Yesus dan ia memiliki ibu yang “mengasihi semua orang dengan segenap hatinya.”

Lukas 23:26-49 seperti membawa kita menyaksikan langsung hukuman mati terhadap dua orang penjahat dan Yesus yang tidak bersalah (ay.32). Ketiga orang itu disalibkan (ay.33). Di tengah desah napas dan rintihan orang-orang yang tergantung di kayu salib, kata-kata ini terdengar keluar dari mulut Yesus: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (ay.34). Inisiatif jahat yang didasari kebencian para pemimpin agama telah mengakibatkan disalibkannya satu Pribadi yang selalu berbicara tentang kasih. Meski dalam kesakitan yang luar biasa, kasih Yesus tetap tak terkalahkan.

Pernahkah kamu atau seseorang yang kamu kasihi menjadi sasaran kebencian, kedengkian, atau kepahitan orang lain? Kiranya kepedihan hatimu mendorongmu untuk berdoa, dan kiranya teladan Yesus dan orang-orang seperti Chris menguatkanmu, sehingga dengan kuasa Roh Kudus, kamu memilih untuk mengasihi daripada membenci. —Arthur Jackson

WAWASAN
Di Lukas 23:34, Yesus meminta Allah Bapa untuk mengampuni mereka yang mengolok-olok dan menyalibkan-Nya. Orang banyak dan para pemimpin mengejek Dia dengan berkata, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah” (ay.35). Mereka tidak memahami bahwa Yesus sedang menyelamatkan orang lain, termasuk mereka, dengan kerelaan-Nya memberikan nyawa-Nya. Yang perlu dilakukan hanyalah menerima karunia keselamatan itu. Mazmur 22 menggema melalui kata-kata Lukas. Perkataan di Mazmur 22:9, “Biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?” tecermin dalam Lukas 23:35. Peristiwa Yesus diolok-olok adalah penggenapan Mazmur 22:7-19, yang menggambarkan “gerombolan penjahat” mengepung-Nya, menusuk tangan dan kaki-Nya, serta membuang undi atas jubah-Nya. Para pengolok-olok itu kemungkinan tidak menyadari bahwa tindakan-tindakan mereka menggenapi nubuatan Perjanjian Lama dan dengan demikian membuktikan bahwa Kristus adalah Mesias. —Julie Schwab

Pernahkah kamu merasa sulit mengasihi seseorang? Adakah seseorang yang sulit untuk kamu ampuni saat ini? Langkah-langkah apa yang mungkin perlu kamu lakukan?

Ya Bapa, ampunilah aku ketika aku sulit mengampuni orang lain. Tolonglah aku untuk dapat menunjukkan bahwa kasih mengalahkan kebencian.

Sunday, October 18, 2020

Musik di Angkasa

 

Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui. —Yesaya 55:6

Musik di Angkasa

Bayangkanlah hidup tanpa ponsel, Wi-Fi, GPS, Bluetooth, atau oven microwave. Demikianlah keadaan kota kecil Green Bank, Virginia Barat, yang dikenal sebagai “kota paling hening di Amerika.” Di sanalah juga terdapat Observatorium Green Bank, teleskop radio terbesar di dunia. Teleskop itu membutuhkan “keheningan” untuk dapat “mendengarkan” gelombang radio yang secara alamiah dipancarkan oleh gerakan pulsar dan galaksi di luar angkasa. Observatorium itu memiliki luas permukaan lebih besar daripada sebuah lapangan sepak bola, dan berdiri tepat di pusat Zona Tenang Radio Nasional, suatu kawasan seluas 33.670 kilometer persegi yang dibangun untuk mencegah terjadinya intervensi elektronik yang dapat mengganggu kepekaan teleskop yang sangat tinggi.

Keheningan yang disengaja ini memungkinkan para ilmuwan mendengar “musik di angkasa”. Hal ini mengingatkan saya bahwa kita juga perlu berdiam diri agar bisa mendengarkan suara Sang Pencipta alam semesta. Melalui Nabi Yesaya, Allah menyampaikan pesan kepada suatu umat yang tidak taat dan menyimpang, “Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu” (Yes. 55:3). Allah menjanjikan kasih setia-Nya kepada semua orang yang mau mencari Dia dan memohon pengampunan dosa dari-Nya.

Kita bisa memilih untuk mendengarkan Allah dengan cara memalingkan perhatian kita dari segala hal yang menghalangi kita untuk kemudian bertemu dengan-Nya lewat Kitab Suci dan doa. Dia tidaklah jauh, dan Dia rindu kita meluangkan waktu bersama-Nya agar Dia menjadi prioritas kita sehari-hari di dunia, dan kelak di keabadian.—JAMES BANKS

WAWASAN
Dilepaskan dari rasa haus dan dikenyangkan oleh sajian yang paling lezat adalah gambaran dari berkat yang turun dari perjanjian Allah dengan Daud. Kita juga memperoleh berkat tersebut melalui Yesus Kristus, Anak Daud, yang menggenapi janji Allah kepada Daud tentang dinasti kekal dari keturunannya (2 Samuel 7:12-16). Melalui Daud dan keturunannya, Yesus, Allah akan terus mengaruniakan “saksi bagi bangsa-bangsa” yang menyatakan bahwa Yahweh adalah “Yang Mahakudus, Allah Israel” (Yesaya 55:4-5). Gereja kemudian digambarkan juga sebagai saksi tersebut (Kisah Para Rasul 1:8). —Con Campbell

Mengapa mendengarkan Allah sangat penting bagi hidupmu? Dengan cara apa kamu berencana meluangkan waktu bagi-Nya?

Tolonglah aku untuk berdiam di hadirat-Mu hari ini, ya Allah Mahakasih, walaupun hanya sebentar! Sungguh, tiada yang lebih berarti daripada waktuku bersama-Mu!

Saturday, October 17, 2020

Hati yang Senang Menyanyi

 

Marilah kita bersorak-sorai untuk Tuhan, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita. —Mazmur 95:1

Hati yang Senang Menyanyi

Lagu pujian itu terdengar sampai ke bawah . . . pada pukul setengah tujuh pagi di hari Sabtu. Saya pikir belum ada yang bangun tidur, tetapi suara serak putri bungsu saya menunjukkan itu tidak sepenuhnya benar. Meski belum sadar betul, bibirnya sudah mengeluarkan lagu pujian.

Putri bungsu saya senang menyanyi. Ia bahkan tidak pernah berhenti menyanyi. Ia menyanyi saat bangun tidur. Saat berangkat ke sekolah. Saat hendak tidur. Ia lahir dengan nyanyian dalam hatinya—dan kebanyakan lagu-lagunya adalah tentang Yesus. Ia memuji Allah kapan saja, di mana saja.

Saya senang mendengar anak perempuan saya bernyanyi dengan sederhana tetapi penuh ketulusan dan kesungguhan. Lagu-lagunya yang spontan dan ceria menggemakan ajakan untuk memuji Allah yang dapat kita temukan di seluruh Kitab Suci. Di Mazmur 95, kita membaca, “Marilah kita bersorak-sorai untuk Tuhan, bersorak-sorak bagi gunung batu keselamatan kita” (ay.1). Lebih lanjut, kita belajar bahwa pujian ini keluar dari pengenalan kita tentang diri-Nya (“Sebab Tuhan adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah,” ay.3)—dan kesadaran siapa kita bagi Dia (“Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya,” ay.7).

Bagi putri saya, kebenaran-kebenaran itu adalah yang pertama ia pikirkan di pagi hari. Oleh anugerah Allah, penyembah cilik ini mengingatkan kami kepada sukacita dari menaikkan pujian bagi Tuhan.—ADAM R. HOLZ

WAWASAN
Mazmur 95 termasuk dalam kelompok mazmur yang disebut “mazmur penobatan” atau “mazmur kerajaan” karena di dalamnya digunakan gambaran seorang raja merayakan dan menyatakan kekuasaan Allah yang berdaulat atas semua penciptaan dan seluruh perjalanan sejarah. Contoh lain dari mazmur penobatan adalah Mazmur 47, 93, 96-99. Mazmur-mazmur kerajaan itu mengandung pernyataan-pernyataan seperti “TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi” (47:3). Takhta-Nya “tegak sejak dahulu kala, dari kekal Engkau ada” (93:2); “TUHAN adalah Allah yang besar, dan Raja yang besar mengatasi segala allah” (95:3). Mazmur 95 dapat dibagi menjadi dua bagian: panggilan beribadah kepada Allah sebagai Raja (ay.1-7a) dan peringatan untuk tidak menolak-Nya sebagai Raja (ay.7b-11). Dalam peringatannya, pemazmur menyebutkan sejarah pemberontakan Israel dan kurangnya iman mereka kepada Allah di Meriba dan Masa (ay.8; lihat Keluaran 17:1-7). Mazmur 95 inilah yang diingat penulis kitab Ibrani ketika ia menulis Ibrani 3:7-11. —K.T. Sim

Apa yang mendorongmu memuji Allah atas kasih setia-Nya yang kamu rasakan? Lagu apa saja yang dapat menolongmu mengingat dan memperhatikan karakter serta kebaikan-Nya?

Ya Allah, aku berterima kasih atas diri-Mu dan atas segala yang telah Engkau lakukan bagiku—dan untuk seluruh umat-Mu—dengan mengundang kami menjadi umat gembalaan-Mu. Biarlah aku mengisi hari ini dengan lagu-lagu pujian atas kebaikan-Mu.

Friday, October 16, 2020

Pelan Tapi Pasti

 

Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon. —Matius 13:32

Pelan Tapi Pasti

Tanpa sengaja, saya pernah bertemu dengan seorang teman lama yang menceritakan apa saja kegiatannya selama ini. Harus saya akui bahwa ceritanya terdengar sulit dipercaya. Namun, hanya beberapa bulan setelah pertemuan itu, grup musik teman saya mulai dikenal luas lewat lagu hit yang terdengar di radio dan iklan TV. Ketenarannya melesat bagai meteor.

Kita bisa jadi sangat terobsesi dengan pengakuan dan kesuksesan—sesuatu yang besar dan fenomenal, yang cepat dan melesat bagaikan meteor. Padahal perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi menggambarkan Kerajaan Surga (pemerintahan Allah di bumi) sebagai hal-hal kecil, tersembunyi, dan seakan tidak berarti, tetapi yang bekerja secara bertahap, pelan, dan pasti.

Kerajaan itu sendiri seperti Rajanya. Karya Kristus mencapai titik puncak dalam kehidupan dan kematian-Nya, bagaikan biji yang dipendam dalam tanah; atau ragi yang tersembunyi dalam adonan. Namun, Dia bangkit. Bagai pohon tumbuh menembus tanah dan roti mengembang jika dipanggang, Yesus bangkit.

Kita dipanggil untuk menjalani hidup menurut cara-Nya, dengan terus berkarya meskipun tak terlihat. Kita berjuang melawan godaan untuk menyelesaikan masalah dengan cara kita sendiri, untuk menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan, dan menjadikan hasil sebagai alasan pembenaran diri. Hasil itu—“pohon [tempat] burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya” (ay.32) dan roti yang memberi makan banyak orang—adalah semata-mata karya Kristus, bukan hasil usaha kita.—GLENN PACKIAM

WAWASAN
Cara Matius memakai nubuat Perjanjian Lama sering kali sangat menarik, dan hal itu terlihat jelas di Matius 13:35. Setelah Yesus menceritakan beberapa perumpamaan, Matius menegaskan bahwa jenis pengajaran tersebut menggenapi nubuat. Namun, pernyataan yang dikutipnya tidak berasal dari salah satu nabi di Israel, melainkan dari salah satu pemazmur, Asaf, sang pemimpin ibadah dalam Mazmur 78:2. Hal itu mungkin mengherankan bagi pembaca Yahudi di abad pertama, tetapi tidak harus membuat kita heran. Kita memahami bahwa seluruh Perjanjian Lama sesungguhnya mengacu kepada Yesus. Ketika berjalan dengan dua murid di jalan menuju Emaus pada hari kebangkitan-Nya, Yesus “menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (Lukas 24:27). —Bill Crowder

Hal apa saja yang kelihatannya tidak berarti tetapi dapat kamu lakukan untuk menguatkan atau memberkati orang lain? Di mana kamu perlu berhenti membandingkan diri dengan orang lain atau mengejar keberhasilan dan kesuksesan yang palsu?

Tuhan Yesus, terima kasih Engkau sering bekerja dalam hal-hal kecil, tersembunyi dan seakan tidak berarti. Tolong aku mempercayai bahwa Engkau selalu bekerja sekalipun aku tidak bisa melihat-Mu. Mampukanlah aku untuk tetap setia sampai akhir.

Thursday, October 15, 2020

Penginjil atau Petani?

 

Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, —yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu . . . sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota—menerima pertumbuhannya. —Efesus 4:16

Penginjil atau Petani?

Konon pada suatu ketika, dua bersaudara laki-laki bernama Billy dan Melvin sedang berada di tanah pertanian keluarga ketika mereka melihat sebuah pesawat yang lewat membuat tulisan “GP” di langit.

Kedua kakak-beradik itu memaknai tulisan tersebut secara berbeda. Yang satu menganggap tulisan itu berarti “Go Preach” atau “Pergilah Berkhotbah,” sementara yang lain menganggap tulisan itu berarti “Go Plow” atau “Pergilah Membajak.” Di kemudian hari, sang anak bernama Billy Graham menyerahkan dirinya untuk mengabarkan Injil dan menjadi salah satu tokoh penginjilan dunia. Sementara itu, saudaranya yang bernama Melvin melanjutkan dengan setia usaha pertanian keluarga selama bertahun-tahun.

Terlepas dari tulisan di langit itu, bila Allah benar-benar memanggil Billy menjadi pengkhotbah dan Melvin menjadi petani, maka keduanya sama-sama telah menghormati Allah melalui pekerjaan masing-masing. Meskipun Billy sukses dalam pelayanan khotbahnya, itu tidak membuat ketaatan Melvin kepada panggilannya sebagai petani menjadi kurang berarti.

Allah memang menetapkan sebagian orang untuk melakukan pelayanan penuh waktu (Ef. 4:11-12), tetapi itu tidak berarti mereka yang memiliki pekerjaan atau peran lain tidak melakukan hal yang sama pentingnya. Paulus mengatakan bahwa kedua-duanya harus berbuat “sesuai dengan kadar pekerjaan” masing-masing (ay.16). Artinya, kita memuliakan Tuhan Yesus ketika kita setia memakai segala karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita. Dengan demikian, baik sebagai “penginjil” atau “petani”, kita dapat memberikan pengaruh demi nama Yesus, di mana pun kita melayani atau bekerja.—DAVE BRANON

WAWASAN
Dalam Efesus 4, Paulus menyatakan bahwa ketika Kristus naik, Dia “memberikan pemberian-pemberian kepada manusia” (ay.8). Dalam Roma 12:3-8, Paulus menulis bahwa orang-orang yang percaya kepada Yesus telah menerima karunia mereka masing-masing untuk dipakai menunjang orang percaya lainnya dalam satu tubuh Kristus. Termasuk di dalam daftar itu adalah karunia bernubuat, melayani, mengajar, menasihati, berbagi, memimpin, dan menunjukkan kemurahan. Dalam 1 Korintus 12-14, Paulus memberikan daftar lain, bersama perintah yang rinci tentang cara menggunakan karunia-karunia tersebut untuk membangun jemaat. “Karunia-karunia Roh” itu harus dipakai “untuk kepentingan bersama” (12:1,7). —Alyson Kieda

Bagaimana kamu dapat menggunakan karuniamu untuk memuliakan Allah dalam pekerjaanmu? Bagaimana kamu dapat mendorong orang lain supaya mereka juga memakai panggilan mereka sebagai jalan untuk melayani Tuhan?

Pakailah aku, ya Allah, di mana pun Engkau menempatkanku. Tolonglah aku melihat bahwa perkataan, perbuatan, dan etos kerjaku dapat memberikan pengaruh yang besar kepada rekan-rekan kerjaku.

Wednesday, October 14, 2020

Bertumbuh Bersama

 

Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. —Kolose 3:15

Bertumbuh Bersama

Dalam suatu pertandingan bisbol, suami saya, Alan, menempati posisi lapangan di bawah lampu sorot. Ketika bola dipukul tinggi oleh lawan menuju sudut lapangan yang gelap, Alan berlari secepat mungkin untuk menangkapnya. Karena matanya tertuju pada bola, ia tidak melihat ada pagar besi di depan dan menabraknya! Malam itu, saya menanyakan keadaannya. Sambil mengusap-usap pundaknya yang sakit, ia berkata, “Seandainya saja tadi teman-temanku memperingatkan kalau aku sedang berlari ke arah pagar.” Suatu tim baru berfungsi baik bila anggota-anggotanya bekerja sama. Cedera Alan bisa saja dihindari apabila rekan setimnya memperingatkannya lebih awal.

Kitab Suci mengingatkan bahwa setiap anggota jemaat dimaksudkan untuk bekerja sama dan memperhatikan satu sama lain, seperti sebuah tim. Rasul Paulus menyatakan bahwa Allah peduli kepada cara kita berinteraksi satu sama lain, karena apa yang dilakukan oleh satu orang dapat memberi dampak kepada seluruh komunitas orang percaya (Kol. 3:13-14). Ketika kita tidak melewatkan kesempatan yang ada untuk melayani satu sama lain, dengan sungguh-sungguh mementingkan kesatuan dan perdamaian, gereja akan berkembang (ay.15).

Paulus memerintahkan umat Tuhan di Kolose: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani” (ay.16). Dengan cara itulah kita dapat mendorong dan menjaga satu sama lain melalui hubungan yang jujur dan didasari kasih, menaati dan memuji Allah dengan hati yang penuh syukur—supaya kita semua bertumbuh bersama.—XOCHITL DIXON

WAWASAN
Dalam kitab Kolose, Paulus melawan filsafat “yang kosong dan palsu” (2:8) dengan menguraikan kenyataan yang ajaib bahwa orang-orang percaya mati dan dibangkitkan bersama Kristus menjadi satu tubuh dan keluarga baru yang dipersatukan di dalam Dia (ay.20; 3:1) Untuk menjelaskan bagaimana hidup menurut identitas baru di dalam Yesus, Paulus menggunakan metafora tentang melepaskan dan mengenakan pakaian. Mereka harus “[mem]buang” (3:8, “menanggalkan” secara harfiah) identitas dan kebiasaan lama, lalu “mengenakan” (manusia baru) melalui Roh Kudus dengan kualitas yang indah dari identitas baru mereka di dalam Kristus (ay.10,12). —Monica La Rose

Bagaimana kamu dapat membagikan firman Tuhan kepada orang lain untuk membangun kesatuan dan kasih dalam tubuh Kristus? Bagimu, apa arti memiliki “perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu”?

Allah Bapa, terima kasih Engkau memakai Kitab Suci untuk mengajarku, Roh-Mu untuk membimbingku, dan umat-Mu untuk membuatku tetap berfokus serta bertanggung jawab.

Tuesday, October 13, 2020

Allah Memegang Kita

 

Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan. —Yesaya 41:10

Allah Memegang Kita

Fredie Blom asal Afrika Selatan diakui luas sebagai manusia tertua di dunia. Ia berulang tahun ke-114 pada tahun 2018. Blom yang lahir pada tahun 1904, semasa Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang pertama mereka, pernah melewati dua Perang Dunia, masa politik apartheid, dan era Depresi Besar. Ketika ditanya rahasia umur panjangnya, Blom mengaku tidak tahu. Seperti kebanyakan dari kita, ia tidak selalu menjaga makan atau melakukan aktivitas tertentu untuk tetap sehat. Namun, ada satu hal yang dikemukakan Blom sebagai alasannya: “Hanya satu hal, yaitu [Tuhan]. Dia yang berkuasa . . . Dia memegangku.”

Jawaban Blom mengingatkan kita kepada firman yang pernah diucapkan Allah kepada umat Israel, ketika bangsa itu menderita di bawah penindasan musuh yang kejam. “Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau,” Allah berjanji. “Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yes. 41:10). Seberat apa pun situasinya, dan sekecil apa pun harapan untuk mendapatkan kelegaan, Allah meyakinkan umat-Nya bahwa Dia akan menjaga mereka dengan kasih pemeliharaan-Nya. “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,” tegas-Nya. “Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu” (ay.10).

Berapa pun lamanya kita hidup di dunia, beragam kesulitan pasti datang silih berganti. Mungkin ada di antara kita yang mengalami masalah dalam pernikahan, atau anak yang meninggalkan rumah. Yang lain mungkin menerima kabar yang mencemaskan dari dokter, sementara yang lain teraniaya karena iman. Namun, Allah tetap mengulurkan tangan-Nya dan memegang kita kuat-kuat. Dia mendekap dan menjaga kita dengan tangan kasih-Nya yang kuat.—WINN COLLIER

WAWASAN
Rasa takut adalah salah satu emosi yang paling umum digambarkan dalam Alkitab. Kata takut yang ditemukan dalam Yesaya 41 adalah terjemahan dari kata yare dalam bahasa Ibrani. Kata itu mempunyai berbagai arti, termasuk “merasa gentar; kagum; takjub, atau menghormati.” Di ayat 5, “pulau-pulau” dan “ujung-ujung bumi” takut kepada kuasa Allah yang dahsyat. Namun, di ayat 10, Allah memberitahukan Israel untuk tidak takut terhadap apa yang telah dilakukan-Nya. Israel tidak perlu bereaksi seperti bangsa-bangsa lain karena Allah telah memilih Israel dan menjamin kasih-Nya kepada mereka. —J.R. Hudberg

Pernahkah kamu merasa begitu terkucil atau lemah? Apakah mengetahui bahwa Allah memegang hidupmu dengan tangan-Nya yang kuat membuatmu merasa terhibur?

Ya Allah, yakinkan aku bahwa Engkau memegangku kuat-kuat karena aku merasa berada di ujung tanduk saat ini. Aku percaya Engkau akan menolong dan memelihara hidupku.

Monday, October 12, 2020

Mengasihi Orang Asing

 

Kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir. —Imamat 19:34

Mengasihi Orang Asing

Ketika saya pindah ke luar negeri, ada sebuah pengalaman di awal yang membuat saya merasa kurang diterima. Setelah duduk di sebuah gereja kecil tempat suami saya akan berkhotbah hari itu, seorang lelaki tua membuat saya kaget ketika tiba-tiba ia berkata dengan nada kasar, “Minggir.” Istrinya meminta maaf dan menjelaskan bahwa saya duduk di bangku yang selalu mereka duduki. Bertahun-tahun kemudian baru saya tahu bahwa gereja itu pernah menyewakan tempat duduk untuk pendanaan gereja, sekaligus memastikan bahwa bangku-bangku tertentu tidak akan ditempati oleh orang lain. Rupanya sebagian jemaat masih memelihara mentalitas seperti itu hingga puluhan tahun kemudian.

Belakangan, saya merenungkan bagaimana Allah memerintahkan orang Israel untuk menyambut orang asing dengan cara yang sangat jauh berbeda dengan adat istiadat yang saya alami. Saat menetapkan hukum-hukum yang memungkinkan umat-Nya terus berkembang, Allah mengingatkan mereka untuk menyambut orang asing karena mereka sendiri pernah menjadi orang asing (Im. 19:34). Tidak saja harus memperlakukan orang asing dengan baik (ay.33), umat Israel juga harus mengasihi mereka “seperti diri [mereka] sendiri (ay.34). Allah telah menyelamatkan mereka dari penindasan di Mesir dan memberi mereka tempat tinggal di negeri yang “berlimpah-limpah susu dan madunya” (Kel. 3:17). Dia mengharapkan umat-Nya mengasihi orang lain yang juga tinggal bersama mereka di sana.

Saat kamu bertemu orang asing di sekitarmu, mintalah kepada Allah agar Dia menunjukkan apa saja adat istiadat yang selama ini mungkin menghalangimu untuk membagikan kasih-Nya kepada mereka.—Amy Boucher Pye

WAWASAN
Kitab Imamat tidak selalu mudah untuk dibaca. Kita mungkin terbantu jika kita memahami tujuannya, dan tujuan itu terkandung dalam nama kitab tersebut. Kitab-kitab dalam Alkitab Ibrani diberi nama berdasarkan beberapa kata pertamanya; sedangkan di Barat, kitab-kitab dalam Alkitab sering kali diberi nama sesuai maksud penulisan kitab tersebut. Dalam Alkitab Ibrani, kitab Imamat disebut Vayikra, yang berarti “Dan Dia memanggil” (diambil dari ayat pembuka, “TUHAN memanggil Musa”). Judul dalam bahasa Indonesia, Imamat, dan bahasa Inggris, Leviticus, diambil dari kandungan kitab tersebut, yaitu berbagai ritual, persembahan, dan tuntutan ritus agama dan kesucian. Nama itu diambil dari fakta bahwa ritus-ritus tersebut dipraktikkan oleh para imam yang berasal dari bani Lewi. Dengan memahami bahwa tanggung jawab para imam Lewi dalam memimpin umat untuk beribadah dapat menolong kita membaca kitab ini sesuai waktu, konteks, dan tujuannya. —Bill Crowder

Mengapa begitu penting bagi kita untuk menyambut orang asing ke dalam rumah dan gereja kita? Apa kesulitan terbesar yang kamu alami dalam mengasihi orang asing? Namun, apa berkat terbesar yang mungkin kamu dapatkan?

Allah Bapa, Engkau telah menyambutku dengan tangan terbuka, karena Engkau mengasihiku hari demi hari. Berilah kasih-Mu kepadaku agar dapat kubagikan juga kepada orang lain.

Sunday, October 11, 2020

Dicari: Hikmat

 

Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk . . . membedakan antara yang baik dan yang jahat. —1 Raja-raja 3:9

Dicari: Hikmat

Kenneth, seorang bocah berusia dua tahun, sempat hilang. Namun, hanya dalam tempo tiga menit setelah ibunya menghubungi nomor darurat 911, seorang petugas menemukannya di sebuah pasar malam yang jauhnya dua blok dari rumah. Sang ibu pernah menjanjikan Kenneth bahwa ia bisa pergi ke sana hari itu bersama kakeknya. Namun, Kenneth justru mengendarai mobil-mobilan traktornya sendiri ke sana, dan memarkirnya di dekat wahana permainan kesukaannya. Setelah si bocah pulang dengan selamat, ayahnya dengan bijak melepas baterai traktor mainan itu.

Kenneth bisa dibilang sangat pintar karena bisa sampai ke tujuan yang diinginkannya, tetapi ada satu hal penting yang belum dimiliki seorang anak berusia dua tahun: hikmat. Bahkan kadang-kadang orang dewasa pun bisa kekurangan hikmat. Salomo, yang diangkat menjadi raja oleh Daud ayahnya (1 Raj. 2), mengakui bahwa ia merasa masih terlalu muda. Allah menampakkan diri kepadanya dalam mimpi dan berkata, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu” (3:5). Salomo menjawab, “Aku masih sangat muda dan belum berpengalaman. . . . Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat” (ay.7-9). Allah mengaruniakan kepada Salomo “hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut” (4:29).

Dari manakah kita dapat memperoleh hikmat yang kita butuhkan? Salomo mengatakan bahwa “permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan” (Ams. 9:10). Jadi, kita bisa mulai dengan meminta Allah mengajarkan kepada kita tentang diri-Nya dan memberi kita hikmat yang melebihi hikmat manusia. —Anne Cetas

WAWASAN
Kisah hidup Raja Salomo begitu berliku-liku. Sebagai tanggapan atas permohonan Salomo agar ia dapat membedakan yang baik dengan yang jahat, Allah memberkatinya dengan hikmat besar (1 Raja-Raja 3:9-12). Namun, tidak mudah bagi Salomo untuk menerapkan hikmat tersebut dalam seluruh kehidupannya. Di awal pasal ini kita melihat bagaimana ia telah mengabaikan rencana Allah bagi Israel. Supaya bersekutu dengan Mesir, ia menikahi putri Firaun (3:1), suatu pola yang diteruskannya hingga tahun-tahun mendatang (11:1-8). Itu mengakibatkan hati Salomo berpaling “kepada allah-allah lain” (ay.4). Bangsa Israel menjadi besar di bawah pemerintahan Salomo, tetapi kerajaan itu akan terpecah karena dosa-dosanya (ay.9-13). —Tim Gustafson

Dalam hal apa sajakah kamu membutuhkan hikmat Allah? Bagaimana caramu memperoleh hati yang mau diajar?

Aku selalu membutuhkan hikmat-Mu, ya Allah. Aku ingin mengikuti jalan-jalan-Mu. Tunjukkanlah kepadaku jalan yang harus kutempuh.

Saturday, October 10, 2020

Bergulat Melawan Naga

 

Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka. —Kolose 2:15

Bergulat Melawan Naga

Pernahkah kamu bergulat melawan naga? Jika jawabannya tidak, dengarlah pendapat Eugene Peterson. Dalam buku A Long Obedience in the Same Direction, ia menulis, “Naga merupakan proyeksi dari ketakutan kita, wujud mengerikan dari segala sesuatu yang bisa mencelakakan kita . . . Naga bisa membuat seseorang merasa kalah telak.” Maksud Peterson adalah bahwa hidup ini memang penuh dengan “naga”: krisis kesehatan yang mengancam nyawa, pemutusan hubungan kerja yang tiba-tiba, kegagalan dalam pernikahan, kepergian anak yang memberontak. Semua “naga” itu adalah tantangan dan persoalan hidup yang terlalu besar untuk kita hadapi sendirian.

Namun, dalam pertempuran yang kita hadapi, kita memiliki seorang Pahlawan. Bukan pahlawan seperti dalam cerita dongeng, melainkan Pahlawan terbesar yang telah bertarung menggantikan kita dan menaklukkan naga-naga yang berusaha menghancurkan kita. Baik naga-naga itu adalah akibat dari kegagalan kita sendiri atau si musuh rohani yang ingin menghancurkan kita, Pahlawan kita jauh lebih besar. Karena itu, Paulus dapat menulis tentang Yesus, Sang Pahlawan: “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka” (Kol. 2:15). Segala kuasa yang merusak di dalam dunia yang berdosa ini tidak bisa dibandingkan dengan Dia!

Saat menyadari bahwa naga-naga dalam hidup ini terlalu besar untuk kita hadapi sendiri, kita dapat mengandalkan pertolongan dari Kristus. Kita bisa berkata dengan yakin, “Syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Kor. 15:57).—Bill Crowder

WAWASAN
Surat Paulus kepada jemaat di Kolose menerangkan sebuah rahasia yang sudah tersimpan sejak lama. Bagaimana kematian yang tidak adil dari Juruselamat Yahudi yang telah lama dinantikan dapat membawa pengharapan, bukan saja kepada Israel, tetapi juga kepada orang-orang dari segala bangsa (Kolose 1:26-27)? Tidak ada yang dapat menduganya. Dalam seluruh kepenuhan Allah, Sang Putra menanggung dosa dan aib semua manusia supaya Dia dapat hidup di dalam kita (ay.19-20). Seperti yang ditulis Paulus dalam suratnya yang lain, seandainya musuh-musuh Yesus mengetahui apa yang mereka perbuat, “mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia (1 Korintus 2:8). Tidak ada yang menduga bagaimana aib dari hukuman mati yang diderita Kristus di muka umum mengungkapkan hati Allah, sekaligus menyingkapkan kebobrokan para pemimpin agama dan politik saat itu. Namun, seperti yang diungkapkan Paulus kepada para pembacanya yang Yahudi maupun yang bukan Yahudi, itulah rahasia tentang Kerajaan Allah penuh rahmat yang telah lama dinantikan (Kolose 3:12-17). Kekayaan kebaikan Allah itulah perwujudan dari kehadiran Kristus “di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan” (1:27). —Mart DeHaan

“Naga” apa saja yang sedang kamu hadapi dalam hidupmu sekarang? Bagaimana kemenangan Kristus di kayu salib dapat menguatkanmu menghadapi berbagai persoalan tersebut?

Ya Bapa, terima kasih karena penyertaan-Mu lebih dari cukup bagiku untuk menghadapi berbagai ancaman yang kuhadapi hari ini. Berilah aku hikmat dan kekuatan untuk berjalan bersama-Mu, dan mempercayai anugerah-Mu itu cukup bagiku.

Friday, October 9, 2020

Kritikan Pedas

 

Orang yang sabar memadamkan perbantahan. —Amsal 15:18

Kritikan Pedas

Kata-kata yang keras dapat menyakitkan hati. Teman saya—seorang penulis peraih penghargaan—merasa sulit menanggapi kritik yang ia terima. Buku barunya sudah mendapatkan banyak pujian sekaligus penghargaan. Namun kemudian, seorang pengulas di sebuah majalah terkenal memberinya pujian yang dibungkus kritikan, dengan menggambarkan bukunya sebagai novel yang ditulis dengan baik tetapi masih terdapat banyak kekurangan di sana-sini. Memikirkan hal itu, teman saya pun meminta pendapat teman-temannya, “Bagaimana saya harus menanggapinya?”

Seorang teman menyarankan untuk mengabaikannya. Saya membagikan saran yang saya dapat dari majalah tulis-menulis, termasuk cara-cara praktis untuk mengabaikan kritik atau memetik pelajaran darinya tanpa perlu berhenti menulis dan berkarya.

Namun, akhirnya, saya memutuskan untuk melihat apa yang diajarkan oleh Alkitab—yang memberikan saran-saran terbaik—tentang menanggapi kritikan pedas. Kitab Yakobus menasihatkan, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (1:19). Rasul Paulus menasihati kita untuk “sehati sepikir dalam hidup [kita] bersama” (Rm. 12:16).

Ada pula satu pasal dalam kitab Amsal yang memberikan banyak nasihat bijak tentang menanggapi perselisihan. ”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman,” kata Amsal 15:1. “Orang yang sabar memadamkan perbantahan” (ay.18). Selain itu, “Siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi”(ay.32). Dengan merenungkan nasihat-nasihat bijak itu, kiranya Allah menolong kita mampu menahan diri, seperti yang dilakukan oleh teman saya. Lebih dari itu, kiranya hikmat mengajar kita untuk “takut akan Tuhan” karena “kerendahan hati mendahului kehormatan” (ay.33).—PATRICIA RAYBON

WAWASAN
Hikmat yang ditemukan dalam kitab Amsal mempunyai kemiripan dengan kitab Yakobus di Perjanjian Baru, yang disebut-sebut sebagai “Amsal Perjanjian Baru.” Kata-kata dalam Amsal 15:1 “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah” mencerminkan perkataan bijak dalam Yakobus 1:19-20. Dari Yakobus pasal pertama sampai terakhir, kiasan atau kutipan dari kitab Amsal tampak jelas. Baik Amsal 2:6 maupun Yakobus 1:5 menyatakan bahwa Allah adalah sumber hikmat. Hikmat dari Amsal 10:12 terdengar dalam kata-kata penutup Yakobus tentang “menutupi banyak dosa” (5:20). Lalu, seperti yang sering disebut dalam kitab Amsal, Yakobus 3 mengingatkan kita bahwa menjaga perkataan juga termasuk dalam ciri hidup yang berhikmat. —Arthur Jackson

Bagaimana biasanya reaksi kamu ketika dikritik? Saat berselisih paham dengan seseorang, bagaimana kamu dapat dengan rendah hati menahan diri dan perkataanmu?

Ya Allah, ketika aku dikritik pedas atau berselisih tajam dengan sesamaku, jagalah lidahku agar aku tetap memuliakan nama-Mu.

Thursday, October 8, 2020

Karakter Zax

 

Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. —Filipi 4:5

Karakter Zax

Dalam salah satu dongeng ganjil khas Dr. Seuss, diceritakan “seorang Zax yang menuju ke Utara dan seorang Zax yang menuju ke Selatan” pergi menyeberangi padang rumput Prax. Ketika akhirnya mereka bertemu berhadap-hadapan, tidak ada dari mereka yang mau memberikan jalan. Zax yang pertama bersumpah tidak akan bergerak sedikit pun—bahkan jika hal itu membuat “seluruh dunia diam tak bergerak.” (Kenyataannya, dunia tidak terpengaruh dan terus bergerak, bahkan dibangun sebuah jalan raya di sekeliling tempat mereka berdiri).

Dongeng ini memberikan gambaran akurat yang menggelikan tentang karakter manusia. Kita memiliki “kebutuhan” untuk membenarkan diri, bahkan cenderung ngotot mempertahankannya meskipun akibatnya merugikan kita!

Syukurlah, Allah dengan penuh kasih memilih untuk melembutkan hati manusia yang keras. Rasul Paulus mengetahui hal ini, oleh karena itu ketika dua anggota jemaat Filipi bertengkar, ia menyebut nama mereka dengan maksud baik (Flp. 4:2). Kemudian, setelah memerintahkan jemaat untuk “menaruh pikiran dan perasaan” yang rela berkorban seperti Kristus (2:5-8), Rasul Paulus meminta mereka “membantu kedua wanita” yang telah berjuang bersamanya dalam mengabarkan Injil itu (4:3 BIS). Terlihat di sini bahwa perdamaian dan kompromi yang bijak membutuhkan usaha bersama.

Memang adakalanya kita perlu bersikap tegas, tetapi cara kita yang meneladani Kristus akan terlihat jauh berbeda dari sikap ngotot si Zax tadi! Banyak hal dalam hidup ini yang tidak perlu dipertengkarkan. Kita bisa mempermasalahkan hal-hal remeh sampai menghancurkan diri sendiri (Gal. 5:15). Atau sebaliknya, kita bisa menahan diri, mau mendengarkan nasihat yang bijak, dan berusaha hidup rukun dengan saudara-saudari seiman kita. —Tim Gustafson

WAWASAN
Ketika Paulus mengakhiri suratnya kepada jemaat di Filipi, jemaat pertama yang dirintisnya di wilayah Eropa, kasihnya kepada mereka tampak jelas. Dalam Filipi 4:1-3, sang rasul menggunakan istilah yang menggambarkan kasih, perhatian, dan kepeduliannya yang mendalam bagi saudara-saudari seimannya di Filipi. Ia menyebut mereka “saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan”. Ini menunjukkan adanya hubungan yang erat di antara mereka. Hal ini penting karena tali persaudaraan dan kekeluargaan sangat dihargai di dunia kuno. Oleh karena itu, menyebut seseorang sebagai saudara atau keluarga berarti meninggikan nilai dan kedudukan mereka. Ia juga menggunakan istilah-istilah berikut untuk menyebut mereka dalam hal pelayanannya: “sukacitaku dan mahkotaku,” “saudara-saudaraku yang kekasih,” dan “kawan-kawanku sekerja” dalam pekabaran Injil (ay.1,3). Betapa eratnya hubungan mereka! —Bill Crowder

Hal-hal apa saja yang sedang kamu pertengkarkan sekarang ini? Bagaimana sahabat-sahabatmu yang bijaksana dapat membantumu mengatasi perselisihan tersebut?

Lembutkanlah hatiku yang keras ini, ya Allah Mahakasih, agar aku dapat benar-benar hidup rukun dengan orang lain. Tolonglah aku mau terbuka terhadap nasihat bijak yang diberikan orang lain.

Wednesday, October 7, 2020

Apakah Kita Berarti?

 

Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. —Mazmur 90:14

Apakah Kita Berarti?

Beberapa bulan ini, saya sedang berkorespondensi dengan seorang anak muda yang mempunyai pemikiran mendalam tentang iman. Suatu waktu ia menulis, “Manusia tidak lebih dari titik-titik yang amat sangat kecil dalam perjalanan zaman. Apakah kita berarti?”

Musa, sang nabi bagi Israel, pasti sependapat dengannya, karena ia pernah berkata: “Masa hidup kami . . . berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.” (Mzm. 90:10). Singkatnya hidup membuat kita cemas dan bertanya-tanya apakah kita berarti.

Jawabnya: Ya, kita berarti. Kita berarti dan berharga karena kita begitu dikasihi untuk selama-lamanya oleh Allah yang menciptakan kita. Dalam mazmur ini, Musa berdoa, “Kenyangkanlah kami . . . dengan kasih setia-Mu” (ay.14). Kita berarti, karena kita berharga di mata Allah.

Kita juga berarti karena kita dapat menunjukkan kasih Allah kepada sesama. Meskipun singkat, hidup kita tidaklah sia-sia apabila kita meninggalkan warisan kasih Allah kepada orang lain. Kita tidak hidup di dunia untuk meraih kekayaan lalu pensiun untuk berfoya-foya, melainkan untuk menunjukkan siapa Allah kepada sesama dengan cara menunjukkan kasih-Nya kepada mereka.

Akhirnya, meski hidup kita di dunia ini hanya sementara, kita adalah insan abadi. Karena Yesus bangkit dari antara orang mati, kita akan hidup untuk selama-lamanya. Itulah yang dimaksud oleh Musa ketika ia meyakinkan kita bahwa Allah akan mengenyangkan kita “di waktu pagi dengan kasih setia-[Nya].” Di suatu “pagi” yang abadi kelak kita akan bangkit untuk hidup, mengasihi, dan dikasihi selama-lamanya. Itulah yang membuat hidup kita berarti.—DAVID H. ROPER

WAWASAN
Dalam kitab Mazmur, nama Daud yang paling banyak disebut sebagai penulis (tujuh puluh tiga mazmur). Asaf, pemimpin ibadah di kerajaan Daud menjadi yang terbanyak kedua dengan dua belas mazmur, diikuti oleh bani Korah sebanyak sebelas mazmur. Penulis-penulis lain yang namanya disebut termasuk Salomo, Etan, Heman, dan Musa. Mazmur 90 adalah satu-satunya mazmur yang ditulis Musa. Keterangan di awal mazmur menyatakan: “Doa Musa, abdi Allah.” Ia menulis mazmur ini (dan juga mazmur berikutnya yang tanpa nama, menurut sebagian ahli) di padang gurun ketika ia memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir kepada kebebasan di tanah perjanjian Kanaan. Hal itu membuat Mazmur 90 sebagai yang tertua. Temanya berbicara mengenai singkatnya kehidupan kita ketika dibandingkan dengan kekekalan dan keagungan Allah. Penting untuk diperhatikan bahwa Musa juga menulis Pentateukh (Taurat), yaitu kelima kitab pertama Alkitab, di padang gurun. —Alyson Kieda

Kapan kamu pernah bertanya-tanya apakah hidupmu berarti? Bagaimana Mazmur 90 menguatkanmu kembali?

Aku bersyukur, ya Allah yang penuh kasih, bahwa aku berarti bagi-Mu. Tolonglah aku membagikan tentang Engkau kepada orang lain.

Tuesday, October 6, 2020

Kamu akan Berjumpa Lagi Dengannya

 

Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. —1 Korintus 15:22

Kamu akan Berjumpa Lagi Dengannya

Kamar itu remang-remang dan hening ketika saya menarik kursi untuk duduk di sebelah tempat tidur Jacquie. Sebelum tiga tahun belakangan ini sahabat saya berjuang melawan kanker, ia sangat bersemangat. Masih jelas dalam ingatan saya bagaimana ia biasanya tertawa—matanya berbinar-binar dan wajahnya berseri-seri. Saat saya menjenguknya di ruang perawatan intensif, ia hanya diam terpaku.

Karena tidak tahu harus mengatakan apa, saya memutuskan untuk membacakan ayat-ayat firman Tuhan kepadanya. Saya keluarkan Alkitab dari tas dan membuka kitab 1 Korintus, lalu mulai membaca.

Seusai kunjungan itu, saya sempat menangis sendirian di dalam mobil. Namun, mendadak muncul dalam benak saya sebuah pikiran yang langsung membuat tangisan saya sedikit mereda: Kamu akan berjumpa lagi dengannya. Saking sedihnya, saya lupa bahwa kematian hanyalah perpisahan sementara bagi orang percaya (1 Kor. 15:21-22). Saya tahu bahwa saya akan bertemu lagi dengan Jacquie karena kami sama-sama mempercayai kematian dan kebangkitan Yesus bagi pengampunan dosa-dosa kami (ay.3-4). Ketika Yesus bangkit dari kematian setelah penyaliban-Nya, maut kehilangan kuasanya untuk memisahkan kita dari saudara seiman kita dan dari Allah. Setelah kita mati, kita akan hidup kembali di surga bersama Allah dan semua saudara-saudari seiman kita untuk selama-lamanya.

Karena Yesus hidup hari ini, orang-orang yang percaya kepada-Nya memiliki pengharapan di tengah rasa duka dan kehilangan. Ingatlah, maut telah ditelan dalam kemenangan Kristus di salib (ay.54).—Jennifer Benson Schuldt

WAWASAN
Ketika Paulus mengatakan, “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1 Korintus 15:19), ia mengacu kepada penderitaannya sendiri yang disebutkannya di awal surat itu (4:8-13). Meski saat itu para pembacanya menikmati berkat karena mengenal Yesus, Paulus sendiri mengalami kesusahan dan kehilangan yang besar dalam usahanya membawa kabar baik tentang hidup kekal itu kepada mereka. Walaupun Paulus menegaskan bahwa di dalam Kristus ia menemukan harta berharga yang layak dihidupi dan diperjuangkan sampai mati, ia ingin mereka melihat penderitaannya sebagai bukti kasih dan kuasa abadi Allah yang dimampukan oleh Roh Kudus (2:3-5). —Mart DeHaan

Bagaimana Allah pernah menghiburmu di masa-masa duka? Mungkinkah Dia ingin memakaimu untuk menghibur seseorang yang sedang berduka hari ini?

Ya Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau telah mati bagi dosa-dosaku. Aku percaya Engkau kini hidup karena Allah telah membangkitkan-Mu dari kematian.

Monday, October 5, 2020

Mulailah dengan Akhir

 

Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus. —Filipi 1:6

Mulailah dengan Akhir

“Kamu mau jadi apa kalau sudah besar nanti?” Pertanyaan itu sering diajukan kepada saya ketika saya masih kecil. Jawabannya berubah-ubah. Jadi dokter. Pemadam kebakaran. Misionaris. Pemimpin ibadah. Ahli fisika (sebenarnya jadi MacGyver, tokoh TV favorit saya). Sekarang, setelah menjadi ayah empat anak, saya membayangkan betapa sulitnya nanti anak-anak saya menjawab pertanyaan itu. Kadang-kadang saya ingin berkata kepada mereka, “Ayah tahu kamu akan hebat dalam bidang ini!” Terkadang orangtua dapat melihat lebih banyak dalam diri anak-anak mereka ketimbang anak-anak melihat diri mereka sendiri.

Hal yang sama juga dilihat Paulus dalam diri orang-orang percaya di Filipi yang ia kasihi dan doakan (Flp. 1:3). Ia dapat melihat akhirnya, dan ia tahu apa yang akan terjadi dengan mereka ketika segala sesuatu telah berakhir. Alkitab memperlihatkan akhir yang mulia dari kisahnya—yaitu kebangkitan dan pembaruan segala sesuatu (lihat 1 Korintus 15 dan Wahyu 21). Selain itu, Alkitab juga memberi tahu siapa yang menulis seluruh kisah itu.

Paulus, di awal surat yang ditulisnya dari dalam penjara, mengingatkan jemaat di Filipi bahwa “Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Flp. 1:6). Yesus memulai pekerjaan baik itu dan Dia akan meneruskannya sampai selesai. Frasa sampai pada akhirnya sangatlah penting, karena kisah Allah tidak berakhir begitu saja, melainkan akan digenapi seluruhnya oleh Allah sendiri.—Glenn Packiam

WAWASAN
Paulus mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan Allah tidak didasarkan atas usaha kita tetapi atas kehendak Allah: “Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Filipi 1:6). Dalam surat yang lain, Paulus menyoroti cara Allah mula-mula menarik kita kepada kabar baik tentang Yesus Kristus. Ia menulis, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:4). Roh Allah bekerja di dalam kita supaya kita dapat bertumbuh “untuk mengenal Dia dengan benar” (ay.17). Kita memasuki suatu hubungan dengan Allah melalui kematian dan kebangkitan Putra-Nya. Allah sendirilah yang meneruskan pekerjaan yang mencirikan hubungan tersebut. Paulus menghendaki kita untuk makin melimpah dalam kasih agar kita “penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus” (Filipi 1:9-11). —Tim Gustafson

Apa yang sedang terjadi dalam kisahmu saat ini? Bagaimana kamu dapat mempercayakan penulisan kisah hidupmu kepada Tuhan Yesus agar Dia meneruskannya sampai akhir?

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau sendiri yang mengatur kisahku. Jalan hidupku tidaklah tergantung padaku. Karena itu, kuserahkan hidupku pada-Mu. Tolonglah aku mempercayai-Mu.

Sunday, October 4, 2020

Penghiburan yang Tak Terduga

 

Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat. —2 Raja-raja 6:17

Penghiburan yang Tak Terduga

Ayat yang tertulis pada kartu yang diterima Lisa rasanya kurang sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapinya: ”Maka Tuhan membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa” (2 Raj. 6:17). Aku sedang menderita kanker! pikirnya sambil kebingungan. Aku juga baru saja keguguran! Aku tidak membutuhkan ayat tentang pasukan malaikat.

Namun, kemudian “para malaikat” mulai muncul di sekitarnya. Sejumlah orang yang telah terbebas dari kanker datang menjenguk dan mendengarkan keluh kesahnya. Suaminya dipulangkan lebih dini dari dinas militer di luar negeri. Para sahabat ikut mendoakannya. Namun, Lisa paling merasakan kasih Allah ketika Patty, sahabatnya, datang sambil membawa dua kotak tisu. Saat Patty meletakkan tisu itu di atas meja, tangis Lisa pun pecah. Patty tahu. Ia juga pernah mengalami keguguran.

“Itu sangat berarti,” kata Lisa. “Sekarang aku mengerti makna ayat pada kartu itu. ‘Pasukan malaikat’ dari Tuhan telah hadir bagiku selama ini.”

Ketika pasukan musuh mengepung Israel, Elisa dilindungi oleh sepasukan malaikat dari Allah. Namun, bujang Elisa tidak dapat melihat mereka. “Apakah yang akan kita perbuat?” serunya kepada abdi Allah itu (ay.15). Elisa hanya berdoa, “Ya Tuhan: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat” (ay.17).

Ketika kita memandang kepada Allah, krisis yang kita alami akan menunjukkan kepada kita apa yang bener-benar penting dan bahwa kita tidak sendirian. Kita belajar bahwa kehadiran Allah yang sanggup menghibur itu tidak pernah meninggalkan kita. Dia tidak pernah kehabisan cara untuk mengejutkan kita dengan kasih-Nya. —Tim Gustafson

WAWASAN
Elisa sudah magang dan menjadi pelayan Elia selama kurang lebih tujuh sampai sepuluh tahun ketika Elia kemudian meninggalkan dunia ini dalam angin badai (2 Raja-Raja 2:9-12). Namun, begitu Elisa menjadi nabi orang Israel, sifat dan karakter pelayanannya jauh berbeda dibandingkan mentornya. Pelayanan Elia yang penuh mukjizat sering kali bersifat menghancurkan dan negatif (kekeringan, kelaparan, memanggil api dari langit untuk menghancurkan tentara musuh, dsb.), sedangkan pelayanan Elisa pada umumnya bersifat positif dan membangun. Dengan melakukan keajaiban persis dua kali lebih banyak dari pendahulunya, Elisa dipakai Allah untuk memurnikan air yang terpolusi, membersihkan makanan beracun, menemukan kepala kapak yang hilang, menyembuhkan penderita kusta, dan lain-lain. Meski Elia dan Elisa melayani di era yang sama dan menjadi alat di tangan Allah Israel, keseluruhan gaya dan semangat pelayanan mereka masing-masing sangat berbeda. —Bill Crowder

Apa reaksi pertamamu saat menerima kabar buruk? Bagaimana kamu memandang Allah dengan sudut pandang yang baru di tengah krisis yang sedang kamu alami?

Allah yang Maha Pengasih, terima kasih karena aku dapat sepenuhnya mengandalkan hadirat-Mu. Bukalah mataku agar aku bisa melihat-Mu dengan sudut pandang yang baru hari ini.

Saturday, October 3, 2020

Menyingkirkan Penyusup

 

Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya. —Efesus 5:25

Menyingkirkan Penyusup

Hari itu, menjelang subuh, suami saya sudah bangun dan pergi ke dapur. Saya melihat lampu dihidupkan lalu dimatikan berulang kali, sehingga membuat saya heran. Lalu saya teringat pada hari sebelumnya saya menjerit saat melihat ada “penyusup” berjalan di atas meja dapur kami, yaitu seekor hewan kecil berkaki enam. Suami saya sangat tahu ketakutan saya, jadi ia langsung datang dan menyingkirkannya. Pagi itu, ia sengaja bangun lebih pagi untuk memastikan dapur kami bersih dari hewan tersebut dan supaya saya bisa masuk dapur tanpa takut. Suami yang luar biasa!

Suami saya bangun, mengingat saya, dan mendahulukan kepentingan saya daripada kepentingan dirinya. Bagi saya, tindakannya itu melukiskan kasih yang digambarkan oleh Paulus dalam Efesus 5:25, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Paulus melanjutkan, “Suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri“ (ay.28). Perbandingan Paulus tentang kasih seorang suami dan kasih Kristus berpusat dari tindakan Yesus yang mendahulukan kepentingan kita daripada kepentingan-Nya sendiri. Suami saya tahu bahwa saya takut terhadap hewan kecil yang menyusup ke dapur saya, jadi ia menempatkan kepentingan saya sebagai prioritasnya.

Prinsip tersebut tidak hanya berlaku bagi para suami. Dengan meneladani Yesus, setiap dari kita dapat berkorban dengan penuh kasih untuk membantu menyingkirkan “penyusup” seperti rasa stres, takut, malu, atau khawatir supaya orang lain dapat hidup terbebas dari semua itu.—ELISA MORGAN

WAWASAN
Dalam Efesus 5:26-27 kita temukan contoh klausa Yunani hina. Tipe klausa ini dipakai untuk mengekspresikan tujuan, yang sering diterjemahkan sebagai “untuk” atau “supaya”, seperti dalam ayat 26-27. Yang terakhir muncul di akhir ayat 27: “supaya jemaat kudus dan tidak bercela.” Setiap klausa tersebut mengemukakan tujuan kasih Kristus yang berkorban bagi jemaat. Tujuan pertama adalah bagi pengudusan jemaat, untuk dipisahkan dari dunia yang berdosa dan memindahkannya ke dalam Kerajaan Allah (ay.26; lihat Kolose 1:12-13). Tujuan kedua adalah supaya Yesus dapat menghadirkan jemaat, yang adalah pengantin-Nya, di hadapan diri-Nya sendiri. Tujuan akhirnya adalah “supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Efesus 5:27). Paulus menggunakan contoh kasih yang memiliki tujuan ini untuk mengajarkan para suami bagaimana mengasihi istri mereka. Kasih seorang suami haruslah mempunyai tujuan, yaitu untuk meniru kasih Kristus kepada jemaat-Nya. —J.R. Hudberg

“Penyusup” apa yang mungkin Allah ingin kamu singkirkan supaya orang lain dapat tertolong? Mungkinkah kamu perlu mengizinkan seseorang membantumu menyingkirkan “penyusup” dalam hidupmu?

Ya Allah, terima kasih atas Anak-Mu yang Engkau berikan untuk menyingkirkan dosa yang menyusup ke dalam hidupku dan mendamaikanku dengan Engkau!

Friday, October 2, 2020

Dia Tidak akan Melepaskan Kita

 

Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. —Yohanes 10:28

Dia Tidak akan Melepaskan Kita

Saat bersepeda menyeberangi jembatan George Washington yang ramai, Julio tiba-tiba diperhadapkan pada situasi antara hidup dan mati. Seorang pria sedang berdiri di pinggir jembatan dan siap melompat ke Sungai Hudson. Menyadari bahwa polisi mungkin tidak akan segera tiba, Julio pun bergerak cepat. Ia turun dari sepeda dan membentangkan tangannya, sambil berseru: “Jangan terjun. Kami mengasihimu.” Kemudian, bagaikan gembala dengan tongkatnya, ia mendekap badan laki-laki yang putus asa itu dan menyelamatkannya dengan bantuan dari orang lain yang sedang lewat di sana. Sekalipun sudah selamat, laki-laki itu tidak dibiarkan Julio pergi sendirian.

Dua ribu tahun lalu, dalam situasi antara hidup dan mati, Yesus Sang Gembala yang baik berkata bahwa Dia akan menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya kepada-Nya dan tidak akan pernah melepaskan mereka. Dia menjelaskan cara-Nya memberkati domba-domba-Nya: mereka yang mengenal-Nya secara pribadi akan menerima anugerah hidup yang kekal, tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan aman dalam lindungan-Nya. Jaminan itu tidak tergantung pada kemampuan domba yang lemah dan rapuh, tetapi pada kesanggupan Sang Gembala yang tidak akan membiarkan satu pun domba direbut dari tangan-Nya (Yoh. 10:28-29).

Di saat kita merasa bingung dan putus asa, Tuhan Yesus menyelamatkan kita; kini kita dapat merasa aman dan terjamin dalam hubungan kita dengan-Nya. Dia mengasihi kita, mencari kita, menemukan kita, menyelamatkan kita, dan berjanji tidak akan melepaskan kita.—MARVIN WILLIAMS

WAWASAN
Hari raya Penahbisan, yang juga dikenal sebagai Hanukkah atau Hari Raya Terang, merayakan penahbisan kembali Bait Allah pada tahun 164 SM, setelah Bait Allah dinajiskan oleh penguasa Seleukia, Antiokhos IV Epifanes di tahun 167 SM. Dalam konteks inilah Yesus mengatakan, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30), yang mengingatkan kembali pada inti keyakinan agama Yahudi, yang dikenal sebagai shema, “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4). Dengan mengingatkan kembali pada shema, Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah Israel. Jelas, pernyataan Yesus tentang kesatuan-Nya dengan Bapa merupakan pengakuan bahwa Dia adalah Allah itu sendiri. —Con Campbell

Adakah yang membuat kamu tidak aman dalam hubunganmu dengan Tuhan? Bagaimana perasaanmu ketika mengetahui bahwa keselamatanmu di dalam Dia bergantung penuh pada kesanggupan diri-Nya dan bukan pada kelemahan dirimu?

Tuhan Yesus, aku bersyukur, karena meski aku sering mengabaikan-Mu karena dosaku, tetapi karena kasih-Mu, Engkau tidak pernah melepaskanku.

 

Total Pageviews

Translate