Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada loh hatimu. —Amsal 7:3
Ketika Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak bergerak pada tahun 1450, terbukalah era komunikasi massa di dunia Barat dan realitas sosial baru yang memudahkan penyebaran informasi kepada masyarakat luas. Tingkat kemampuan menulis dan membaca pun meningkat di seluruh dunia dan tumbuhnya ide-ide baru telah menghasilkan perubahan yang pesat, baik dalam bidang sosial maupun keagamaan. Gutenberg berhasil menerbitkan Alkitab cetak untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Alkitab harus disalin dengan tulisan tangan, dan dibutuhkan waktu hingga satu tahun untuk menyelesaikan satu jilid.
Selama berabad-abad kemudian, mesin cetak membuat kita dapat dengan mudah membaca Alkitab. Walaupun sekarang Alkitab tersedia dalam versi elektronik, masih banyak yang senang membaca Alkitab cetak, dan ini dimungkinkan berkat penemuan Gutenberg. Alkitab yang dahulu sangat sulit diperoleh karena biaya yang tinggi dan waktu penyalinan yang lama, kini dengan mudah bisa kita dapatkan.
Dapat mengetahui kebenaran Allah melalui Alkitab adalah kesempatan yang istimewa. Penulis kitab Amsal menyatakan bahwa kita patut memperlakukan perintah-perintah Allah kepada kita di dalam Kitab Suci sebagai sesuatu yang berharga, layaknya “biji mata” kita sendiri (Ams. 7:2), dan juga perlu menuliskan firman Allah yang penuh hikmat pada “loh hati” kita (ay.3). Untuk memahami Alkitab dan hidup menurut hikmat-Nya, bagaikan para penyalin kitab, kita perlu menuliskan kebenaran Allah dimulai dari “jari” kita hingga tersimpan di dalam hati, supaya kita membawanya ke mana pun kita melangkah.—Kirsten Holmberg
WAWASAN
Dalam Amsal 7:1-5, Salomo memperingatkan anaknya (atau anak-anaknya,
seperti dicatat di ay.24) untuk menaati perkataannya. Ia menggunakan
ilustrasi seorang perempuan jalang yang menyesatkan seorang laki-laki
untuk menjelaskan pentingnya ketaatan dan menggambarkan bahaya rumah
perempuan itu sebagai “jalan ke dunia orang mati” (ay.27). Untuk menaati
perintah Salomo dan menghindari perempuan penggoda itu, pembaca
diminta: “Tambatkanlah semuanya itu pada jarimu, dan tulislah itu pada
loh hatimu” (ay.3). Metafora ini menyiratkan perlunya tindakan lahiriah
(jari secara fisik) dan perubahan karakter batiniah (karakter hati).
Penyebutan hikmat sebagai “saudara” di ayat 4 menggunakan kata yang
umumnya berarti seorang saudara perempuan yang sangat dekat. Konteksnya
bisa berarti seorang istri atau pengantin perempuan. Kedua tafsiran ini
menyiratkan adanya relasi yang intim dan menekankan pentingnya menaati
nasihat ini. —Julie Schwab
Bagaimana firman Tuhan yang tersimpan dalam hati telah memberkati hidupmu? Apa yang dapat kamu mulai lakukan untuk lebih menghayati hikmat Allah?
Allah yang penuh kasih, tolonglah aku lebih sungguh memahami firman-Mu agar aku boleh hidup seturut dengan kehendak-Mu.
No comments:
Post a Comment