Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. —Ibrani 6:15
Karena terbebani oleh janji yang sedang diucapkannya kepada LaShonne, Jonathan melakukannya dengan tergagap. Ia berpikir, Bagaimana aku bisa menjanjikan semua ini tetapi tidak yakin bisa menepatinya? Meski ibadah pemberkatannya berhasil dilewati dengan baik, ia masih digelisahkan oleh komitmennya. Seusai resepsi, Jonathan mengajak istrinya ke ruang kapel untuk berdoa—selama lebih dari dua jam—agar Allah menolongnya menepati janji untuk selalu mencintai dan menjaga LaShonne.
Rasa takut yang dirasakan Jonathan di hari pernikahannya muncul dari kesadaran akan kerapuhannya sebagai manusia. Namun, Allah yang telah berjanji akan memberkati bangsa-bangsa melalui keturunan Abraham itu bukanlah Allah yang terbatas (Gal. 3:16). Untuk menantang pembacanya, orang-orang Kristen berlatar belakang Yahudi, agar tekun dan bersabar dalam iman kepada Yesus Kristus, penulis kitab Ibrani mengingatkan kembali tentang janji Allah kepada Abraham, bagaimana Abraham menanti dengan sabar, dan akhirnya memperoleh apa yang dijanjikan (Ibr. 6:13-15). Abraham dan Sara yang telah lanjut usia tidak menjadi penghalang bagi pemenuhan janji Allah untuk menjadikan keturunannya “sangat banyak”. (ay.14).
Apakah kamu merasa tertantang untuk mempercayai Allah meskipun kamu merasa lemah dan rapuh? Apakah kamu merasa sulit menepati komitmen, janji, dan sumpahmu? Dalam 2 Korintus 12:9, Allah berjanji untuk membantu kita: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Selama lebih dari tiga puluh enam tahun, Allah telah menolong Jonathan dan LaShonne untuk tetap berkomitmen kepada janji pernikahan mereka. Maukah kamu mempercayai Dia untuk menolongmu juga?—Arthur Jackson
WAWASAN
Manusia pada masa lampau memeteraikan janji mereka dengan sumpah demi
nama dari sesuatu yang lebih tinggi, sering kali suatu makhluk ilahi,
untuk mengukuhkan janji itu (Ibrani 6:16), dan menyatakan adanya
penghukuman apabila janji itu tidak ditepati. Israel harus bersumpah
demi nama Allah saja (Ulangan 6:13; 10:20). Untuk menguatkan umat
percaya berkebangsaan Yahudi yang menderita penganiayaan, penulis kitab
Ibrani berfokus pada kesetiaan Allah terhadap janji-janji-Nya. Ibrani
6:13-15 mengacu kepada Kejadian 22:15-18. Ketika Allah berjanji kepada
umat-Nya, tidak ada pribadi yang lebih tinggi untuk menjamin
komitmen-Nya. Karena Dialah satu-satunya Allah yang benar dan tidak ada
yang lebih besar dari Dia (Ulangan 4:35,39; Yesaya 44:6), Dia hanya
dapat “bersumpah demi diri-Nya sendiri” (Kejadian 22:16; Ibrani 6:13).
Sumpah Allah tidak perlu konfirmasi dari siapa pun. Karakter-Nya
terjamin oleh firman-Nya (Bilangan 23:19; 1 Samuel 15:29), karena “Allah
tidak mungkin berdusta” (Ibrani 6:18). —K.T. Sim
Mengapa kita sulit mempercayai janji Allah yang ingin menolong kita? Janji apa saja yang kamu terasa berat untukmu penuhi sekarang ini?
Ya Bapa, terima kasih karena Engkau setia memegang janji-Mu kepadaku. Tolonglah aku untuk selalu setia dalam tekadku kepada-Mu dan sesamaku.
No comments:
Post a Comment