Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Tuhan. —Imamat 19:18
Sarah menderita penyakit langka yang menyebabkan sendi-sendinya bergeser, sehingga ia harus bergantung pada kursi roda elektrik untuk pergi ke mana-mana. Baru-baru ini, Sarah batal menghadiri sebuah pertemuan karena begitu sampai di stasiun kereta, ia mendapati lift di sana lagi-lagi rusak. Karena tidak bisa naik ke peron, Sarah diminta naik taksi ke stasiun lain yang jauhnya empat puluh menit perjalanan. Akan tetapi, taksi yang dipesan tak kunjung datang. Akhirnya Sarah menyerah dan memilih pulang.
Sayangnya, hal itu sering terjadi pada Sarah. Lift rusak membuatnya tidak bisa naik kereta, dan bidang landai yang lupa dipasang membuatnya tidak bisa turun. Terkadang Sarah yang membutuhkan bantuan dianggap merepotkan oleh karyawan stasiun. Ia sering menangis karena segala perlakuan itu.
Dari sekian banyak hukum dalam Alkitab yang mengatur hubungan antarmanusia, mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri adalah yang terutama (Im. 19:18, Rm. 13:8-10). Meskipun kasih itu membuat kita tidak lagi berbohong, mencuri, dan menyakiti orang lain (Im. 19:11,14), hal itu juga mengubah cara kita bekerja. Para pekerja harus diperlakukan adil (ay.13), dan kita semua harus bermurah hati kepada orang miskin (ay.9-10). Dalam kasus Sarah, petugas yang memperbaiki lift atau memasang bidang landai di bawah pintu kereta tidaklah melakukan hal yang remeh melainkan sedang memberikan pelayanan yang penting kepada orang lain.
Bila kita menganggap pekerjaan hanya sebagai sarana mencari upah atau keuntungan pribadi, kita dengan mudah menganggap orang lain merepotkan. Namun, bila kita menganggap pekerjaan kita sebagai kesempatan untuk mengasihi, tugas sehari-hari pun menjadi pekerjaan yang mulia. —Sheridan Voysey
WAWASAN
Para ahli Alkitab menamakan Imamat 17-26 sebagai “Hukum Kekudusan,”
karena di dalamnya ditekankan pentingnya kekudusan hidup bagi umat yang
menjadi tempat kediaman Allah. Pasal-pasal sebelumnya dari Imamat
berbicara mengenai persembahan korban (1-7), persiapan dan ritual
keimaman (8-10), berbagai petunjuk tentang hal yang haram dan yang tidak
haram (11-15), dan Hari Raya Pendamaian (16). Pasal-pasal berikutnya
menekankan mengenai kekudusan di dalam keluarga dan masyarakat, dalam
hubungan seksual, dalam urusan ekonomi, dan lainnya. Menjadi kudus
artinya dipisahkan dan hidup—oleh kuasa Roh Kudus—menurut
prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Baru,
Petrus menyerukan perlunya kekudusan dalam diri mereka yang percaya
kepada Yesus dengan memakai perkataan dari Imamat 11:44 dan 19:2:
“Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama
seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis:
Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:15-16). —Arthur Jackson
Menurut kamu, mengapa kita bisa merasa kesal ketika ada orang yang membutuhkan bantuan khusus? Bagaimana kamu dapat mengubah pekerjaanmu menjadi saluran kasih hari ini?
Ya Bapa, bagi-Mu pekerjaan bukanlah sekadar pekerjaan, melainkan kesempatan indah untuk melayani-Mu dan sesama. Tolonglah aku hari ini untuk melihat pekerjaanku sebagai kesempatan untuk membawa berkat bagi sesama.
No comments:
Post a Comment