Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu. —Mazmur 119:18
Belum lama ini saya menemukan keindahan dari seni anamorphic (teknik karya seni yang membuat obyek terlihat berdimensi). Karya seni yang awalnya terlihat seperti kumpulan benda yang tidak jelas itu baru bisa dipahami bila dilihat dari sudut yang tepat. Salah satunya adalah karya sederet tiang vertikal yang disusun sedemikian rupa untuk menampilkan wajah seorang pemimpin terkenal. Karya seni lain terbuat dari kumpulan kabel kusut yang dibentuk menyerupai seekor gajah. Karya lainnya yang dibentuk dari ratusan titik hitam yang tergantung oleh kawat-kawat menjadi sebuah mata seorang wanita bila dilihat dengan benar. Kunci seni anamorphic ini adalah melihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda hingga menemukan arti yang tepat.
Dengan ribuan ayat yang menyusun kisah-kisah sejarah, puisi, dan banyak lagi, terkadang Alkitab juga sulit untuk dimengerti. Namun, Kitab Suci sendiri memberi tahu bagaimana kita dapat menyingkapkan artinya. Perlakukanlah Alkitab seperti sebuah karya patung anamorphic: melihatnya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan merenungkannya sungguh-sungguh.
Berbagai perumpamaan Kristus dalam Alkitab harus dipahami dengan cara seperti ini. Mereka yang merenungkannya sungguh-sungguh akan memperoleh “mata untuk melihat” artinya (Mat. 13:10-16). Paulus meminta Timotius untuk memperhatikan kata-kata Paulus supaya Allah memberinya pengertian (2 Tim. 2:7). Bait-bait yang berulang dalam Mazmur 119 menyatakan bahwa merenungkan Kitab Suci mendatangkan hikmat dan wawasan, serta membuka mata kita untuk bisa melihat artinya (Mzm. 119:18, 97-99).
Bagaimana jika kamu merenungkan sebuah perumpamaan selama satu minggu atau membaca habis satu kitab Injil dalam satu kali kesempatan? Luangkan waktu untuk melihat sebuah ayat dari berbagai sisi. Dalami. Wawasan alkitabiah datang dari merenungkan Kitab Suci, bukan hanya membacanya saja.
Ya Tuhan, berilah kami mata untuk dapat melihat.—Sheridan Voysey
WAWASAN
Dalam Mazmur 119:97-104, kata renung digunakan dua kali (ay.97,99). Akar
katanya dalam bahasa Ibrani dapat diterjemahkan menjadi berbicara,
berdoa, berbincang, mengeluh, dan merenungkan. Penerjemahan kata ini
menjadi “merenungkan” atau “perenungan” berarti “berbicara kepada diri
sendiri,” dengan firman Allah sebagai subyek pembicaraan (lihat Mazmur
119:15,23,48,78,148). Kita melihat ide tentang memikir-mikirkan dan
merefleksikan Kitab Suci di dalam hati dan pikiran kita terdapat juga
dalam ayat-ayat berikut ini: “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab
Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam” (Yosua 1:8).
“Berbahagialah orang . . . yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang
merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mazmur 1:1-2). —Arthur Jackson
Menurut kamu, apa bedanya membaca dan merenungkan Kitab Suci? Bagaimana kamu akan merenungkan ayat pilihan hari ini?
Ya Allah, bukalah mataku untuk melihat setiap keindahan firman-Mu. Tuntun aku menyusuri jalan yang menghubungkan setiap bagiannya.
No comments:
Post a Comment