Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. —Efesus 5:15-16
Tidak banyak yang saya ingat dari kursus mengemudi yang pernah saya ikuti. Namun, entah mengapa, saya masih sangat ingat pada pelajaran yang disebut S-I-P-D-E, singkatan dari Scan (amati), Identify (kenali), Predict (perkirakan), Decide (putuskan), dan Execute (lakukan), suatu proses yang harus dipraktekkan terus-menerus. Kami diminta mengamati jalan, mengenali adanya potensi bahaya, memperkirakan akibat dari bahaya tersebut, memutuskan cara untuk mengatasinya, lalu, bila perlu, melakukan rencana tersebut. Itulah strategi untuk waspada dan menghindarkan diri dari kecelakaan.
Bagaimana jika hal itu diterapkan dalam kehidupan rohani kita? Dalam Efesus 5, Paulus menulis kepada jemaat Efesus, “Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif” (ay.15). Paulus tahu ada bahaya-bahaya tertentu yang dapat membuat jemaat Efesus tergelincir, yakni gaya hidup lama yang bertentangan dengan hidup baru mereka di dalam Yesus (ay.8,10-11). Jadi, ia meminta gereja yang sedang bertumbuh itu untuk memperhatikan hal ini.
Ayat 15 secara harfiah berarti “perhatikan jalanmu.” Dengan kata lain, lihat sekelilingmu. Perhatikan potensi bahaya dan hindari hal-hal yang dapat merusak diri seperti kemabukan dan hawa nafsu (ay.18). Sebaliknya, kita dapat berusaha memahami kehendak Allah bagi kehidupan kita (ay.17), sambil bernyanyi dan mengucap syukur di antara saudara-saudara seiman (ay.19-20).
Apa pun bahaya yang dihadapi—bahkan ketika kita tersandung—kita dapat mengalami kehidupan yang baru dalam Kristus dengan makin bergantung kepada kuasa dan anugerah-Nya yang tidak terbatas.—Adam Holz
WAWASAN
Paulus mendorong umat Tuhan di Efesus untuk memahami masa-masa mereka
hidup dan bertindak sesuai dengan pemahaman itu. Mereka diminta untuk
“[mempergunakan] waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat”
(Efesus 5:16). Pada masa awal kekristenan, kejahatan dipandang sebagai
ciri dari hari-hari terakhir—rentang masa dari kenaikan Kristus ke surga
sampai kepada kedatangan-Nya (lihat 2 Timotius 3:1; 2 Petrus 3:3).
Buku tafsiran Word Biblical Commentary berkata, “Mungkin saja gagasan
tentang hari-hari jahat di sini tetap mempertahankan implikasi
penggunaannya di dalam tradisi apokaliptik, ketika hari-hari jahat yang
dimaksud adalah hari-hari terakhir yang genting dan yang akan menemui
kesudahannya. Pemahaman itu akan menghasilkan perasaan urgensi terhadap
masa sekarang yang masih tersisa dan kesempatan-kesempatan di dalamnya.”
Petrus mendorong umat percaya untuk memahami semakin pentingnya
kesempatan demi kesempatan untuk berbuat baik ketika kita mengingat
bahwa setiap hari kita makin mendekati hari terakhir ketika Tuhan Yesus
datang kembali.—J.R. Hudberg
Strategi apa yang kamu gunakan untuk mengenali bahaya yang mengancam kerohanianmu? Apa peran saudara seiman dalam mengenali dan menghindari bahaya itu? Bagaimana pengucapan syukur menjadi bagian penting dari usaha menjauhi bahaya itu?
Bapa di surga, dalam perjalananku menghindari berbagai bahaya yang mengancam kehidupan rohaniku, terima kasih karena Engkau telah mengingatkanku untuk terus mengandalkan pertolongan dari-Mu.
No comments:
Post a Comment