Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal. —Yeremia 31:3
Nora bertubuh mungil, tetapi Bridget—wanita garang berbadan besar dengan tinggi 180 cm yang menunduk dan memandanginya dengan tatapan galak—sama sekali tidak membuatnya takut. Bridget bahkan tidak bisa menjawab mengapa ia datang ke tempat yang khusus menangani kehamilan bermasalah; ia sendiri sudah memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. Namun, dengan lembut Nora mengajukan sejumlah pertanyaan, dan Bridget menolak menjawab semua pertanyaan itu sambil melontarkan sumpah serapah. Tak lama kemudian Bridget beranjak pergi dan menyatakan tekadnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah buru-buru menyusupkan badannya yang mungil di antara Bridget dan pintu keluar, Nora bertanya, ”Sebelum kau pergi, bolehkah aku memeluk dan mendoakanmu?” Tidak pernah ada orang yang memeluk Bridget sebelumnya—setidaknya dengan niat baik. Tiba-tiba, tanpa diduga, air mata Bridget menetes.
Kelembutan sikap Nora itu mencerminkan hati Allah yang mengasihi umat-Nya, Israel, “dengan kasih yang kekal” (Yer. 31:3). Saat itu bangsa Israel sedang menanggung akibat yang pedih dari perbuatan mereka sendiri yang berulang kali melanggar ketetapan Allah. Namun, Allah berkata kepada mereka, “Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali” (ay.3-4).
Persoalan hidup Bridget begitu rumit (dan banyak dari kita bisa memahami apa yang dialaminya). Sebelum Bridget bertemu dengan kasih yang sungguh-sungguh nyata hari itu, ia beranggapan bahwa Allah dan para pengikut-Nya hanya akan mengecam dirinya. Nora menunjukkan sesuatu yang berbeda kepadanya, yakni diri Allah yang tidak membiarkan kita terus berdosa karena Dia mengasihi kita lebih dari apa pun yang bisa kita bayangkan. Allah menyambut kita dengan tangan terbuka. Kita tidak perlu terus berlari.—TIM GUSTAFSON
WAWASAN
Yeremia menawarkan penghiburan yang tidak lazim kepada mereka yang
selamat dari penyerangan dan pengasingan oleh Babel (30:3,10-11,24;
31:1). Sang nabi tidak menawarkan janji penyelamatan di depan mata,
tetapi justru mengingatkan mereka tentang Allah yang menyatakan kasih
dan kebaikan yang kekal “kepada [kita]” dengan berjanji menolong
generasi-generasi mendatang seperti yang pernah Dia lakukan kepada
leluhur mereka di masa lalu (31:3,17). Meski demikian, Yeremia tidak
menawarkan pengharapan akan hadirnya kelepasan langsung kepada mereka
yang terus mengeraskan hati. Sebaliknya, ia menggunakan penyesalan
Efraim, bapa dari suku-suku Utara yang menyembah berhala, untuk
menunjukkan bagaimana Allah yang mahahadir rindu untuk menunjukkan belas
kasihan kepada mereka yang menolak Dia (ay.18-22).—Mart DeHaan
Bagaimanakah persepsi kamu terhadap Allah? Apakah persepsi kamu itu sejalan dengan bacaan Alkitab hari ini?
Ya Bapa, aku sering tidak mengindahkan kasih-Mu yang luar biasa. Ampuni aku, dan tolonglah aku agar dapat mencerminkan kasih itu kepada seseorang hari ini.
No comments:
Post a Comment