Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.—Lukas 10:33
Aldi adalah seorang remaja yang bekerja sendirian di sebuah jermal, gubuk kayu yang didirikan di tengah laut untuk menangkap ikan. Lokasinya sekitar 125 kilometer dari lepas pantai Sulawesi, Indonesia. Suatu hari, angin kencang mengguncang gubuk itu hingga terlepas dari tiang-tiang penyangganya dan terhanyut ke laut. Selama empat puluh sembilan hari, Aldi terombang-ambing di lautan. Setiap kali ada kapal lewat, ia menyalakan lampu untuk menarik perhatian para pelaut, tetapi mereka tidak melihatnya dan terus melewatinya. Sekitar sepuluh kapal melewati remaja yang kekurangan gizi itu sebelum akhirnya ia diselamatkan.
Yesus menceritakan perumpamaan kepada seorang “ahli Taurat” (Luk. 10:25) tentang seseorang yang perlu diselamatkan. Dua orang—seorang imam dan seorang Lewi—melihat ada orang yang terluka dan tergeletak di tengah perjalanan mereka. Namun, alih-alih menolong orang yang terluka itu, keduanya justru “melewatinya dari seberang jalan” (ay.31-32). Apa alasannya, kita tidak tahu. Padahal, keduanya taat beragama dan seharusnya tidak asing lagi dengan hukum Allah yang memerintahkan mereka untuk mengasihi sesama (Im. 19:17-18). Mungkin mereka menganggap itu terlalu berbahaya. Mungkin juga mereka tidak ingin melanggar hukum Yahudi tentang menyentuh jenazah, yang dapat membuat mereka tidak tahir sehingga tidak dapat melayani di Bait Suci. Sebaliknya, seorang Samaria—yang dianggap rendah oleh orang Yahudi—melakukan perbuatan yang mulia. Ia melihat ada orang yang membutuhkan bantuan dan merawatnya tanpa pamrih.
Yesus mengakhiri pengajaran-Nya dengan perintah kepada pengikut-pengikut-Nya, “pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk. 10:37). Kiranya Allah memberikan kita kerelaan untuk mengambil risiko demi menolong sesama yang membutuhkan dengan penuh kasih.—Poh Fang Chia
WAWASAN
Sesi tanya jawab dalam Lukas 10:25-37 merupakan hasil inisiatif dari
seorang “ahli Taurat” (ay.25,37). Dalam beberapa versi istilah ini
diterjemahkan sebagai pengacara dan berasal dari kata Yunani nomikos
(“yang berkaitan dengan perkara-perkara hukum”). Fokusnya adalah hukum
Musa. Para ahli Taurat juga dikenal sebagai “ahli hukum” atau “guru
agama”; mereka menduduki posisi otoritas (Matius 23:2) dan oleh
karenanya disegani. Para ahli agama ini, teolog-teolog zaman itu, adalah
yang melestarikan, menafsirkan, dan menghakimi dalam perkara-perkara
hukum. Di awal Injil Lukas, ketika Yesus baru berusia 12 tahun, Ia
terpisah dari orang tua-Nya selama 3 hari. Mereka menemukan dia di
pelataran Bait Suci sedang duduk di antara alim ulama, berinteraksi
dengan mereka dan membuat para ahli itu bingung (Lukas 2:46). Belakangan
setelah Yesus dewasa, orang-orang seperti merekalah yang menjadi
sasaran teguran-Nya (11:45-54). —Arthur Jackson
Siapa orang yang ditempatkan Tuhan di sekitarmu untuk kamu tolong? Bagaimana kamu dapat mempraktikkan kasih hari ini?
Ya Allah, bukalah mataku untuk melihat kebutuhan orang-orang di sekitarku dan berilah aku hati-Mu yang berbelas kasih kepada sesama.
No comments:
Post a Comment