“Semua yang di sisi kiri, dayung maju kuat-kuat!” teriak pemandu rakit arung jeram kami. Mereka yang duduk di sisi kiri mengayuh hingga rakit kami dapat menjauhi pusaran air yang bergolak. Selama beberapa jam, kami belajar pentingnya mendengarkan instruksi pemandu. Suaranya yang tegas menolong kami berenam yang tidak berpengalaman untuk bekerja sama mencari jalur yang tepat agar jeram itu dapat kami lalui dengan aman.
Kehidupan ini juga mengandung jeram-jeram yang berarus deras. Adakalanya kita mengarungi kehidupan dengan tenang. Namun, dalam sekejap, kita didesak untuk mendayung sekuat tenaga agar bisa lepas dari pusaran air yang kuat. Saat-saat menegangkan itu membuat kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan pemandu yang terampil dengan suara yang bisa dipercaya untuk membantu kita berlayar di tengah arus kehidupan yang bergelora.
Dalam Mazmur 32, Allah berjanji untuk menjadi suara itu: “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh” (ay.8). Kita bisa membaca di ayat-ayat sebelumnya bahwa sikap mengakui pelanggaran-pelanggaran kita (ay.5) dan sungguh-sungguh berdoa mencari-Nya (ay.6) sangatlah penting agar kita dapat mendengar suara-Nya. Namun, saya semakin terhibur karena Allah telah berjanji, “Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu”(ay.8). Ayat ini mengingatkan bahwa bimbingan-Nya keluar sebagai bentuk kasih-Nya. Di akhir pasal, pemazmur menyimpulkan, “orang percaya kepada Tuhan dikelilingi-Nya dengan kasih setia” (ay.10). Ketika kita mempercayai-Nya, kita dapat mengandalkan janji-Nya untuk membimbing kita melewati jalan kehidupan yang terjal dan berliku.—ADAM HOLZ
Mazmur 32 merupakan satu dari tujuh mazmur penyesalan (selain Mazmur 6; 38; 51; 102; 130; 143)—disebut demikian karena memuat pengakuan dosa dan permohonan belas kasihan serta pengampunan Allah. Banyak ahli percaya bahwa Daud menulis Mazmur 32 setelah ia berzina dengan Batsyeba. Selama kira-kira satu tahun setelahnya, Daud tidak mau bertobat dari dosa mengingini milik orang lain, berzina, menipu, memberi kesaksian palsu, dan membunuh. Kemudian, Nabi Natan datang dan menegurnya (2 Samuel 11–12).
Dalam Mazmur 32, Daud berbicara tentang beban rasa bersalah yang ia rasakan saat menyangkali dosa-dosanya (ay.3-4), perasan sukacitanya menerima pengampunan Allah setelah ia mengakui semua dosanya dan bertobat (ay.5), dan kerelaan hidupnya dipimpin oleh Allah (ay.7-11). Daud menunjukkan betapa berbedanya kebahagiaan orang yang bertobat (ay.1-2) dengan kesengsaraan batin orang yang menolak mengakui dosanya (ay.3-5). —K.T. Sim