Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu, sehingga aku menjadi beban pada diriku? —Ayub 7:20
Buku berjudul The Book of Odds berisi kumpulan berbagai kejadian langka yang menimpa satu dari sekian banyak orang. Catatan menyatakan bahwa satu di antara sejuta orang pernah disambar petir. Satu dari 25.000 orang mengalami gangguan kesehatan yang disebut “sindrom patah hati” yang diakibatkan oleh peristiwa guncangan atau kehilangan yang besar. Pengalaman-pengalaman tidak masuk akal yang dicatat dalam buku itu menyimpan pertanyaan yang tidak terjawab: Bagaimana jika kita menjadi salah satu yang mengalaminya?
Ayub berbeda dari semua orang pada zamannya. Allah berkata tentang Ayub, “Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (Ayb. 1:8). Akan tetapi, Ayub justru dipilih untuk mengalami rentetan penderitaan yang tidak masuk akal. Dari semua orang di dunia, Ayub adalah orang yang paling berhak menuntut jawaban. Pasal demi pasal dalam kitab ini menunjukkan kepada kita kesulitan yang dihadapi Ayub untuk memahami, “Mengapa saya?”
Kisah Ayub memberikan kepada kita cara untuk merespons misteri penderitaan dan kesedihan yang tidak terjelaskan. Dengan melihat bagaimana salah seorang hamba Allah yang baik dan penuh belas kasihan justru mengalami penderitaan dan kebingungan (ps.25), kita belajar bahwa tidak selamanya hukum tabur-tuai itu berlaku (4:7-8). Dengan memberikan latar belakang tentang kekacauan yang disebabkan oleh Iblis (ps.1) dan juga ucapan penutup (42:7-17) dari Allah yang kelak akan menyerahkan Anak-Nya untuk menanggung dosa-dosa kita, kisah Ayub memberikan alasan bagi kita untuk hidup karena percaya, bukan karena melihat. —Mart DeHaan
WAWASAN
Ayub 7:17 sangat mirip dengan Mazmur 8:5, “Apakah manusia, sehingga
Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau
mengindahkannya?” Namun, kemiripan kedua bacaan ini hanya sampai di
situ. Daud dalam Mazmur 8 memuji Allah karena Dia sangat memperhatikan
manusia sehingga Dia menaruhnya di atas segala ciptaan dan “telah
membuatnya hampir sama seperti Allah” (ay.6-9). Sebaliknya, Ayub
mengeluhkan perhatian Allah: “Apakah gerangan manusia, sehingga dia
Kauanggap agung, . . . dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap
saat?” (7:17-18). Ayub merasa seakan-akan Allah mengincar dan
mengejar-ngejar dirinya (ay.11-21). Namun, setelah Allah akhirnya
berbicara (ps.38–41), kita melihat perubahan pada sikap Ayub: “Tanpa
pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku
dan yang tidak kuketahui” (42:3). Sekali lagi, kita melihat sebuah
kesamaan dengan Mazmur 8. —Alyson Kieda
Bagaimana perasaan kamu terhadap Allah yang terkadang mengizinkan kita menderita tanpa memberi penjelasan apa-apa? Bagaimana kisah Ayub membantu kamu memahami hal ini?
Allah Pencipta dan Pemberi kehidupan kami, Bapa Tuhan kami Yesus Kristus, tolonglah kami untuk lebih mempercayai-Mu daripada penglihatan dan perasaan kami sendiri.
No comments:
Post a Comment