Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang. —Amsal 16:24
Topik yang dibawakannya adalah tentang ketegangan antar ras. Namun, pembicaranya tetap tenang dan sanggup menguasai diri. Berdiri di atas panggung di hadapan banyak orang, ia berbicara dengan berani—tetapi dengan kata-kata yang menunjukkan kasih, kerendahan hati, kebaikan, bahkan humor. Tidak butuh waktu lama untuk membuat hadirin yang tegang menjadi rileks, bahkan ikut tertawa bersama si pembicara tentang dilema yang mereka semua hadapi: bagaimana menyelesaikan isu panas dengan kepala dingin melalui perasaan dan perkataan yang menyejukkan. Dengan kata lain, bagaimana menghadapi topik yang panas dengan kasih yang mendinginkan.
Raja Salomo menyarankan pendekatan yang sama bagi kita semua: “Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang” (Ams. 16:24). Dengan demikian, “Dari hati orang yang bijaksana keluarlah perkataan yang cermat dan meyakinkan” (ay.23 FAYH).
Mengapa raja yang hebat seperti Salomo menggunakan waktunya untuk mengajari cara kita berbicara? Karena kata-kata berkuasa untuk menghancurkan. Pada masa itu, raja-raja bergantung kepada para kurir pembawa pesan untuk mendapatkan informasi tentang bangsanya, sehingga kurir yang tenang dan meyakinkan sangatlah dihargai. Mereka akan menggunakan kata-kata yang baik dan bijaksana, tidak melebih-lebihkan atau berkata-kata kasar, apa pun kabar yang mereka bawa.
Ada banyak kebaikan yang kita petik dari penggunaan kata-kata yang bijaksana dan manis saat menyampaikan pendapat kita. Salomo sendiri menyatakan, “Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada Tuhan” (ay.1).—Patricia Raybon
WAWASAN
Mengapa Amsal 16:1 membedakan “[pertimbangan] dalam hati” dengan
“jawaban lidah”? Perhatikan respons Yesus ketika orang-orang Farisi
bertanya kepada-Nya mengapa murid-murid-Nya melanggar adat istiadat
dengan tidak membasuh tangan (Mat. 15:1-2). Yesus mengetahui bahwa
masalahnya bukan pada menaati peraturan, tetapi dalam menjaga kemurnian
hati. Dia mengingatkan mereka, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:
Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari
pada-Ku” (ay.7-8; lihat juga Yes. 29:13). Yesus menambahkan, “Apa yang
keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.
Karena dari hati timbul segala pikiran jahat” (Mat. 15:18-19). Amsal
mengatakan kepada kita bahwa “Tuhanlah yang menguji hati” (16:2). Ayat
21 dan 23 menunjukkan hubungan yang dekat antara hati dan perkataan.
Sifat asli kita terlihat nyata lewat perkataan kita. —Tim Gustafson
Bagaimana cara kamu berkomunikasi saat sedang membahas topik yang sulit dan panas? Perubahan apa yang dirasakan dalam cara kamu berbicara ketika kamu mengizinkan Roh Kudus melembutkan lidah kamu?
Allah kami yang kudus, ketika kami membicarakan topik yang sulit, lembutkanlah hati dan perkataan kami dengan pertolongan Roh-Mu yang lemah lembut.
No comments:
Post a Comment