Bertahun-tahun lalu, istri saya menerima sejumlah kecil potongan harga dari barang yang dibelinya. Ia sama sekali tidak mengharapkannya, tetapi potongan itu tiba suatu hari melalui surat. Di saat yang hampir bersamaan, teman baiknya bercerita tentang kebutuhan mendesak dari beberapa wanita di negara lain. Mereka adalah para wanita berjiwa wirausaha yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidup mereka melalui jalur pendidikan dan bisnis. Namun, seperti yang kerap terjadi, mereka terkendala dalam hal dana.
Istri saya menggunakan potongan harga yang ia dapatkan itu untuk memberi pinjaman mikro kepada lembaga pelayanan yang berkomitmen membantu wanita-wanita tersebut. Setelah pinjamannya dilunasi, ia pun meminjamkan lagi, dan lagi, dan hingga saat ini, ia sudah membantu membiayai dua puluh tujuh investasi sejenis. Istri saya menikmati banyak hal, tetapi senyumnya yang paling lebar muncul manakala menerima kabar terbaru tentang perkembangan yang terjadi dalam hidup para wanita yang belum pernah dijumpainya itu.
Kita sering mendengar penekanan dalam ayat “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor. 9:7) diletakkan pada “orang yang memberi”—dan memang benar demikian. Namun, pemberian kita harus mempunyai kualitas tertentu—yaitu tidak dilakukan “dengan sedih hati atau karena paksaan”. Kita juga diingatkan untuk tidak menabur “sedikit” (ay.6-7). Dengan kata lain, pemberian kita haruslah dilakukan “dengan sukacita”. Mungkin masing-masing dari kita memberi dalam jumlah yang berbeda-beda, tetapi biarlah sukacita yang kita rasakan dapat terlihat lewat mimik wajah kita.—JOHN BLASÉ
WAWASAN
Perjalanan pertama Paulus ke Korintus dilakukan menjelang akhir perjalanan misinya yang kedua setelah meninggalkan Atena (Kis. 18:1). Selama di Korintus, sepanjang minggu ia membuat kemah bersama Akwila dan Priskila (ay.3), dan pada hari Sabat ia “berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani” (ay.4) untuk menerima pesan Injil. Kedatangannya yang kedua kali ke Korintus terjadi setelah Timotius berkunjung ke sana (1 Kor. 4:17) dan digambarkan oleh Paulus sebagai kunjungan “dalam dukacita” (2 Kor. 2:1). Selain 1 dan 2 Korintus, banyak sarjana percaya Paulus menuliskan paling sedikit satu surat lagi untuk jemaat Korintus, namun sekarang telah hilang (lihat 1Kor. 5:9; 2Kor. 7:8-10). Jelaslah Paulus sangat mengasihi dan peduli kepada jemaat ini (2 Kor. 2:4).—Alyson Kieda
Perjalanan pertama Paulus ke Korintus dilakukan menjelang akhir perjalanan misinya yang kedua setelah meninggalkan Atena (Kis. 18:1). Selama di Korintus, sepanjang minggu ia membuat kemah bersama Akwila dan Priskila (ay.3), dan pada hari Sabat ia “berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani” (ay.4) untuk menerima pesan Injil. Kedatangannya yang kedua kali ke Korintus terjadi setelah Timotius berkunjung ke sana (1 Kor. 4:17) dan digambarkan oleh Paulus sebagai kunjungan “dalam dukacita” (2 Kor. 2:1). Selain 1 dan 2 Korintus, banyak sarjana percaya Paulus menuliskan paling sedikit satu surat lagi untuk jemaat Korintus, namun sekarang telah hilang (lihat 1Kor. 5:9; 2Kor. 7:8-10). Jelaslah Paulus sangat mengasihi dan peduli kepada jemaat ini (2 Kor. 2:4).—Alyson Kieda
Kapan terakhir kali kamu “memberi dengan
sukacita”? Apa yang meyakinkan kamu bahwa Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita?
Allah Bapa yang Pemurah, terima kasih untuk
sukacita yang kami alami saat kami memberi dengan sukacita. Terima kasih
juga karena Engkau telah memenuhi kebutuhan kami dengan
berlimpah-limpah.
No comments:
Post a Comment