Cucu kecil kami melambaikan tangan dan mengucapkan sampai jumpa, tetapi kemudian berbalik dengan sebuah pertanyaan: “Mengapa Nenek masih berdiri di depan pintu dan melihat terus sampai kami pergi?” Saya tersenyum, karena itu pertanyaan yang “lucu” dari anak sekecil dirinya. Namun, melihat bahwa ia benar-benar bingung, saya mencoba memberikan jawaban yang baik. “Itu yang disebut sopan santun,” kata saya. “Mengantarkanmu sampai depan pintu dan melihat sampai kamu pergi menunjukkan Nenek peduli kepadamu.” Cucu saya mencerna jawaban itu, tetapi wajahnya masih tampak bingung. Jadi, saya mencoba menyampaikannya dengan lebih sederhana. “Nenek memperhatikanmu,” kata saya, “karena Nenek sayang kepadamu. Saat melihat mobilmu pergi, Nenek tahu kamu berangkat pulang dengan aman.” Cucu saya tersenyum dan memeluk saya dengan hangat. Akhirnya, ia mengerti.
Pemahamannya sebagai seorang anak mengingatkan saya pada apa yang patut kita semua ingat—bahwa Bapa kita di surga selalu mengawasi setiap dari kita, anak-anak-Nya yang berharga. Dalam Mazmur 121 dikatakan, “Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu” (ay.5).
Jaminan apakah yang diberikan kepada para peziarah Israel yang sedang menempuh perjalanan terjal dan berbahaya menuju Yerusalem untuk beribadah? “Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. Tuhan akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu” (ay.6-7). Demikian juga ketika kita menempuh perjalanan hidup yang berat, terkadang kita menghadapi ancaman atau bahaya rohani. Namun, “Tuhan akan menjaga keluar masuk [kita].” Mengapa? Karena kasih-Nya. Kapan? “Dari sekarang sampai selama-lamanya” (ay.8).—Patricia Raybon
WAWASAN
Mazmur 121 adalah salah satu “nyanyian ziarah” (Mazmur 120–134). Tiga kali setahun, pada Hari Raya Roti Tidak Beragi (Paskah), Hari Raya Menuai (Pentakosta), dan Hari Raya Pondok Daun (Tabernakel), orang-orang Yahudi diharuskan berkumpul bersama untuk beribadah (Keluaran 23:15-17). Nyanyian ziarah adalah lagu-lagu yang harus dinyanyikan oleh para peziarah yang pergi ke Yerusalem. Sebagai salah satu nyanyian ziarah, Mazmur 121 adalah lagu untuk perjalanan tersebut dan isinya berbicara tentang mencari bantuan Allah di tengah-tengah bahaya yang dapat ditemui di sepanjang jalan. Bahaya-bahaya ini termasuk tergelincir (ay.3) dan kepanasan atau kegilaan (lunacy/moon madness, ay.6). Sepanjang perjalanan yang berbahaya, umat Allah didorong untuk mencari pertolongan Allah—“yang menjadikan langit dan bumi”—dan bukannya mencari di gunung-gunung tinggi yang menjadi tempat penyembahan ilah-ilah palsu. —Bill Crowder
Mazmur 121 adalah salah satu “nyanyian ziarah” (Mazmur 120–134). Tiga kali setahun, pada Hari Raya Roti Tidak Beragi (Paskah), Hari Raya Menuai (Pentakosta), dan Hari Raya Pondok Daun (Tabernakel), orang-orang Yahudi diharuskan berkumpul bersama untuk beribadah (Keluaran 23:15-17). Nyanyian ziarah adalah lagu-lagu yang harus dinyanyikan oleh para peziarah yang pergi ke Yerusalem. Sebagai salah satu nyanyian ziarah, Mazmur 121 adalah lagu untuk perjalanan tersebut dan isinya berbicara tentang mencari bantuan Allah di tengah-tengah bahaya yang dapat ditemui di sepanjang jalan. Bahaya-bahaya ini termasuk tergelincir (ay.3) dan kepanasan atau kegilaan (lunacy/moon madness, ay.6). Sepanjang perjalanan yang berbahaya, umat Allah didorong untuk mencari pertolongan Allah—“yang menjadikan langit dan bumi”—dan bukannya mencari di gunung-gunung tinggi yang menjadi tempat penyembahan ilah-ilah palsu. —Bill Crowder
Jalan terjal apa yang sedang kamu lalui saat ini?
Jaminan apa yang kamu terima setelah menyadari bahwa Allah selalu
mengawasi dan menjaga kamu?
Bapa yang pengasih, saat kami menempuh
perjalanan hidup ini, terima kasih Engkau selalu mengawasi dan menjaga
kami supaya tetap aman.
No comments:
Post a Comment