Ketika perdebatan sengit pecah menyusul diberlakukannya suatu undang-undang yang kontroversial di Singapura, umat Tuhan pun terbelah dua. Pihak yang satu menyebut pihak lawannya “berpikiran sempit” atau sebaliknya, mengkompromikan iman.
Kontroversi dapat menyebabkan perpecahan tajam dalam keluarga Allah, menyebabkan sakit hati, dan membuat banyak orang kecewa. Saya pernah merasa direndahkan karena cara saya menerapkan ajaran Alkitab yang saya yakini. Saya pun juga pernah bersalah karena mengkritik orang lain yang tidak sependapat dengan saya.
Saya bertanya-tanya apakah mungkin sumber masalahnya bukan terletak pada pandangan kita atau cara kita mengungkapkannya, tetapi pada sikap hati kita ketika kita melakukannya. Apakah kita sekadar tidak sependapat atau sebenarnya kita ingin menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan kita?
Meski demikian, adakalanya kita perlu meluruskan pengajaran palsu atau menjelaskan posisi kita. Efesus 4:2-6 mengingatkan kita untuk melakukannya dengan rendah hati, lemah lembut, sabar, dan penuh kasih. Lalu, di atas semuanya itu, kita perlu berusaha sekuat tenaga untuk “memelihara kesatuan Roh” (Ef. 4:3).
Tidak semua kontroversi akan tuntas. Namun, firman Allah mengingatkan bahwa tujuan kita haruslah untuk membangun iman, bukan menjatuhkan mereka (ay.29). Apakah kita menjatuhkan orang lain demi menang berdebat? Ataukah kita mengizinkan Allah menolong kita memahami kebenaran-Nya pada waktu dan cara-Nya, mengingat kita semua mempunyai satu iman kepada satu Tuhan? (ay.4-6).—Leslie Koh
WAWASAN
Ketika Paulus mendorong para pembacanya untuk menjadi lemah lembut dan sabar satu sama lain, ia sedang menggambarkan kekuatan yang sesungguhnya. Sebelumnya, di surat yang sama, ia berkali-kali memanjatkan doa agar para pembacanya dapat mengerti kuasa Allah yang menguatkan batin mereka dengan kasih Kristus (Efesus 1:19; 3:16-18). Ia berdoa supaya mereka diberikan kuasa untuk mengerti hati Allah, yang ingin melakukan bagi mereka jauh lebih banyak daripada yang mereka doakan atau pikirkan (3:20).
Sebelum pertobatannya, rasanya Paulus tidak akan menulis hal semacam ini. Sebelum bertemu Kristus di jalan ke Damaskus, ia rela melakukan apa saja untuk menganiaya dan meneror orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Namun, yang menulis itu adalah Paulus yang telah diubahkan secara dramatis, yang menunjukkan bahwa kekuatan yang sesungguhnya terletak pada kerendahan hati, kesabaran, dan kebaikan yang justru menghasilkan segala hal terbaik dalam diri kita dan bukannya yang terburuk.—Mart DeHaan
Ketika Paulus mendorong para pembacanya untuk menjadi lemah lembut dan sabar satu sama lain, ia sedang menggambarkan kekuatan yang sesungguhnya. Sebelumnya, di surat yang sama, ia berkali-kali memanjatkan doa agar para pembacanya dapat mengerti kuasa Allah yang menguatkan batin mereka dengan kasih Kristus (Efesus 1:19; 3:16-18). Ia berdoa supaya mereka diberikan kuasa untuk mengerti hati Allah, yang ingin melakukan bagi mereka jauh lebih banyak daripada yang mereka doakan atau pikirkan (3:20).
Sebelum pertobatannya, rasanya Paulus tidak akan menulis hal semacam ini. Sebelum bertemu Kristus di jalan ke Damaskus, ia rela melakukan apa saja untuk menganiaya dan meneror orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Namun, yang menulis itu adalah Paulus yang telah diubahkan secara dramatis, yang menunjukkan bahwa kekuatan yang sesungguhnya terletak pada kerendahan hati, kesabaran, dan kebaikan yang justru menghasilkan segala hal terbaik dalam diri kita dan bukannya yang terburuk.—Mart DeHaan
Bagaimana kamu dapat menjelaskan posisimu tentang
isu-isu sensitif dengan rendah hati, lemah lembut, dan penuh kasih? Apa
yang akan kamu doakan bagi mereka yang tidak sependapat denganmu?
Ya Allah, tuntunlah aku agar aku menyampaikan
kebenaran dengan kasih dalam tujuan untuk membangun, bukan menjatuhkan,
sesama kami.
No comments:
Post a Comment