Di sisi timur kota Yerusalem terdapat sebuah mata air alami yang pada zaman dahulu menjadi satu-satunya sumber air bagi penduduk kota. Namun, karena letaknya di luar tembok kota, mata air itu justru menjadi kelemahan kota Yerusalem yang terbesar. Sumber air yang berada di tempat terbuka berisiko menjatuhkan kota yang tidak tertembus oleh musuh itu apabila musuh dapat mengalihkan atau menutup aliran airnya.
Raja Hizkia mengatasi kelemahan itu dengan membangun saluran air yang menembus lapisan bebatuan yang keras sepanjang 530 meter dari mata air ke dalam kota, sehingga air dapat mengalir ke dalam “kolam” (lihat 2 Raj. 20:20; 2 Taw. 32:2-4). Namun saat melakukan semua itu, Hizkia “kamu tidak memperhatikan Allah yang sudah lama merencanakan semua itu, dan yang menyebabkan itu terjadi” (Yes. 22:11 BIS). Merencanakan apa?
Allah sendiri “merencanakan” kota Yerusalem sedemikian rupa sehingga sumber airnya tidak terlindungi. Keberadaan mata air di luar tembok kota menjadi pengingat setiap saat bahwa penduduk kota harus bergantung hanya kepada Allah untuk keselamatan mereka.
Mungkinkah sejumlah kekurangan kita sebenarnya hadir untuk kebaikan kita sendiri? Rasul Paulus sendiri berkata bahwa ia akan “bermegah” atas kelemahannya, karena melalui kelemahan itulah, kuasa dan keindahan Yesus menjadi nyata (2 Kor. 12:9-10). Jika demikian, dapatkah kita memandang setiap kelemahan diri sebagai anugerah yang menunjukkan bahwa Allah adalah kekuatan kita?—David H. Roper
WAWASAN
Selama pemerintahan Raja Hizkia (tahun 728-686 SM), kerajaan Yehuda di Selatan menghadapi ancaman militer yang signifikan dari orang Asyur, yang telah menghancurkan kerajaan Israel di Utara (tahun 722 SM). Untuk mempersiapkan Yehuda melawan orang Asyur, Hizkia mengadopsi strategi bertahan dengan tidak memberikan akses ke persediaan air bagi tentara yang menyerbu (2 Tawarikh 32:1-8). Ia “menutup semua mata air dan sungai yang mengalir dari tengah-tengah negeri itu” (ay.4) dan pada saat yang sama menggali terowongan untuk mengalirkan air ke dalam kota untuk memastikan mereka memiliki air yang cukup untuk bertahan selama pengepungan yang berkepanjangan itu (2 Raja-Raja 20:20). Ia juga memperkuat tembok-tembok pertahanan yang melindungi kota dan persediaan air dan membuat sejumlah besar senjata dan perisai (2 Tawarikh 32:5). —K.T. Sim
Selama pemerintahan Raja Hizkia (tahun 728-686 SM), kerajaan Yehuda di Selatan menghadapi ancaman militer yang signifikan dari orang Asyur, yang telah menghancurkan kerajaan Israel di Utara (tahun 722 SM). Untuk mempersiapkan Yehuda melawan orang Asyur, Hizkia mengadopsi strategi bertahan dengan tidak memberikan akses ke persediaan air bagi tentara yang menyerbu (2 Tawarikh 32:1-8). Ia “menutup semua mata air dan sungai yang mengalir dari tengah-tengah negeri itu” (ay.4) dan pada saat yang sama menggali terowongan untuk mengalirkan air ke dalam kota untuk memastikan mereka memiliki air yang cukup untuk bertahan selama pengepungan yang berkepanjangan itu (2 Raja-Raja 20:20). Ia juga memperkuat tembok-tembok pertahanan yang melindungi kota dan persediaan air dan membuat sejumlah besar senjata dan perisai (2 Tawarikh 32:5). —K.T. Sim
Apa saja kekurangan dirimu? Bagaimana semua itu dapat mendorongmu untuk semakin mempercayai Allah?
Ya Allah, aku lemah. Aku berdoa kiranya orang lain dapat melihat bahwa Engkaulah sumber kekuatanku.
No comments:
Post a Comment