Setelah salah seorang anggota keluarga saya berpindah agama, sejumlah teman Kristen mendesak agar saya “meyakinkannya” untuk kembali kepada Yesus. Saya justru didorong untuk pertama-tama berusaha mengasihinya seperti yang Kristus lakukan—termasuk di tempat-tempat umum ketika orang-orang memandang heran karena penampilannya yang “asing”. Sebagian orang bahkan berkata kasar. “Pulang sana!” teriak seseorang dari dalam mobil, tanpa memahami atau peduli bahwa anggota keluarga saya itu bukan pendatang.
Musa mengajarkan cara yang lebih lembut dalam menghadapi mereka yang memiliki kepercayaan atau penampilan yang berbeda dari kita. Saat mengajarkan hukum tentang keadilan dan belas kasih, Musa memerintahkan umat Israel, “Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri telah mengenal keadaan jiwa orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir” (Kel. 23:9). Ketetapan itu menunjukkan kepedulian Allah kepada semua orang asing, yaitu mereka yang rentan dicurigai dan ditindas. Perintah yang sama diulangi lagi di Keluaran 22:21 dan Imamat 19:33.
Oleh karena itu, saat saya sedang bersama anggota keluarga saya itu—di restoran, di taman, di jalan, atau saat duduk mengobrol dengannya di teras rumah—saya terlebih dahulu berusaha menunjukkan kepadanya kebaikan dan sikap hormat yang juga ingin saya dapatkan dari orang lain. Inilah salah satu cara terbaik untuk mengingatkannya kepada kasih Yesus yang indah, bukan dengan mempermalukannya karena sudah menolak-Nya, tetapi dengan mengasihinya seperti Dia mengasihi kita semua—dengan kasih karunia yang ajaib. —Patricia Raybon
WAWASAN
Umat Perjanjian Allah haruslah berbeda dan terpisah dari bangsa-bangsa di sekeliling mereka. Tujuannya terutama untuk melindungi mereka dari penyembahan berhala. Keluaran 34:15 berkata, “Janganlah engkau sampai mengadakan perjanjian dengan penduduk negeri itu; apabila mereka berzinah dengan mengikuti allah mereka dan mempersembahkan korban kepada allah mereka, maka mereka akan mengundang engkau dan engkau akan ikut makan korban sembelihan mereka.” Perintah-perintah Allah dimaksudkan untuk melindungi, tetapi bukan berarti bangsa Israel harus sepenuhnya mengisolasi diri dari orang asing. Kata yang di terjemahkan sebagai “orang asing” dalam Keluaran 23:9 berarti hidup di tengah orang-orang yang bukan saudara sedarah. Karena para pendatang tidak memiliki keluarga, mereka bergantung pada keramahtamahan/penerimaan orang-orang di tempat mereka tinggal. Orang Israel sendiri pernah mengalaminya di Mesir pada masa kelaparan (Kejadian 50:15-21). —Bill Crowder
Umat Perjanjian Allah haruslah berbeda dan terpisah dari bangsa-bangsa di sekeliling mereka. Tujuannya terutama untuk melindungi mereka dari penyembahan berhala. Keluaran 34:15 berkata, “Janganlah engkau sampai mengadakan perjanjian dengan penduduk negeri itu; apabila mereka berzinah dengan mengikuti allah mereka dan mempersembahkan korban kepada allah mereka, maka mereka akan mengundang engkau dan engkau akan ikut makan korban sembelihan mereka.” Perintah-perintah Allah dimaksudkan untuk melindungi, tetapi bukan berarti bangsa Israel harus sepenuhnya mengisolasi diri dari orang asing. Kata yang di terjemahkan sebagai “orang asing” dalam Keluaran 23:9 berarti hidup di tengah orang-orang yang bukan saudara sedarah. Karena para pendatang tidak memiliki keluarga, mereka bergantung pada keramahtamahan/penerimaan orang-orang di tempat mereka tinggal. Orang Israel sendiri pernah mengalaminya di Mesir pada masa kelaparan (Kejadian 50:15-21). —Bill Crowder
Apa sikapmu terhadap mereka yang terlihat
“berbeda” atau “asing”? Dengan cara apa kamu dapat menerapkan ketetapan
Allah untuk tidak menindas “orang asing” atau “pengembara” di sekitarmu?
Bapa yang penuh belas kasih, bukalah hatiku
hari ini untuk mengasihi orang asing di sekitarku, supaya aku boleh
membawa mereka kepada-Mu.
No comments:
Post a Comment