Tiba-tiba saya terbangun di tengah malam yang gelap gulita. Saya baru terlelap kurang dari tiga puluh menit tetapi rasanya saya akan sulit untuk tidur lagi. Suami teman saya sedang terbaring di rumah sakit setelah menerima kabar yang menakutkan, “Kankernya kambuh lagi—sekarang menyerang otak dan tulang belakangnya.” Sekujur tubuh saya terasa sakit memikirkan mereka. Alangkah beratnya beban mereka! Namun, entah bagaimana, roh saya seperti disegarkan setelah saya berdoa semalaman. Bisa dikatakan saya merasakan beban yang indah untuk mereka. Bagaimana mungkin?
Dalam Matius 11:28-30, Yesus menjanjikan kelegaan bagi jiwa kita yang letih lesu. Anehnya, kelegaan dari-Nya justru dialami ketika pundak kita dipasangi kuk-Nya dan memikul beban-Nya. Dia menjelaskan di ayat 30, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” Saat kita mengizinkan Tuhan Yesus mengangkat beban dari punggung kita dan kemudian membiarkan diri kita dipasangi kuk dari Yesus, kita pun terikat pada-Nya untuk melangkah bersama Dia seturut kehendak-Nya. Saat kita memikul beban-Nya, kita berbagi penderitaan dengan-Nya, yang pada akhirnya membuat kita menerima penghiburan dari-Nya juga (2 Kor 1:5).
Keprihatinan saya atas kondisi teman-teman saya adalah beban yang berat. Namun, saya bersyukur Allah mengizinkan saya membawa mereka dalam doa. Pelan-pelan saya bisa kembali tidur dan bangun—masih dengan beban yang indah, tetapi yang terasa enak dan ringan karena saya memikulnya sambil berjalan bersama Yesus. —Elisa Morgan
WAWASAN
Perkataan Kristus yang menawarkan kelegaan bagi yang letih lesu (Matius 11:28-29) tampaknya berkaitan dengan pengajaran-Nya tentang penindasan. Dalam tradisi Yahudi, kata kuk sering dipakai sebagai kiasan hukum Allah. Kuk digunakan untuk melatih lembu yang belum berpengalaman dengan menggabungkannya bersama lembu lain yang sudah berpengalaman; dengan cara serupa, hukum bisa berfungsi sebagai pemandu latihan. Kata kuk juga dipakai untuk melambangkan aturan politik, dan kata kelegaan untuk menggambarkan kelepasan dari aturan yang menindas. Misalnya, dalam Yesaya 14, Allah berjanji akan mengenyahkan kuk bangsa Asyur yang membebani dan mendatangkan kelegaan bagi Israel (14:7,25). Kekaisaran Romawi dan para pemuka agama pada zaman Kristus (ahli Taurat dan orang Farisi) memakai otoritas mereka dengan membebani rakyat (lihat Matius 23:4). Jadi, Yesus mengundang orang-orang yang letih lesu karena beban itu untuk hidup di bawah kepemimpinan-Nya yang berbelas kasih dalam kerajaan Allah yang memberi hidup. —Monica Brands
Perkataan Kristus yang menawarkan kelegaan bagi yang letih lesu (Matius 11:28-29) tampaknya berkaitan dengan pengajaran-Nya tentang penindasan. Dalam tradisi Yahudi, kata kuk sering dipakai sebagai kiasan hukum Allah. Kuk digunakan untuk melatih lembu yang belum berpengalaman dengan menggabungkannya bersama lembu lain yang sudah berpengalaman; dengan cara serupa, hukum bisa berfungsi sebagai pemandu latihan. Kata kuk juga dipakai untuk melambangkan aturan politik, dan kata kelegaan untuk menggambarkan kelepasan dari aturan yang menindas. Misalnya, dalam Yesaya 14, Allah berjanji akan mengenyahkan kuk bangsa Asyur yang membebani dan mendatangkan kelegaan bagi Israel (14:7,25). Kekaisaran Romawi dan para pemuka agama pada zaman Kristus (ahli Taurat dan orang Farisi) memakai otoritas mereka dengan membebani rakyat (lihat Matius 23:4). Jadi, Yesus mengundang orang-orang yang letih lesu karena beban itu untuk hidup di bawah kepemimpinan-Nya yang berbelas kasih dalam kerajaan Allah yang memberi hidup. —Monica Brands
Beban apa yang sedang kamu pikul hari ini? Bagaimana kamu akan menyerahkan beban itu kepada Yesus?
Tuhan Yesus, ambillah beban beratku ini dan taruhlah di pundakku beban-Mu yang indah bagi dunia ini.
No comments:
Post a Comment