Ketika penduduk sebuah kota kecil di Prancis menolong para pengungsi Yahudi bersembunyi dari Nazi selama Perang Dunia II, beberapa orang bernyanyi di tengah hutan lebat yang mengelilingi kota supaya para pengungsi tahu bahwa situasi sudah aman bagi mereka untuk keluar dari tempat persembunyian. Penduduk kota Le Chambon-sur-Lignon yang berani itu menjawab ajakan seorang pendeta setempat bernama André Trocmé dan istrinya, Magda, untuk memberikan perlindungan semasa perang bagi kaum Yahudi di dataran tinggi berangin kencang yang dikenal sebagai “La Montagne Protestante”. Nyanyian isyarat itu hanyalah satu dari sekian banyak tindakan warga kota yang berani menyelamatkan hingga tiga ribu orang Yahudi dari kematian yang hampir tak terelakkan.
Di masa lain yang juga rawan bahaya, Daud bernyanyi ketika Saul musuhnya mengirimkan para pembunuh ke rumahnya pada malam hari. Nyanyiannya bukanlah isyarat, melainkan suatu pujian syukur kepada Allah, tempat perlindungannya. Daud bersukacita, ”Aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku” (Mzm. 59:17).
Nyanyian itu bukanlah cara untuk memberanikan diri dalam bahaya. Pujian Daud adalah ungkapan kepercayaannya kepada Allah Mahakuasa. “Allah adalah kota bentengku, Allahku dengan kasih setia-Nya” (ay.18).
Pujian Daud, dan nyanyian penduduk Le Chambon, mengajak kita untuk memuliakan Allah hari ini dengan puji-pujian kita, bernyanyi kepada-Nya sekalipun hidup ini dipenuhi kekhawatiran. Kehadiran kasih-Nya akan melingkupi dan menguatkan hati kita. —Patricia Raybon
WAWASAN
Dalam Mazmur 59, kata “benteng” digunakan empat kali untuk menekankan perlindungan Allah di tengah masa sulit (ay.2, 10, 17, 18). Benteng menghadirkan rasa aman, tempat berlindung dan beristirahat, serta memenuhi kebutuhan. Benteng juga menjadi tempat terbaik untuk menghadapi musuh. Pada ayat 2, Allah adalah benteng yang menghalau serangan. Ayat 9 mengemukakan sudut pandang lain tentang bagaimana Allah menjadi benteng. Pemazmur menulis, “Aku mau berpegang pada-Mu.” Ketika bahaya mengancam, dengan yakin ia menanti-nantikan pertolongan Allah sebab ia tahu bahwa rasa aman hanya ada dalam Dia. Oleh sebab itu, kita pun dapat bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya (ay.16-17). —J.R. Hudberg
Dalam Mazmur 59, kata “benteng” digunakan empat kali untuk menekankan perlindungan Allah di tengah masa sulit (ay.2, 10, 17, 18). Benteng menghadirkan rasa aman, tempat berlindung dan beristirahat, serta memenuhi kebutuhan. Benteng juga menjadi tempat terbaik untuk menghadapi musuh. Pada ayat 2, Allah adalah benteng yang menghalau serangan. Ayat 9 mengemukakan sudut pandang lain tentang bagaimana Allah menjadi benteng. Pemazmur menulis, “Aku mau berpegang pada-Mu.” Ketika bahaya mengancam, dengan yakin ia menanti-nantikan pertolongan Allah sebab ia tahu bahwa rasa aman hanya ada dalam Dia. Oleh sebab itu, kita pun dapat bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya (ay.16-17). —J.R. Hudberg
Apa yang kamu rasakan saat menyanyikan lagu pujian favoritmu? Mengapa lagu pujian menginspirasi kita menjadi lebih kuat?
Ya Allah, kuatkanlah hatiku dengan puji-pujian yang mengubah ketakutan dan kekhawatiranku menjadi penyembahan kepada-Mu.
No comments:
Post a Comment