Penyair Carl Sandburg menulis tentang mantan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, “Dalam sejarah umat manusia, tidak sering kita bertemu seorang manusia yang terbuat dari baja dan beludru, . . . yang menampilkan dalam hati dan pikirannya suatu paradoks antara badai yang mengamuk dan keteduhan yang sempurna.” “Baja dan beludru” menjadi gambaran bagaimana Lincoln berhasil menyeimbangkan kekuasaan dari jabatannya dengan kepedulian-nya terhadap orang-orang yang merindukan kebebasan dari perbudakan.
Sepanjang sejarah, hanya ada satu pribadi yang secara sempurna menyeimbangkan ketegasan dan kelembutan, kuasa dan belas kasihan. Pribadi itu adalah Yesus Kristus. Dalam Yohanes 8, ketika Yesus diperhadapkan dengan para pemimpin agama yang ingin agar Dia menghukum seorang wanita yang berdosa, Yesus menunjukkan ketegasan sekaligus kelembutan-Nya. Dia menunjukkan ketegasan dengan bertahan menghadapi tuntutan massa yang haus darah, bahkan membalikkan tuduhan mereka kepada diri mereka sendiri. Yesus berkata kepada mereka, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (ay.7). Kemudian Yesus menunjukkan kelembutan belas kasihan-Nya dengan berkata kepada perempuan itu, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (ay.11).
Dengan mencerminkan ketegasan dan kelembutan Yesus dalam perlakuan kita terhadap orang lain, kita dapat menyingkapkan karya Bapa yang membentuk kita semakin serupa dengan Anak-Nya. Kita dapat menunjukkan kerinduan hati-Nya kepada dunia yang haus akan belas kasih yang lembut sekaligus keadilan yang tegas. —Bill Crowder
WAWASAN
Dalam catatan Yohanes 8:1-11, para pemuka membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Anehnya, hanya si perempuan yang dituduh bersalah, pasangan berzinahnya tidak turut diseret. Kaum perempuan cenderung tertarik kepada Yesus dan lebih berani mengikut Dia ketimbang para murid-Nya. Hanya Yohanes yang menyertai Yesus dalam perjalanan-Nya menuju penyaliban, tetapi Matius mencatat bahwa “ada di situ banyak perempuan” (27:55-56). Mereka ingin mengikut Yesus bukan karena Dia menarik secara fisik (lihat Yesaya 53:2), tetapi karena Dia memandang mereka sebagai manusia seutuhnya. Dia menghargai kaum wanita, sesuatu yang tidak dilakukan oleh pria zaman itu. Kisah hari ini adalah contoh betapa Yesus melindungi martabat perempuan sebagai manusia sejati. —Tim Gustafson
Dalam catatan Yohanes 8:1-11, para pemuka membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Anehnya, hanya si perempuan yang dituduh bersalah, pasangan berzinahnya tidak turut diseret. Kaum perempuan cenderung tertarik kepada Yesus dan lebih berani mengikut Dia ketimbang para murid-Nya. Hanya Yohanes yang menyertai Yesus dalam perjalanan-Nya menuju penyaliban, tetapi Matius mencatat bahwa “ada di situ banyak perempuan” (27:55-56). Mereka ingin mengikut Yesus bukan karena Dia menarik secara fisik (lihat Yesaya 53:2), tetapi karena Dia memandang mereka sebagai manusia seutuhnya. Dia menghargai kaum wanita, sesuatu yang tidak dilakukan oleh pria zaman itu. Kisah hari ini adalah contoh betapa Yesus melindungi martabat perempuan sebagai manusia sejati. —Tim Gustafson
Bagaimana responsmu terhadap kebobrokan dunia ini
jika dibandingkan dengan keseimbangan belas kasihan dan keadilan yang
ditunjukkan Kristus? Bagaimana Allah dapat menolongmu untuk
memperlihatkan belas kasihan-Nya kepada sesama?
Bapa, terima kasih untuk Anak-Mu, yang
sempurna menyingkapkan isi hati-Mu kepada dunia yang terhilang lewat
ketegasan dan kelembutan-Nya.
No comments:
Post a Comment