Novel Leif Enger berjudul Peace Like a River (Damai Bak Aliran Sungai) berkisah tentang Jeremiah Land, seorang ayah tunggal beranak tiga yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah. Sebagai seorang yang beriman teguh, Jeremiah pernah mengalami sejumlah mukjizat, tetapi tidak jarang imannya juga diuji.
Sekolah tempat Jeremiah bekerja dipimpin oleh Chester Holden, pengawas kejam yang memiliki kelainan kulit. Meskipun Jeremiah sangat rajin bekerja, Holden tetap ingin menyingkirkannya. Suatu hari, di depan para murid, ia menuduh Jeremiah mabuk lalu memecatnya. Sungguh memalukan.
Apa tanggapan Jeremiah? Ia bisa saja memperkarakan pemecatan itu atau melaporkan atasannya. Ia bisa juga pergi tanpa banyak ribut dan menerima ketidakadilan itu. Jika itu terjadi pada kamu, apa yang mungkin kamu lakukan?
Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Luk. 6:27-28). Kata-kata yang sulit ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan kejahatan atau melarang orang mencari keadilan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menjadi sama seperti Allah (ay.36) dengan bertanya lebih dalam: Bagaimana saya dapat menolong musuh saya agar ia berubah menjadi seperti yang Allah kehendaki?
Jeremiah menatap Holden sesaat, lalu mengulurkan tangan dan menyentuh wajahnya. Holden mundur sedikit dengan sikap defensif, lalu meraba dagu dan pipinya sambil terheran-heran. Sakit kulitnya sembuh seketika. Ia telah dijamah oleh kasih karunia. —Sheridan Voysey
WAWASAN
Perkataan Kristus dalam bacaan hari ini mengulang pengajaran-Nya dari Khotbah di Bukit (lihat Matius 5-7, terutama 5:38-48). Beberapa pakar Alkitab mengatakan keduanya mengacu pada kejadian yang sama, tetapi penafsir lainnya menunjukkan sejumlah perbedaan yang ada. Contohnya, Lukas secara spesifik mengatakan bahwa Yesus “turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar” (6:17), sedangkan Matius berkata, “Naiklah [Yesus] … ke atas bukit dan … duduk” (5:1). Matius memuat daftar delapan ucapan bahagia (ay.2-12); Lukas memberikan hanya empat dan dalam urutan yang berbeda (6:20-23). Lukas juga menulis gaya yang berbeda, menurut catatannya, Yesus berkata, “Berbahagialah kamu” sedangkan catatan Matius berbunyi, “Berbahagialah mereka.” Namun, yang penting, inti pesan Kristus dalam kedua catatan adalah sama: kasih Allah melampaui tuntutan hukum apapun mengenai apa yang adil dan benar. Yesus mengajar kita untuk meneladani kasih yang luar biasa itu. —Tim Gustafson
Perkataan Kristus dalam bacaan hari ini mengulang pengajaran-Nya dari Khotbah di Bukit (lihat Matius 5-7, terutama 5:38-48). Beberapa pakar Alkitab mengatakan keduanya mengacu pada kejadian yang sama, tetapi penafsir lainnya menunjukkan sejumlah perbedaan yang ada. Contohnya, Lukas secara spesifik mengatakan bahwa Yesus “turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar” (6:17), sedangkan Matius berkata, “Naiklah [Yesus] … ke atas bukit dan … duduk” (5:1). Matius memuat daftar delapan ucapan bahagia (ay.2-12); Lukas memberikan hanya empat dan dalam urutan yang berbeda (6:20-23). Lukas juga menulis gaya yang berbeda, menurut catatannya, Yesus berkata, “Berbahagialah kamu” sedangkan catatan Matius berbunyi, “Berbahagialah mereka.” Namun, yang penting, inti pesan Kristus dalam kedua catatan adalah sama: kasih Allah melampaui tuntutan hukum apapun mengenai apa yang adil dan benar. Yesus mengajar kita untuk meneladani kasih yang luar biasa itu. —Tim Gustafson
Apakah reaksi pertamamu bila berada dalam situasi
seperti yang dialami Yeremia? Bagaimana kamu dapat menolong orang yang
sulit sehingga ia bisa lebih dekat pada tujuan Allah bagi mereka?
Tuhan, ketika aku diperlakukan buruk dan tidak
adil, tunjukkanlah kepadaku bagaimana aku dapat menolong musuhku untuk
lebih mengenal-Mu.
No comments:
Post a Comment