Saya tergelitik melihat tato di pergelangan kaki Erin, teman saya, yang bergambar bola boling yang sedang menjatuhkan pin. Erin terinspirasi dari lagu Sara Groves, “Setting Up the Pins.” Liriknya yang cerdas mendorong pendengar untuk menemukan sukacita dalam rutinitas berulang-ulang yang kadang terasa tidak berarti, seperti bolak-balik menyusun pin-pin boling yang kemudian dijatuhkan oleh orang lain.
Mencuci baju. Memasak. Memotong rumput di halaman. Hidup rasanya penuh dengan pekerjaan yang sudah selesai tetapi harus dikerjakan berulang kali—lagi dan lagi. Pergumulan itu bukanlah hal baru melainkan sudah sejak zaman lampau, seperti terungkap dalam kitab Pengkhotbah di Perjanjian Lama. Di bagian awal, penulisnya mengeluhkan siklus kehidupan manusia dari hari ke hari yang tiada habisnya sebagai kesia-siaan belaka (Pkh. 1:2-3). Semua terasa tidak berarti sebab “apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi” (ay.9).
Namun, seperti teman saya tadi, penulis kitab Pengkhotbah dapat memperoleh kembali sukacita dan makna dengan mengingat bahwa kepuasan sejati dialami saat kita takut (hormat) akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (12:13). Kita pun terhibur saat mengetahui bahwa Allah menghargai setiap aspek kehidupan manusia, bahkan yang tampaknya paling remeh dan menjemukan sekalipun, dan Dia akan memberi kita upah atas kesetiaan kita (ay.14).
“Pin-pin” apa yang harus kamu susun terus-menerus dalam hidup ini? Saat tugas-tugas rutin mulai terasa melelahkan, baiklah kita mengambil waktu sejenak untuk mempersembahkan setiap pekerjaan itu sebagai persembahan kasih kita kepada Allah. —Lisa Samra
WAWASAN
Salah satu tema kunci dalam Pengkhotbah terdapat dalam frasa “di bawah matahari.” Kata-kata itu ada pada bacaan hari ini dalam ayat 3 dan 9, juga 27 ayat lainnya dalam kitab ini. Apakah artinya? “Di bawah matahari” merujuk pada apa yang dilakukan di bumi ini berdasarkan cara, nilai, dan pola pikir dunia, sehingga yang terjadi “di bawah matahari” berlawanan dengan nilai-nilai surgawi. Sebagai kitab keputusasaan, inti pesan Pengkhotbah adalah bahwa kita tidak dapat menemukan makna dan tujuan sejati kecuali dengan hidup menurut isi hati Bapa di surga, yang berlawanan dengan cara-cara dunia yang telah rusak. —Bill Crowder
Salah satu tema kunci dalam Pengkhotbah terdapat dalam frasa “di bawah matahari.” Kata-kata itu ada pada bacaan hari ini dalam ayat 3 dan 9, juga 27 ayat lainnya dalam kitab ini. Apakah artinya? “Di bawah matahari” merujuk pada apa yang dilakukan di bumi ini berdasarkan cara, nilai, dan pola pikir dunia, sehingga yang terjadi “di bawah matahari” berlawanan dengan nilai-nilai surgawi. Sebagai kitab keputusasaan, inti pesan Pengkhotbah adalah bahwa kita tidak dapat menemukan makna dan tujuan sejati kecuali dengan hidup menurut isi hati Bapa di surga, yang berlawanan dengan cara-cara dunia yang telah rusak. —Bill Crowder
Saat mengetahui bahwa pekerjaan kamu dihargai oleh
Allah, adakah pengaruhnya pada cara kamu bekerja hari ini? Bagaimana
pengetahuan tersebut mendorongmu memaknai kegiatan dan rutinitasmu
sehari-hari?
Terima kasih, Bapa, karena Engkau menghargai
kegiatan kami sehari-hari. Tolong kami menemukan sukacita dalam
pekerjaan kami hari ini.
No comments:
Post a Comment