Kevin menyeka air matanya sembari menyerahkan selembar kertas untuk dibaca Cari, istri saya. Ia tahu Cari dan saya sedang mendoakan anak perempuan kami agar kembali percaya kepada Tuhan Yesus. “Tulisan ini ditemukan dalam Alkitab milik ibu saya setelah beliau meninggal, dan saya berharap ini dapat menguatkan kalian,” katanya. Pada kertas itu tertulis, “Untuk anakku, Kevin.” Di bawahnya tertulis sebuah doa untuk keselamatannya.
“Sekarang saya menyimpan catatan ini dalam Alkitab saya,” Kevin menjelaskan. “Ibu saya berdoa untuk keselamatan saya selama lebih dari tiga puluh lima tahun. Saat itu saya sangat jauh dari Allah, tetapi sekarang saya telah menjadi orang percaya.” Ia menatap kami dengan sungguh-sungguh dan tersenyum sambil berurai air mata: “Jangan pernah menyerah mendoakan anak kalian—berapa pun lamanya waktu yang dibutuhkan.”
Kata-katanya yang menguatkan mengingatkan saya pada pengantar sebuah cerita tentang doa yang disampaikan Yesus dalam Injil Lukas. Lukas memulai dengan kata-kata, “Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk. 18:1).
Dalam cerita itu, Yesus membandingkan seorang “hakim yang lalim” (ay.6), yang mengabulkan permintaan hanya agar ia tidak diganggu lagi, dengan Bapa Surgawi yang benar-benar peduli kepada kita dan menginginkan kita datang kepada-Nya. Kita akan dikuatkan setiap kali kita berdoa karena kita tahu Allah mendengar dan menerima doa-doa kita. —James Banks
WAWASAN
Bacaan hari ini menjelaskan bahwa Yesus menceritakan perumpamaan hakim dan janda untuk mengajar murid-murid-Nya agar “selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (ay.1). Meski begitu, ada dua poin dalam perumpamaan ini. Tentu, poin utamanya adalah berdoa tiada henti. Seperti si janda terus mendesak hakim yang lalim untuk mengabulkan permohonannya, demikianlah kita harus berdoa kepada Allah secara terus-menerus dan konsisten. Yang kedua, ada sesuatu yang perlu diperhatikan dalam permintaan sang janda, sebab Yesus juga menyinggungnya. Ia meminta keadilan, bukan keluhan pribadi atau upaya mendapat keuntungan. Ia menderita ketidakadilan, itu sebabnya si janda terus memohon kepada hakim—hakim yang tidak adil—agar memberi keadilan kepadanya. Yesus mengatakan bahwa Bapa (yang jelas adil) tentu akan “membenarkan orang-orang pilihan-Nya” (ay.7). Allah Bapa mendengar dan menjawab doa-doa kita yang tiada jemu meminta keadilan. —J.R. Hudberg
Bacaan hari ini menjelaskan bahwa Yesus menceritakan perumpamaan hakim dan janda untuk mengajar murid-murid-Nya agar “selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (ay.1). Meski begitu, ada dua poin dalam perumpamaan ini. Tentu, poin utamanya adalah berdoa tiada henti. Seperti si janda terus mendesak hakim yang lalim untuk mengabulkan permohonannya, demikianlah kita harus berdoa kepada Allah secara terus-menerus dan konsisten. Yang kedua, ada sesuatu yang perlu diperhatikan dalam permintaan sang janda, sebab Yesus juga menyinggungnya. Ia meminta keadilan, bukan keluhan pribadi atau upaya mendapat keuntungan. Ia menderita ketidakadilan, itu sebabnya si janda terus memohon kepada hakim—hakim yang tidak adil—agar memberi keadilan kepadanya. Yesus mengatakan bahwa Bapa (yang jelas adil) tentu akan “membenarkan orang-orang pilihan-Nya” (ay.7). Allah Bapa mendengar dan menjawab doa-doa kita yang tiada jemu meminta keadilan. —J.R. Hudberg
Siapa yang terus Anda doakan keselamatannya?
Bagimana Anda merasa dikuatkan ketika mendengar cerita orang lain yang
dijawab doanya?
Abba, Bapa, terima kasih karena tidak ada
permintaan yang terlalu besar atau terlalu kecil bagi-Mu. Tolonglah aku
berdoa dengan tekun untuk mereka yang belum mengenal-Mu!
No comments:
Post a Comment