Di pinggiran kota Paris, ada komunitas-komunitas yang mengulurkan tangan untuk membantu kaum tunawisma di lingkungan mereka. Terbungkus dalam kantong-kantong kedap air, helai demi helai baju digantungkan pada pagar khusus supaya dapat diambil oleh para tunawisma yang membutuhkan. Kantong-kantong tersebut diberi tulisan, “Aku bukan barang hilang, silakan ambil jika kamu kedinginan.” Upaya tersebut tidak hanya menghangatkan tubuh mereka yang tidak memiliki tempat berteduh, tetapi juga mengajarkan masyarakat pentingnya menolong sesama yang membutuhkan di sekitar mereka.
Alkitab menekankan pentingnya memperhatikan mereka yang miskin, dengan memberi perintah kepada kita untuk “membuka tangan lebar-lebar” bagi mereka (Ul. 15:11). Mungkin kita tergoda mengabaikan kesulitan orang miskin, dan enggan berbagi berkat dengan mereka. Namun Allah menantang kita untuk melihat bahwa kita akan selalu dikelilingi oleh mereka yang berkekurangan, sehingga kita perlu melayani mereka dengan murah hati dan rela, bukan dengan “berdukacita” (ay.10). Yesus berkata bahwa dengan memberi kepada orang miskin, kita akan menerima harta yang abadi di surga (Luk. 12:33).
Kemurahan hati kita mungkin tidak akan diketahui oleh siapa pun selain Allah. Namun, ketika memberi dengan leluasa, kita tidak saja memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitar kita, tetapi kita juga mengalami sukacita yang Allah ingin kita alami dengan memenuhi kebutuhan sesama. Tolonglah kami, ya Tuhan, untuk mempunyai mata dan tangan yang terbuka demi memenuhi kebutuhan mereka yang telah Engkau tempatkan di sekitar kami! —Kirsten Holmberg
WAWASAN
Perintah Allah kepada bangsa Israel untuk memelihara orang miskin di antara mereka tergambar dalam penyebutan tiga kaum paling miskin—janda, anak yatim, dan orang asing. Karena orang Israel diberkati dengan kemakmuran, mereka harus berbagi dengan mereka yang lemah ekonomi (Ulangan 16:9-12; 26:8-11). Salah satu cara untuk bermurah hati ialah dengan membiarkan orang miskin makan dari hasil tanah mereka, hal ini diatur dalam hukum tentang pemetikan ladang (Imamat 19:9-10; Ulangan 24:19-21). Mereka juga harus menyisihkan sepersepuluh dari hasil panen mereka setiap tahun ketiga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial mereka “kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.” (Ulangan 26:12). —K. T. Sim
Perintah Allah kepada bangsa Israel untuk memelihara orang miskin di antara mereka tergambar dalam penyebutan tiga kaum paling miskin—janda, anak yatim, dan orang asing. Karena orang Israel diberkati dengan kemakmuran, mereka harus berbagi dengan mereka yang lemah ekonomi (Ulangan 16:9-12; 26:8-11). Salah satu cara untuk bermurah hati ialah dengan membiarkan orang miskin makan dari hasil tanah mereka, hal ini diatur dalam hukum tentang pemetikan ladang (Imamat 19:9-10; Ulangan 24:19-21). Mereka juga harus menyisihkan sepersepuluh dari hasil panen mereka setiap tahun ketiga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial mereka “kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.” (Ulangan 26:12). —K. T. Sim
Apakah saya merasa sulit berbagi berkat dengan orang lain? Jika ya, mengapa? Kebutuhan siapa yang dapat saya penuhi hari ini?
Kemurahan hati menunjukkan keyakinan pada pemeliharaan Allah yang setia dan penuh kasih.