Ayah saya punya ketajaman arah yang tidak saya miliki. Hanya dengan naluri, ia bisa mengetahui di mana utara, selatan, timur, dan barat. Sepertinya, kepekaan itu adalah bawaan lahir, dan sejauh ini ia tidak pernah salah. Hingga suatu hari, ia keliru.
Malam itu ayah saya tersesat. Ia dan ibu baru saja menghadiri acara di luar kota dan pulang larut malam. Ayah sangat yakin bahwa ia tahu arah menuju jalan utama, tetapi ternyata tidak. Ia terus berputar-putar, kebingungan, dan akhirnya frustrasi. Ibu pun meyakinkannya, “Aku tahu ini sulit, tetapi tak ada salahnya melihat GPS di ponselmu.”
Setahu saya, itulah pertama kalinya ayah saya yang berusia 72 tahun mencari arah lewat ponselnya.
Pemazmur adalah orang yang begitu kaya dengan pengalaman hidup. Namun, kitab Mazmur mengungkapkan saat-saat ketika Daud merasa tersesat secara rohani dan emosi. Mazmur 143 menceritakan salah satu momen tersebut. Raja besar itu sedang lesu (ay.4) dan mengalami kesesakan (ay.11). Ia pun terdiam dan berdoa, “Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh” (ay.8). Alih-alih bergantung pada hal lain, Daud berseru kepada Tuhan, “sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku” (ay.8).
Jika “seorang yang berkenan di hati [Allah]” (1Sam. 13:14) pun kadang merasa tersesat, berarti kita pun perlu datang kepada Allah untuk meminta petunjuk-Nya. —John Blase
Apa yang menyebabkan kamu merasa hilang arah,
bingung, atau bahkan frustrasi akhir-akhir ini? Apa yang membuat kamu
mungkin merasa enggan meminta pertolongan kepada Allah dan orang lain?
Meminta petunjuk dari Allah tidak saja benar, tetapi juga sangat baik.
No comments:
Post a Comment