Saya punya seorang teman bernama Edith yang menceritakan kepada saya pengalamannya yang menarik ketika ia memutuskan untuk percaya kepada Tuhan Yesus.
Dahulu Edith tidak mempedulikan agama. Namun, pada suatu Minggu pagi, ia pergi ke sebuah gereja di dekat apartemennya untuk mencari sesuatu yang dapat memuaskan jiwanya yang hampa. Khotbah pada hari itu terambil dari Lukas 15, dan ayat 2 berbunyi: “[Yesus] menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.”
Sang pengkhotbah membaca dari Alkitab versi King James dalam bahasa Inggris, dan di sana kata “makan” tertulis “eateth”. Bagi Edith, ayat itu terdengar demikian: “Ia menerima orang-orang berdosa dan Edith bersama-sama dengan mereka.” Edith pun terhenyak! Meskipun akhirnya ia sadar telah salah dengar, tetapi pemikiran bahwa Yesus menerima orang berdosa—dan itu termasuk Edith—terus diingatnya. Sore itu, ia memutuskan untuk datang kepada Yesus dan mendengarkan Dia. Edith mulai membaca kitab-kitab Injil dan tidak lama setelah itu memutuskan untuk beriman kepada Yesus.
Para pemuka agama pada zaman Yesus tidak menerima kenyataan bahwa Dia makan-minum bersama orang-orang yang berdosa dan tidak benar. Aturan-aturan yang mereka buat melarang mereka untuk berhubungan dengan orang-orang seperti itu. Namun, Yesus tidak mempedulikan aturan-aturan itu. Dia menerima siapa saja yang telah jatuh dalam dosa dan membawa mereka mendekat kepada-Nya, tanpa memandang sedalam apa kejatuhan mereka.
Kebenaran tersebut masih berlaku hingga saat ini: Yesus menerima orang-orang berdosa dan juga (nama kamu). —David H. Roper
Bapa Surgawi, tiada kata yang cukup melukiskan
rasa syukur kami atas kedahsyatan kasih Anak-Mu, yang menarik
orang-orang terbuang dan berdosa kepada-Nya, dan membuka jalan bagi kami
untuk berani datang kepada-Mu dengan penuh sukacita.
Allah mencari kita saat kita gelisah, menerima kita saat kita berdosa, dan menopang kita saat kita gagal. —Scotty Smith