Saya sedang mengantre di kasir sebuah toko swalayan dekat rumah sembari memperhatikan sekeliling saya. Saya melihat sekelompok remaja dengan kepala plontos dan cincin tersemat di hidung sedang melihat-lihat kudapan; seorang karyawan muda yang membeli sepotong daging bistik, asparagus, dan ubi manis; seorang wanita tua yang sedang memilih-milih buah persik dan stroberi. Apakah Allah mengenal setiap dari mereka? tanya saya dalam hati. Apakah mereka berarti bagi-Nya?
Allah, Sang Pencipta segala sesuatu, adalah Pencipta semua umat manusia, dan setiap dari kita dipandang-Nya layak untuk mendapatkan perhatian dan kasih-Nya secara khusus. Allah membuktikan kasih tersebut secara langsung di bukit Golgota yang mencekam dan terutama di atas kayu salib.
Ketika Yesus datang ke dunia dalam rupa seorang hamba, Dia membuktikan bahwa tangan Allah tidaklah terlalu besar untuk merangkul insan yang terkecil di dunia ini. Di tangan-Nya terukir nama kita masing-masing dan juga bekas-bekas luka penyaliban-Nya, bukti harga yang harus dibayar Allah karena kasih-Nya yang besar kepada kita.
Sekarang, manakala saya ingin mengasihani diri sendiri dan merasa begitu tersiksa oleh kesepian, seperti yang tergambar jelas dalam kitab-kitab seperti Ayub dan Pengkhotbah, saya akan berpaling pada kisah-kisah Injil tentang Tuhan Yesus dan segala perbuatan-Nya. Apabila saya menyimpulkan bahwa keberadaan saya “di bawah matahari” (Pkh. 1:3) tidaklah berarti bagi Allah, itu artinya saya menyangkal salah satu tujuan utama Allah datang ke dunia. Jika kamu bertanya, Apakah saya berarti?, Yesuslah jawabannya. —Philip Yancey
Bapa, ketika kami merasa sangat kesepian dan
menderita, kami hanya dapat berpaling kepada-Mu. Tuhan Yesus telah
menunjukkan betapa berharganya kami di Mata-Mu, dan kami sungguh
bersyukur kepada-Mu!
Gembala yang Baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. —Yesus
No comments:
Post a Comment