Buku doa kaum Puritan berjudul “Lembah Penglihatan” menggambarkan jarak yang terbentang antara seorang manusia berdosa dan Allah yang kudus. Manusia itu berkata kepada Allah, “Engkau telah membawaku ke lembah penglihatan . . . ; dikungkung oleh dosa yang menggunung, telah kulihat kemuliaan-Mu.” Setelah menyadari kesalahannya, manusia itu tetap memegang pengharapan. Ia melanjutkan, “Bintang dapat terlihat dari sumur yang terdalam, dan semakin dalam sumurnya, semakin terang bintang-Mu bersinar.” Akhirnya, puisi itu diakhiri dengan permohonan: “Kiranya aku menemukan terang-Mu dalam kegelapanku, . . . kemuliaan-Mu di tengah lembahku.”
Yunus menemukan kemuliaan Allah selama ia berada di dalam laut. Ia telah memberontak kepada Allah dan terdampar di dalam perut ikan. Di sana, tersadar akan dosanya, Yunus pun berseru kepada Allah: “Telah Kaulemparkan aku ke tempat yang dalam, . . . Segala air telah mengepung aku, mengancam nyawaku” (Yun. 2:3,5). Meskipun dalam keadaan demikian, Yunus tetap berkata, “Teringatlah aku kepada TUHAN, dan sampailah doaku kepada-Mu” (ay.7). Allah mendengar doa Yunus dan membuat ikan itu memuntahkan dirinya.
Meskipun dosa menciptakan jarak antara Allah dan kita, kita dapat memandang ke atas dari titik nadir hidup kita dan melihat kepada-Nya —untuk melihat kesucian, kebaikan, dan karunia-Nya. Apabila kita berpaling dari dosa kita dan mengakuinya kepada Allah, Dia akan mengampuni kita. Allah menjawab doa-doa yang kita panjatkan dari lembah hidup kita. —Jennifer Benson Schuldt
Ya Tuhan, di siang hari bintang dapat terlihat
dari sumur yang terdalam, dan semakin dalam sumurnya, semakin terang
bintang-Mu bersinar; kiranya aku menemukan terang-Mu dalam kegelapanku.
Kegelapan dosa hanya akan membuat terang anugerah Allah bersinar semakin cemerlang.