Beberapa tahun lalu, Jenderal Peter Chiarelli (pimpinan tertinggi kedua di jajaran Angkatan Darat AS pada masa itu) pernah dikira sebagai pelayan oleh seorang penasihat senior bagi presiden pada sebuah acara jamuan makan malam kenegaraan. Penasihat senior itu tanpa sadar meminta sang jenderal yang sedang berdiri di belakangnya untuk mengambilkannya minuman. Saat penasihat itu menyadari kesalahannya, sang jenderal dengan ramah berusaha menolongnya agar tidak merasa malu dengan mengisi ulang gelasnya, bahkan mengundangnya untuk makan malam bersama keluarganya di lain kesempatan.
Kata gracious (ramah) berasal dari kata grace (anugerah), dan itu bisa berarti perbuatan baik atau sopan-santun, seperti yang dilakukan sang jenderal. Namun kata itu bermakna lebih dalam bagi para pengikut Kristus. Kita adalah penerima anugerah—karunia ajaib yang diberikan cuma-cuma dan tak layak kita terima—yang disediakan Allah melalui Anak-Nya, Yesus (Ef. 2:8).
Karena kita telah menerima anugerah, kita patut menunjukkannya dalam cara kita memperlakukan orang lain—misalnya, dalam ucapan kita kepada mereka: “Ucapan orang arif membuat ia dihormati” (Pkh. 10:12 BIS). Anugerah yang kita hayati di dalam hati akan tercurah lewat perkataan dan perbuatan kita (Kol. 3:16-17).
Belajar menyalurkan anugerah di dalam hati kita kepada orang lain merupakan buah dari kehidupan pengikut Yesus Kristus—pemberi anugerah terbesar—yang dipenuhi oleh Roh Kudus. —Cindy Hess Kasper
Bapa di surga, tolong aku hari ini untuk
berkata-kata dengan penuh kasih. Kiranya setiap perkataan dan
perbuatanku menunjukkan kasih kepada orang lain dan menyenangkan-Mu, ya
Tuhan, kekuatanku dan penebusku.
Anugerah Allah yang dihayati di dalam hati akan membuahkan perbuatan baik di dalam hidup.
No comments:
Post a Comment