Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! —Ratapan 3:22-23
Yves Congar masih berusia 10 tahun pada saat pecahnya Perang Dunia I dan ketika kota tempat tinggalnya di Prancis diserbu tentara Jerman. Ibu Yves mendorongnya untuk menulis pada sebuah buku harian, dan dari tulisannya lahirlah sebuah catatan berisi penggambaran yang blak-blakan tentang suatu masa pendudukan militer, lengkap dengan narasi dan sketsa yang berwarna. Buku hariannya merekam suatu peristiwa bencana dari sudut pandang seorang anak. Apa yang disaksikan Yves begitu membekas pada dirinya sehingga ia merasa terpanggil untuk meneruskan pengharapan dari Kristus kepada sesamanya.
Berabad-abad sebelumnya, Nabi Yeremia menjadi saksi mata dari penyerbuan Yerusalem oleh Raja Nebukadnezar. Yeremia menuliskan pengamatannya dalam “buku harian” miliknya, yaitu Kitab Ratapan. Di tengah masa-masa yang memilukan hati tersebut, sang nabi menemukan pengharapan di dalam isi hati Allah. Ia menuliskan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu” (3:22-23).
Dari masa ke masa, kita mungkin mengalami atau menyaksikan beragam bencana dan merasakan sepertinya ada gelombang kekuatan musuh yang menyerbu kehidupan kita. Namun masa-masa kesukaran ini tidak akan berlangsung selamanya. Dan seperti Yeremia, pengharapan yang paling dapat kita andalkan dialami ketika kita merenungkan kesetiaan dan pemeliharaan Bapa surgawi kita. Kasih setia serta rahmat Tuhan selalu baru setiap pagi, dan alangkah besar kesetiaan-Nya! —HDF
Setia-Mu Tuhanku, mengharu hatiku,
Setiap pagi bertambah jelas;
Yang kuperlukan tetap Kauberikan,
Sehingga aku pun puas lelas. —Chisholm
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 138)
Setiap pagi bertambah jelas;
Yang kuperlukan tetap Kauberikan,
Sehingga aku pun puas lelas. —Chisholm
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 138)
Kesetiaan Allah menjadi alasan terbaik bagi kita untuk berharap kepada-Nya.
No comments:
Post a Comment