Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. —Mazmur 40:2
Dengan begitu banyaknya media komunikasi instan dewasa ini, ketidaksabaran kita dalam menantikan jawaban dari seseorang terkadang sangat menggelikan. Seorang kenalan saya mengirim e-mail kepada istrinya, tetapi ia kemudian menghubungi istrinya itu dengan telepon genggam karena merasa tidak sabar dalam menunggu jawabannya!
Terkadang kita merasa bahwa Allah telah mengecewakan kita karena Dia tidak segera menjawab doa kita. Sering kali sikap kita menjadi, “Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku!” (Mzm. 143:7).
Namun menantikan Tuhan dapat mengubah kita menjadi seseorang yang bertumbuh dalam iman. Raja Daud sudah bertahun-tahun menantikan saatnya ia dinobatkan menjadi raja dan melarikan diri dari Saul yang murka kepadanya. Daud menulis, “Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” (Mzm. 27:14). Dan dalam mazmur lainnya, ia menguatkan kita dengan perkataan ini, “Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. . . . Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku” (40:2-3). Daud tumbuh menjadi “seorang yang berkenan di hati [Allah]” dengan jalan menantikan Tuhan (Kis. 13:22; lih. 1Sam. 13:14).
Ketika kita merasa frustrasi karena Allah kelihatannya menunda untuk menjawab doa kita, alangkah baiknya kita mengingat bahwa Dia rindu untuk mengembangkan iman dan ketekunan dalam karakter diri kita (Yak. 1:2-4). Nantikanlah Tuhan! —HDF
Indahnya saat yang teduh
Penampung permohonanku
Kepada yang Mahabenar
Yang bersedia mendengar. —Walford
(Kidung Jemaat, No. 454)
Penampung permohonanku
Kepada yang Mahabenar
Yang bersedia mendengar. —Walford
(Kidung Jemaat, No. 454)
Allah menguji kesabaran kita dengan maksud untuk membentuk karakter kita.
No comments:
Post a Comment