Baca: 1 Korintus 15:1-21
Dan bahwa [Kristus] telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, . . . Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus. —1 Korintus 15:4-6
Terkadang membersihkan loteng di rumah kakek memang menguntungkan. Bagi seorang pria asal Ohio seperti saya, keuntungan itu saya alami ketika menemukan satu set kartu bisbol yang berumur lebih dari 100 tahun dan masih dalam kondisi yang sangat baik. Juru taksir menilai kartu tersebut seharga tiga juta dolar AS.
Satu faktor penentu mengapa nilai kartu-kartu tersebut sangat tinggi adalah kondisinya yang sangat terawat baik. Namun lebih dari itu, nilai sebenarnya dari kartu-kartu tersebut terletak pada kenyataan bahwa semuanya itu asli. Namun jika kartu-kartu tersebut ternyata palsu atau tiruan—tidak peduli betapa bagus kondisinya—kartu-kartu tersebut tidak berharga sama sekali.
Rasul Paulus mengatakan hal yang serupa tentang iman Kristen. Ia berkata bahwa iman kita akan menjadi tidak berguna sama sekali dan palsu, apabila kebangkitan Yesus tidak asli atau tidak benar-benar terjadi. Pastilah Paulus punya keberanian dan keyakinan akan rencana Allah untuk berkata, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor. 15:14) dan “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu” (ay.17).
Iman Kristen bersandar pada kebenaran kisah ini: Yesus mati di kayu salib dan dibangkitkan dari antara orang mati. Puji Tuhan untuk bukti nyata berupa kematian dan kebangkitan Yesus (ay.3-8). Kematian dan kebangkitan-Nya itu benar-benar terjadi, dan kita dapat mempertaruhkan kekekalan dan ketergantungan kita sepenuhnya kepada Allah pada kebenaran itu. —JDB
Tuhan, selamanya kami bersyukur karena kebenaran yang diteguhkan
dalam firman-Mu dan dalam hati kami bahwa Engkau
mati dan bangkit kembali bagi kami. Kami mengasihimu, Tuhan,
dan kami mengangkat suara pujian kami!
Allah adalah satu-satunya Allah yang sejati.
Saturday, August 31, 2013
Friday, August 30, 2013
Pertaruhan Dan Penyelamatan
Baca: Roma 16:1-7
Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, . . . Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. —Roma 16:3-4
Pada 7 September 1838, Grace Darling, putri dari seorang penjaga mercusuar berkebangsaan Inggris, melihat sebuah kapal karam dan beberapa orang yang terkatung-katung di lepas pantai. Bersama dengan ayahnya, Grace mendayung perahu mereka dengan berani sejauh satu mil dan menembus gelombang perairan yang kuat untuk menyelamatkan beberapa orang. Grace pun dikagumi banyak orang karena hatinya yang penuh belas kasihan dan tangannya yang teguh dalam mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain.
Rasul Paulus menceritakan kepada kita tentang sekelompok pria dan wanita lain yang mengambil risiko demi menyelamatkan orang lain. Ia menulis tentang Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjanya dalam Kristus, yang “telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi” (Rm. 16:3-4).
Tidak diceritakan tepatnya “pertaruhan” apa yang dimaksud Paulus, tetapi dengan maraknya deraan, penahanan penjara, karam kapal, dan ancaman kematian dalam pelayanan Paulus, tak sulit untuk melihat bagaimana pasangan Priskila dan Akwila telah membahayakan diri mereka sendiri demi menyelamatkan sahabat mereka. Tampaknya penyelamatan Paulus lebih penting bagi mereka daripada keselamatan mereka sendiri.
Menyelamatkan orang lain—baik dari bahaya fisik maupun rohani—sering membawa risiko. Namun ketika kita mengambil risiko dengan mau menjangkau orang lain, kita sedang mencerminkan hati Juruselamat yang telah berkorban begitu besar bagi kita. —HDF
Tangan Tuhan melindungi jalan kita
Saat kita hendak melakukan kehendak-Nya;
Dan bahkan saat kita berani mengambil risiko,
Kita tahu bahwa Dia tetap beserta kita. —D. DeHaan
Karena Anda telah diselamatkan, Anda pun sepatutnya ingin menyelamatkan orang lain.
Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, . . . Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. —Roma 16:3-4
Pada 7 September 1838, Grace Darling, putri dari seorang penjaga mercusuar berkebangsaan Inggris, melihat sebuah kapal karam dan beberapa orang yang terkatung-katung di lepas pantai. Bersama dengan ayahnya, Grace mendayung perahu mereka dengan berani sejauh satu mil dan menembus gelombang perairan yang kuat untuk menyelamatkan beberapa orang. Grace pun dikagumi banyak orang karena hatinya yang penuh belas kasihan dan tangannya yang teguh dalam mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain.
Rasul Paulus menceritakan kepada kita tentang sekelompok pria dan wanita lain yang mengambil risiko demi menyelamatkan orang lain. Ia menulis tentang Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjanya dalam Kristus, yang “telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi” (Rm. 16:3-4).
Tidak diceritakan tepatnya “pertaruhan” apa yang dimaksud Paulus, tetapi dengan maraknya deraan, penahanan penjara, karam kapal, dan ancaman kematian dalam pelayanan Paulus, tak sulit untuk melihat bagaimana pasangan Priskila dan Akwila telah membahayakan diri mereka sendiri demi menyelamatkan sahabat mereka. Tampaknya penyelamatan Paulus lebih penting bagi mereka daripada keselamatan mereka sendiri.
Menyelamatkan orang lain—baik dari bahaya fisik maupun rohani—sering membawa risiko. Namun ketika kita mengambil risiko dengan mau menjangkau orang lain, kita sedang mencerminkan hati Juruselamat yang telah berkorban begitu besar bagi kita. —HDF
Tangan Tuhan melindungi jalan kita
Saat kita hendak melakukan kehendak-Nya;
Dan bahkan saat kita berani mengambil risiko,
Kita tahu bahwa Dia tetap beserta kita. —D. DeHaan
Karena Anda telah diselamatkan, Anda pun sepatutnya ingin menyelamatkan orang lain.
Thursday, August 29, 2013
Perhatian Yang Melimpah
Baca: Yohanes 13:31-35
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. —Yohanes 13:34
Beberapa waktu yang lalu, saya menulis sebuah artikel tentang istri saya, Marlene, dan pergumulannya dengan vertigo. Ketika artikel tersebut diterbitkan, saya tak menduga akan mendapatkan begitu banyak tanggapan dari para pembaca yang memberikan semangat, pertolongan, saran, dan terutama perhatian pada kesehatan istri saya. Pesan-pesan ini datang dari seluruh penjuru dunia dan dari orang-orang dengan beragam latar belakang. Ungkapan perhatian yang penuh kasih untuk istri saya ini membanjir sedemikian banyaknya sampai kami tidak tahu harus mulai dari mana untuk menjawab semuanya. Kami takjub dan kagum ketika melihat bagaimana saudara-saudari seiman di dalam Kristus menanggapi pergumulan Marlene. Kami sangat bersyukur, dan masih terus bersyukur hingga hari ini.
Sejatinya, demikianlah seharusnya tubuh Kristus berfungsi. Perhatian yang penuh kasih untuk saudara-saudari dalam Kristus menjadi bukti bahwa kita telah mengalami kasih-Nya. Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berkata kepada para murid, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35)
Saya dan Marlene mengalami secercah kasih dan perhatian seperti yang Kristus berikan melalui setiap surat yang kami terima. Dengan pertolongan Juruselamat dan sebagai cara untuk memuji Dia, marilah kita juga menunjukkan kasih seperti itu kepada orang lain. —WEC
Menanggung beban berat sesama,
Memikul rasa sakit dan duka mereka,
Menunjukkan kasih Kristus kepada orang lain,
Membawa jaminan kelepasan dari Tuhan bagi mereka. —NN.
Besarnya kasih kita kepada Allah dapat diukur dari berapa dalamnya kasih kita kepada sesama. —Morley
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. —Yohanes 13:34
Beberapa waktu yang lalu, saya menulis sebuah artikel tentang istri saya, Marlene, dan pergumulannya dengan vertigo. Ketika artikel tersebut diterbitkan, saya tak menduga akan mendapatkan begitu banyak tanggapan dari para pembaca yang memberikan semangat, pertolongan, saran, dan terutama perhatian pada kesehatan istri saya. Pesan-pesan ini datang dari seluruh penjuru dunia dan dari orang-orang dengan beragam latar belakang. Ungkapan perhatian yang penuh kasih untuk istri saya ini membanjir sedemikian banyaknya sampai kami tidak tahu harus mulai dari mana untuk menjawab semuanya. Kami takjub dan kagum ketika melihat bagaimana saudara-saudari seiman di dalam Kristus menanggapi pergumulan Marlene. Kami sangat bersyukur, dan masih terus bersyukur hingga hari ini.
Sejatinya, demikianlah seharusnya tubuh Kristus berfungsi. Perhatian yang penuh kasih untuk saudara-saudari dalam Kristus menjadi bukti bahwa kita telah mengalami kasih-Nya. Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berkata kepada para murid, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35)
Saya dan Marlene mengalami secercah kasih dan perhatian seperti yang Kristus berikan melalui setiap surat yang kami terima. Dengan pertolongan Juruselamat dan sebagai cara untuk memuji Dia, marilah kita juga menunjukkan kasih seperti itu kepada orang lain. —WEC
Menanggung beban berat sesama,
Memikul rasa sakit dan duka mereka,
Menunjukkan kasih Kristus kepada orang lain,
Membawa jaminan kelepasan dari Tuhan bagi mereka. —NN.
Besarnya kasih kita kepada Allah dapat diukur dari berapa dalamnya kasih kita kepada sesama. —Morley
Wednesday, August 28, 2013
Jalan Keluar
Baca: 1 Korintus 10:12-13; Matius 4:1-11
[Allah] akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. —1 Korintus 10:13
Highway 77, jalan raya yang menembus kawasan Pegunungan Appalachia di Virginia Barat, memiliki serangkaian tempat perhentian darurat untuk truk yang bermasalah. Perhentian darurat ini berupa jalan yang diaspal sebagian dan terdapat di sisi jalan raya yang kecuramannya hampir 400 m dan jaraknya kurang lebih sepanjang 10 km. Jalanan yang curam ini, ditambah dengan jalur yang berliku-liku, dapat membawa masalah bagi para pengguna kendaraan bermotor—khususnya pengemudi truk.
Sebagaimana sebuah truk yang bermasalah memerlukan jalan keluar darurat dari suatu jalan raya, kita juga memerlukan “jalan keluar” ketika keinginan diri yang tak terkendali mengancam kehidupan rohani kita. Ketika kita menghadapi pencobaan, “[Allah] akan memberikan kepada [kita] jalan ke luar, sehingga [kita] dapat menanggungnya” (1Kor. 10:13). Melalui kuasa firman-Nya, Allah memampukan kita untuk berkata “tidak” pada bujukan dosa. Yesus menaklukkan godaan Iblis yang berkaitan dengan makanan, kekuasaan, dan kepercayaan dengan cara mengutip ayat-ayat dari kitab Ulangan (Mat. 4:4-10). Kitab Suci menolong Yesus melawan Iblis, meski ada pengaruh dari puasa yang dijalani-Nya selama 40 hari di padang gurun.
Ketika dicobai, kita mungkin merasakan seperti adanya malapetaka yang segera akan menghadang. Ingatan akan kegagalan di masa lalu dan pengalaman dikucilkan oleh orang lain dapat memperkuat perasaan ini. Meski demikian, kita dapat mempercayai Allah pada saat kita mengalami pencobaan, karena Dia setia. Allah akan menyediakan jalan bagi kita untuk melawan daya tarik dosa. —JBS
Ya Tuhan, tiap jam dampingi hamba-Mu;
Jikalau Kau dekat, enyah penggodaku.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
Kudatang Jurus’lamat, berkatilah. —Hawks/Lowry
(Kidung Jemaat, No. 457)
Jalan terbaik untuk melarikan diri dari godaan adalah dengan berlari kepada Allah.
[Allah] akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. —1 Korintus 10:13
Highway 77, jalan raya yang menembus kawasan Pegunungan Appalachia di Virginia Barat, memiliki serangkaian tempat perhentian darurat untuk truk yang bermasalah. Perhentian darurat ini berupa jalan yang diaspal sebagian dan terdapat di sisi jalan raya yang kecuramannya hampir 400 m dan jaraknya kurang lebih sepanjang 10 km. Jalanan yang curam ini, ditambah dengan jalur yang berliku-liku, dapat membawa masalah bagi para pengguna kendaraan bermotor—khususnya pengemudi truk.
Sebagaimana sebuah truk yang bermasalah memerlukan jalan keluar darurat dari suatu jalan raya, kita juga memerlukan “jalan keluar” ketika keinginan diri yang tak terkendali mengancam kehidupan rohani kita. Ketika kita menghadapi pencobaan, “[Allah] akan memberikan kepada [kita] jalan ke luar, sehingga [kita] dapat menanggungnya” (1Kor. 10:13). Melalui kuasa firman-Nya, Allah memampukan kita untuk berkata “tidak” pada bujukan dosa. Yesus menaklukkan godaan Iblis yang berkaitan dengan makanan, kekuasaan, dan kepercayaan dengan cara mengutip ayat-ayat dari kitab Ulangan (Mat. 4:4-10). Kitab Suci menolong Yesus melawan Iblis, meski ada pengaruh dari puasa yang dijalani-Nya selama 40 hari di padang gurun.
Ketika dicobai, kita mungkin merasakan seperti adanya malapetaka yang segera akan menghadang. Ingatan akan kegagalan di masa lalu dan pengalaman dikucilkan oleh orang lain dapat memperkuat perasaan ini. Meski demikian, kita dapat mempercayai Allah pada saat kita mengalami pencobaan, karena Dia setia. Allah akan menyediakan jalan bagi kita untuk melawan daya tarik dosa. —JBS
Ya Tuhan, tiap jam dampingi hamba-Mu;
Jikalau Kau dekat, enyah penggodaku.
Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;
Kudatang Jurus’lamat, berkatilah. —Hawks/Lowry
(Kidung Jemaat, No. 457)
Jalan terbaik untuk melarikan diri dari godaan adalah dengan berlari kepada Allah.
Tuesday, August 27, 2013
Dikelilingi Kasih Setia
Baca: Mazmur 32
Orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. —Mazmur 32:10
Hampir mustahil untuk melewatkan papan iklan raksasa dengan latar berwarna merah dan tulisan besar berwarna putih yang menyerukan: “Tahun ini ribuan orang pria akan mati karena keras kepala.” Belakangan saya mengetahui bahwa papan iklan tersebut adalah satu dari ratusan papan iklan serupa yang ditujukan pada kalangan pria separuh baya yang biasanya menghindari pemeriksaan medis rutin dan yang sering kali meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.
Mazmur 32 berisi penyakit-penyakit rohani, yakni dosa yang bisa diobati dengan pengakuan yang jujur dan pertobatan. Lima ayat pertama mengungkapkan perasaan tersiksa yang amat mendalam dari sikap menyembunyikan kesalahan, dan kemudian ucapan syukur atas sukacita kebebasan yang datang dari diakuinya pelanggaran kepada Allah dan pengampunan yang diperoleh.
Pemazmur kemudian menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kita mencari pertolongan-Nya di saat-saat sukar (ay.6-8) dan mendapatkan tuntunan-Nya. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (ay.8). Meski demikian, jalan kita akan terhalang jika kita dengan keras kepala menolak untuk mengikuti petunjuk-Nya dan tidak mau bertobat dari dosa kita.
Firman Allah mendorong kita, “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau” (ay.9). Daripada mempertahankan dosa kita, Tuhan menawarkan sebuah jalan lain: Ketika kita dengan rendah hati mengakui dosa kita, kasih setia-Nya akan mengelilingi kita (ay.10). —DCM
Bapa Surgawi, tolong kami sekarang,
Di kaki-Mu kami bersujud merendah;
Angkatlah semua pikiran yang berdosa,
Buatlah jiwa kami bersih dan murni. —Bartels
Langkah pertama dalam menerima pengampunan Allah adalah mengakui bahwa kita perlu pengampunan itu.
Orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. —Mazmur 32:10
Hampir mustahil untuk melewatkan papan iklan raksasa dengan latar berwarna merah dan tulisan besar berwarna putih yang menyerukan: “Tahun ini ribuan orang pria akan mati karena keras kepala.” Belakangan saya mengetahui bahwa papan iklan tersebut adalah satu dari ratusan papan iklan serupa yang ditujukan pada kalangan pria separuh baya yang biasanya menghindari pemeriksaan medis rutin dan yang sering kali meninggal karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.
Mazmur 32 berisi penyakit-penyakit rohani, yakni dosa yang bisa diobati dengan pengakuan yang jujur dan pertobatan. Lima ayat pertama mengungkapkan perasaan tersiksa yang amat mendalam dari sikap menyembunyikan kesalahan, dan kemudian ucapan syukur atas sukacita kebebasan yang datang dari diakuinya pelanggaran kepada Allah dan pengampunan yang diperoleh.
Pemazmur kemudian menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kita mencari pertolongan-Nya di saat-saat sukar (ay.6-8) dan mendapatkan tuntunan-Nya. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (ay.8). Meski demikian, jalan kita akan terhalang jika kita dengan keras kepala menolak untuk mengikuti petunjuk-Nya dan tidak mau bertobat dari dosa kita.
Firman Allah mendorong kita, “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau” (ay.9). Daripada mempertahankan dosa kita, Tuhan menawarkan sebuah jalan lain: Ketika kita dengan rendah hati mengakui dosa kita, kasih setia-Nya akan mengelilingi kita (ay.10). —DCM
Bapa Surgawi, tolong kami sekarang,
Di kaki-Mu kami bersujud merendah;
Angkatlah semua pikiran yang berdosa,
Buatlah jiwa kami bersih dan murni. —Bartels
Langkah pertama dalam menerima pengampunan Allah adalah mengakui bahwa kita perlu pengampunan itu.
Monday, August 26, 2013
Ditopang Atau Tidak?
Baca: Amsal 19:15-25
Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. —Amsal 19:20
Ditopang atau tidak? Itulah kebingungan Marilyn saat menanam sebatang tunas pohon pada musim panas lalu. Penjualnya berkata, “Pasanglah penopang selama setahun agar pohon itu tetap kukuh dalam terpaan angin yang keras. Setelah itu lepas penopang tersebut sehingga akarnya dapat tumbuh semakin dalam dengan sendirinya.” Namun tetangganya berkata, “Memberi penopang lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat. Pohon perlu menumbuhkan akar yang kuat sesegera mungkin, atau pohon itu takkan pernah punya akar yang kuat. Tidak menopangnya adalah tindakan tepat untuk kesehatan jangka panjang pohon itu.”
Kita menanyakan hal yang sama dalam hubungan kita dengan sesama. Contohnya, jika seseorang tertimpa masalah yang dibuatnya sendiri, apakah kita “menopangnya” dengan menolongnya, ataukah kita membiarkan orang itu “memiliki akar yang kuat” dengan sendirinya dan membiarkannya menghadapi konsekuensi pilihannya itu? Tentu itu tergantung pada apa yang kelihatannya paling baik untuk kesehatan rohani jangka panjang orang tersebut. Apa yang pantas dilakukan dalam kasih, dan kapankah hal itu dilakukan? Amsal 19 memberikan pemikiran yang bertolak belakang: Kita harus punya “belas kasihan” dan memberi pertolongan (ay.17), sekalipun ada bahaya dalam menolong seseorang karena suatu saat mungkin kita perlu menolongnya kembali (ay.19). Memberikan pertolongan yang tepat memerlukan hikmat Allah yang melebihi pengertian kita.
Allah tak membiarkan kita sendiri. Dia akan memberi kita hikmat ketika kita meminta kepada-Nya. Pada saat kita bersandar kepada-Nya, akar hidup kita di dalam Dia juga akan tumbuh semakin kuat. —AMC
Tuhan, dalam banyak keadaan, kami kurang bijaksana. Kami tahu
bahwa kami akan melakukan beragam kesalahan, tetapi ajari kami
untuk bergantung kepada-Mu. Terima kasih karena Engkau setia.
Tumbuhkan akar-akar kami semakin kuat di dalam-Mu.
Hikmat sejati berarti memandang dunia dari sudut pandang Allah.
Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. —Amsal 19:20
Ditopang atau tidak? Itulah kebingungan Marilyn saat menanam sebatang tunas pohon pada musim panas lalu. Penjualnya berkata, “Pasanglah penopang selama setahun agar pohon itu tetap kukuh dalam terpaan angin yang keras. Setelah itu lepas penopang tersebut sehingga akarnya dapat tumbuh semakin dalam dengan sendirinya.” Namun tetangganya berkata, “Memberi penopang lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat. Pohon perlu menumbuhkan akar yang kuat sesegera mungkin, atau pohon itu takkan pernah punya akar yang kuat. Tidak menopangnya adalah tindakan tepat untuk kesehatan jangka panjang pohon itu.”
Kita menanyakan hal yang sama dalam hubungan kita dengan sesama. Contohnya, jika seseorang tertimpa masalah yang dibuatnya sendiri, apakah kita “menopangnya” dengan menolongnya, ataukah kita membiarkan orang itu “memiliki akar yang kuat” dengan sendirinya dan membiarkannya menghadapi konsekuensi pilihannya itu? Tentu itu tergantung pada apa yang kelihatannya paling baik untuk kesehatan rohani jangka panjang orang tersebut. Apa yang pantas dilakukan dalam kasih, dan kapankah hal itu dilakukan? Amsal 19 memberikan pemikiran yang bertolak belakang: Kita harus punya “belas kasihan” dan memberi pertolongan (ay.17), sekalipun ada bahaya dalam menolong seseorang karena suatu saat mungkin kita perlu menolongnya kembali (ay.19). Memberikan pertolongan yang tepat memerlukan hikmat Allah yang melebihi pengertian kita.
Allah tak membiarkan kita sendiri. Dia akan memberi kita hikmat ketika kita meminta kepada-Nya. Pada saat kita bersandar kepada-Nya, akar hidup kita di dalam Dia juga akan tumbuh semakin kuat. —AMC
Tuhan, dalam banyak keadaan, kami kurang bijaksana. Kami tahu
bahwa kami akan melakukan beragam kesalahan, tetapi ajari kami
untuk bergantung kepada-Mu. Terima kasih karena Engkau setia.
Tumbuhkan akar-akar kami semakin kuat di dalam-Mu.
Hikmat sejati berarti memandang dunia dari sudut pandang Allah.
Sunday, August 25, 2013
Babak Berikutnya
Baca: Ibrani 2:1-11
Marilah kita . . . berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita . . . dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman. —Ibrani 12:1-2
Steve berusia hampir lima tahun, pada saat sang ayah, Nate Saint—seorang pilot dalam pelayanan misi—bersama empat pria lainnya dibunuh oleh suku Waodani di Ekuador pada tahun 1956. Namun sebagai buah dari kasih dan pengampunan yang ditunjukkan keluarga para martir tersebut, saat ini terdapat suatu komunitas orang percaya yang terus bertumbuh di antara warga suku Waodani.
Setelah dewasa, Steve pindah kembali ke Ekuador dan bersahabat dengan Mincaye, salah seorang pembunuh ayahnya. Semboyan Steve adalah: “Biarkanlah Tuhan Menulis Kisah Hidupmu.” Ia berkata, “Ada banyak orang . . . yang ingin menulis kisah hidup mereka sendiri, dan menjadikan Allah sebagai penyuntingnya pada saat ada sesuatu yang salah arah. Aku sendiri telah memutuskan sejak lama untuk membiarkan Allah menulis kisah hidupku.” Ketika Steve mengalami kecelakaan berat di tahun 2012, ia meyakinkan keluarganya kembali, “Biarkanlah Allah juga menuliskan babak hidupku yang ini.” Iman Steve terus menopangnya sementara ia menjalani proses pemulihan.
Kisah demi kisah terus dituliskan Allah bagi semua pengikut Yesus Kristus. Tidak seorang pun di antara kita mengetahui bagaimana isi dari kelanjutan babak hidup kita. Namun sementara kita terus memandang Yesus dan “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita,” kita dapat mempercayai Dia—yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibr. 12:1-2). Yesus telah menulis awal kisah hidup kita, dan Dia akan menuliskan babak demi babak selanjutnya, hingga babak akhir hidup kita. —CHK
Kala berdiri dengan Kristus dalam kemuliaan,
Memandang akhir kisah hidupku,
Saat itu, Tuhan, aku akan benar-benar mengerti—
Barulah kusadari—betapa banyak utangku. —McCheyne
Kiranya hidup Anda menceritakan kisah kasih dan rahmat Kristus kepada dunia di sekitar Anda.
Marilah kita . . . berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita . . . dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman. —Ibrani 12:1-2
Steve berusia hampir lima tahun, pada saat sang ayah, Nate Saint—seorang pilot dalam pelayanan misi—bersama empat pria lainnya dibunuh oleh suku Waodani di Ekuador pada tahun 1956. Namun sebagai buah dari kasih dan pengampunan yang ditunjukkan keluarga para martir tersebut, saat ini terdapat suatu komunitas orang percaya yang terus bertumbuh di antara warga suku Waodani.
Setelah dewasa, Steve pindah kembali ke Ekuador dan bersahabat dengan Mincaye, salah seorang pembunuh ayahnya. Semboyan Steve adalah: “Biarkanlah Tuhan Menulis Kisah Hidupmu.” Ia berkata, “Ada banyak orang . . . yang ingin menulis kisah hidup mereka sendiri, dan menjadikan Allah sebagai penyuntingnya pada saat ada sesuatu yang salah arah. Aku sendiri telah memutuskan sejak lama untuk membiarkan Allah menulis kisah hidupku.” Ketika Steve mengalami kecelakaan berat di tahun 2012, ia meyakinkan keluarganya kembali, “Biarkanlah Allah juga menuliskan babak hidupku yang ini.” Iman Steve terus menopangnya sementara ia menjalani proses pemulihan.
Kisah demi kisah terus dituliskan Allah bagi semua pengikut Yesus Kristus. Tidak seorang pun di antara kita mengetahui bagaimana isi dari kelanjutan babak hidup kita. Namun sementara kita terus memandang Yesus dan “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita,” kita dapat mempercayai Dia—yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibr. 12:1-2). Yesus telah menulis awal kisah hidup kita, dan Dia akan menuliskan babak demi babak selanjutnya, hingga babak akhir hidup kita. —CHK
Kala berdiri dengan Kristus dalam kemuliaan,
Memandang akhir kisah hidupku,
Saat itu, Tuhan, aku akan benar-benar mengerti—
Barulah kusadari—betapa banyak utangku. —McCheyne
Kiranya hidup Anda menceritakan kisah kasih dan rahmat Kristus kepada dunia di sekitar Anda.
Saturday, August 24, 2013
Di Pihakku
Baca: Mazmur 118:1-6
TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. —Mazmur 118:6
Setelah Gabby Douglas, seorang atlet berperawakan mungil, memenangi dua medali emas di Olimpiade London 2012, ia membuat pernyataan berikut: “Tuhan tidak akan pernah mengecewakanmu. Dia selalu ada di pihakmu.”
Terkadang pernyataan dari seorang atlet seperti ini dapat disalah mengerti. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa jika saya bertanding melawan Anda dalam suatu pertandingan olahraga, dan saya mendapat pertolongan Tuhan, maka tidak mungkin saya akan kalah. Namun jika membaca Mazmur 118:5-6, kita dapat melihat arti sebenarnya dari kalimat tersebut. Pemazmur menulis, “Dalam kesesakan aku telah berseru kepada TUHAN. TUHAN telah menjawab aku dengan memberi kelegaan. TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut.”
Terjemahan lain menerjemahkan ayat 6 sebagai “TUHAN menyertai aku” (bis). Gagasan utamanya adalah ketika masalah muncul di dalam hidup kita, Allah, yang penuh kasih setia (“untuk selama-lamanya”, ay.4) akan selalu memperhatikan kita dan menyediakan perlindungan yang kita butuhkan.
Kita tidak perlu menjadi seorang juara Olimpiade untuk dapat menghargai perhatian Allah ini. Penyertaan Tuhan inilah yang kita butuhkan ketika keadaan ekonomi memburuk dan keuangan kita terpuruk. Itulah yang kita butuhkan ketika hubungan kita dengan seseorang yang kita kasihi hancur berantakan. Apa pun keadaan kita, sebagai pengikut Kristus, kita tahu di mana kita dapat menemukan pertolongan. “TUHAN di pihakku.” —JDB
Tenang dan sabarlah, wahai jiwaku.
Tahan derita, jangan mengeluh.
Serahkan sajalah pada Tuhanmu, segala duka yang menimpamu.
Allah setia, tak mengecewakan. —von Schlegel
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 166)
Di tengah setiap pencobaan, Allah di pihak kita.
Thursday, August 22, 2013
Tanda Jempol Ke Atas
Baca: Matius 5:17-20
Semua sabda-Mu benar, segala hukum-Mu yang adil tetap selama-lamanya. —Mazmur 119:160 BIS
Pandora adalah salah satu keajaiban musik di era Internet ini. Pandora menolong Anda untuk membuat stasiun radio Anda sendiri di mana Anda bisa “menyusun” daftar musik sesuai selera Anda. Ketika lagu dimainkan, Anda dapat menekan tombol jempol ke atas sebagai tanda Anda menyukai lagu tersebut, atau tanda jempol ke bawah jika tidak. Pada akhirnya, Anda akan mempunyai satu koleksi musik berisi lagu-lagu yang Anda sukai saja.
Sayangnya, terkadang kita memperlakukan Alkitab dengan cara yang sama. Ada orang yang memilah-milah bagian Kitab Suci yang mereka sangat sukai, dan mengabaikan sisanya, sehingga akhirnya mereka dapat “menyusunnya” sesuai dengan selera mereka. Pemazmur memandang firman Allah demikian, “Semua sabda-Mu benar” (Mzm. 119:160 BIS). Demikian nasihat Rasul Paulus kepada Timotius, seorang gembala jemaat yang masih muda, “Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna” (2Tim. 3:16 BIS).
Kitab Suci sangat penting bagi Yesus (Mat. 5:17-18), tetapi Dia memandangnya dari sudut pandang yang berbeda dengan yang dimiliki para pemuka agama di zaman-Nya. Bagi Dia, perintah “Jangan membunuh” memiliki bobot yang setara dengan “marah [tanpa sebab] terhadap saudaranya” (ay.21-22). Yesus tidak bermaksud memilah-milah isi Kitab Suci, sebaliknya Dia menghendaki orang untuk mempunyai motivasi guna menerapkan seluruh isi Kitab Suci.
Ketika kita menerima seluruh firman Allah, kita akan mengenal-Nya lebih dalam dan semakin rindu untuk menghormati Dia. —MLW
Tuhan, aku tak ingin memperlakukan firman-Mu
dengan sambil lalu atau mengabaikan hal yang kurasa terlalu sulit.
Tunjukkan motivasiku yang sebenarnya, dan tolong aku agar rela
menaati apa pun yang Engkau firmankan. Dalam nama Yesus, Amin.
Ketika Anda membuka Alkitab, mintalah kepada Penulisnya untuk membuka hati Anda.
Semua sabda-Mu benar, segala hukum-Mu yang adil tetap selama-lamanya. —Mazmur 119:160 BIS
Pandora adalah salah satu keajaiban musik di era Internet ini. Pandora menolong Anda untuk membuat stasiun radio Anda sendiri di mana Anda bisa “menyusun” daftar musik sesuai selera Anda. Ketika lagu dimainkan, Anda dapat menekan tombol jempol ke atas sebagai tanda Anda menyukai lagu tersebut, atau tanda jempol ke bawah jika tidak. Pada akhirnya, Anda akan mempunyai satu koleksi musik berisi lagu-lagu yang Anda sukai saja.
Sayangnya, terkadang kita memperlakukan Alkitab dengan cara yang sama. Ada orang yang memilah-milah bagian Kitab Suci yang mereka sangat sukai, dan mengabaikan sisanya, sehingga akhirnya mereka dapat “menyusunnya” sesuai dengan selera mereka. Pemazmur memandang firman Allah demikian, “Semua sabda-Mu benar” (Mzm. 119:160 BIS). Demikian nasihat Rasul Paulus kepada Timotius, seorang gembala jemaat yang masih muda, “Semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah dan berguna” (2Tim. 3:16 BIS).
Kitab Suci sangat penting bagi Yesus (Mat. 5:17-18), tetapi Dia memandangnya dari sudut pandang yang berbeda dengan yang dimiliki para pemuka agama di zaman-Nya. Bagi Dia, perintah “Jangan membunuh” memiliki bobot yang setara dengan “marah [tanpa sebab] terhadap saudaranya” (ay.21-22). Yesus tidak bermaksud memilah-milah isi Kitab Suci, sebaliknya Dia menghendaki orang untuk mempunyai motivasi guna menerapkan seluruh isi Kitab Suci.
Ketika kita menerima seluruh firman Allah, kita akan mengenal-Nya lebih dalam dan semakin rindu untuk menghormati Dia. —MLW
Tuhan, aku tak ingin memperlakukan firman-Mu
dengan sambil lalu atau mengabaikan hal yang kurasa terlalu sulit.
Tunjukkan motivasiku yang sebenarnya, dan tolong aku agar rela
menaati apa pun yang Engkau firmankan. Dalam nama Yesus, Amin.
Ketika Anda membuka Alkitab, mintalah kepada Penulisnya untuk membuka hati Anda.
Wednesday, August 21, 2013
Hidup Melampaui Kemungkinan
Baca: Kisah Para Rasul 12:1-11
Jemaat dengan tekun mendoakan [Petrus] kepada Allah. —Kisah Para Rasul 12:5
Banyak di antara kita mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan. Jika kemungkinan hujan itu hanya 20 persen, kita cenderung akan mengabaikannya. Jika kemungkinan hujan itu mencapai 90 persen, kita akan membawa payung. Semakin besar kemungkinannya, semakin besar pengaruhnya terhadap sikap kita karena kita ingin mengambil keputusan dengan bijaksana dan menjadi berhasil.
Kisah Para Rasul 12:1-6 menggambarkan suatu keadaan di mana kemungkinan Petrus untuk tetap hidup sangatlah kecil. Ia ada dipenjara, “tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai,” sementara prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal di muka pintu (ay.6). Herodes telah membunuh Yakobus, salah seorang murid yang dekat dengan Yesus, dan ia merencanakan hal yang serupa terhadap Petrus (ay.1-3). Tidak ada seorang pun yang berani bertaruh bahwa Petrus akan dapat keluar dengan selamat.
Namun Allah telah merencanakan suatu pembebasan yang ajaib bagi Petrus, sehingga bahkan orang-orang yang berdoa untuknya pun sulit mempercayainya (ay.13-16). Mereka sangat tercengang ketika Petrus muncul dalam pertemuan doa mereka.
Allah dapat bekerja melampaui kemungkinan yang ada karena Dia itu Mahakuasa. Tak ada hal yang terlalu sulit bagi Allah. Pribadi yang mengasihi kita dan yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita itu juga memegang kendali atas hidup kita. Dalam keadaan yang biasa maupun dalam situasi yang mustahil, Allah dapat menyatakan kuasa-Nya. Baik pada saat kita berlimpah dengan kesuksesan atau pun ketika kita terpuruk dalam kesedihan, Dia selalu beserta kita. —DCM
Ya Allah, kami sangat bersyukur bahwa tak ada hal yang terlalu sulit
bagi-Mu. Engkau sanggup melakukan perkara yang luar biasa!
Tolong kami untuk percaya bahwa Engkau selalu menyertai kami
dan selalu memegang kendali. Kami mengasihimu, Tuhan.
Allah selalu memegang kendali di balik layar.
Jemaat dengan tekun mendoakan [Petrus] kepada Allah. —Kisah Para Rasul 12:5
Banyak di antara kita mengambil keputusan berdasarkan kemungkinan. Jika kemungkinan hujan itu hanya 20 persen, kita cenderung akan mengabaikannya. Jika kemungkinan hujan itu mencapai 90 persen, kita akan membawa payung. Semakin besar kemungkinannya, semakin besar pengaruhnya terhadap sikap kita karena kita ingin mengambil keputusan dengan bijaksana dan menjadi berhasil.
Kisah Para Rasul 12:1-6 menggambarkan suatu keadaan di mana kemungkinan Petrus untuk tetap hidup sangatlah kecil. Ia ada dipenjara, “tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai,” sementara prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal di muka pintu (ay.6). Herodes telah membunuh Yakobus, salah seorang murid yang dekat dengan Yesus, dan ia merencanakan hal yang serupa terhadap Petrus (ay.1-3). Tidak ada seorang pun yang berani bertaruh bahwa Petrus akan dapat keluar dengan selamat.
Namun Allah telah merencanakan suatu pembebasan yang ajaib bagi Petrus, sehingga bahkan orang-orang yang berdoa untuknya pun sulit mempercayainya (ay.13-16). Mereka sangat tercengang ketika Petrus muncul dalam pertemuan doa mereka.
Allah dapat bekerja melampaui kemungkinan yang ada karena Dia itu Mahakuasa. Tak ada hal yang terlalu sulit bagi Allah. Pribadi yang mengasihi kita dan yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita itu juga memegang kendali atas hidup kita. Dalam keadaan yang biasa maupun dalam situasi yang mustahil, Allah dapat menyatakan kuasa-Nya. Baik pada saat kita berlimpah dengan kesuksesan atau pun ketika kita terpuruk dalam kesedihan, Dia selalu beserta kita. —DCM
Ya Allah, kami sangat bersyukur bahwa tak ada hal yang terlalu sulit
bagi-Mu. Engkau sanggup melakukan perkara yang luar biasa!
Tolong kami untuk percaya bahwa Engkau selalu menyertai kami
dan selalu memegang kendali. Kami mengasihimu, Tuhan.
Allah selalu memegang kendali di balik layar.
Tuesday, August 20, 2013
Sadar Diri
Baca: 2 Korintus 3:1-3,17-18
Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. —2 Korintus 3:18
Ketika saya dan sepupu-sepupu saya melihat-lihat foto keluarga kami dari masa lalu, kami bercanda tentang ciri-ciri fisik yang kami warisi. Yang terutama kami perhatikan adalah ciri yang buruk: kaki yang pendek, gigi yang tidak rata, sebagian rambut yang tidak mudah disisir. Kita semua dapat dengan mudah mengenali bagian tubuh mana dari para pendahulu kita yang sama seperti bagian tubuh kita sendiri yang paling tidak kita sukai. Selain ciri-ciri fisik, kita juga mewarisi ciri-ciri watak—ada yang baik, ada juga tidak begitu baik. Namun kita tidak selalu memberi perhatian pada segi watak ini sebesar perhatian kita pada segi fisik.
Menurut pengamatan saya sebagai seorang awam, orang mencoba berbagai cara untuk mengatasi ketidaksempurnaan fisik mereka. Mereka menjalani latihan olahraga secara rutin, mengikuti program penurunan berat badan, merias wajah, memakai pewarna rambut, dan menjalani operasi plastik. Namun bukannya berusaha memperbaiki kelemahan watak kita, kita cenderung menggunakannya sebagai alasan atas sikap kita yang buruk. Saya kira ini disebabkan karena mengubah penampilan kita lebih mudah daripada mengubah watak kita. Namun bayangkan betapa kita akan jauh lebih baik jika kita mencurahkan energi untuk mengembangkan watak kita.
Sebagai anak-anak Allah, kita tidak dibatasi oleh ciri-ciri genetik kita. Kita dapat menyerahkan kelemahan kita kepada-Nya dan mengizinkan-Nya untuk mencapai potensi yang dikehendaki-Nya pada saat Dia menciptakan kita sebagai karya kasih-Nya yang unik. Kuasa Roh Allah dan hidup Anak Allah yang sedang bekerja di dalam kita terus menjadikan kita serupa dengan gambar-Nya (2Kor. 3:18). —JAL
Tuhan, aku tahu bahwa Engkau lebih tertarik
pada keadaan hatiku daripada penampilan fisikku.
Bentuklah aku menjadi seperti yang Engkau mau—
pribadi yang sabar, berintegritas, penuh kasih, dan baik.
Roh Allah membentuk gambar Kristus yang paling murni di dalam diri kita.
Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. —2 Korintus 3:18
Ketika saya dan sepupu-sepupu saya melihat-lihat foto keluarga kami dari masa lalu, kami bercanda tentang ciri-ciri fisik yang kami warisi. Yang terutama kami perhatikan adalah ciri yang buruk: kaki yang pendek, gigi yang tidak rata, sebagian rambut yang tidak mudah disisir. Kita semua dapat dengan mudah mengenali bagian tubuh mana dari para pendahulu kita yang sama seperti bagian tubuh kita sendiri yang paling tidak kita sukai. Selain ciri-ciri fisik, kita juga mewarisi ciri-ciri watak—ada yang baik, ada juga tidak begitu baik. Namun kita tidak selalu memberi perhatian pada segi watak ini sebesar perhatian kita pada segi fisik.
Menurut pengamatan saya sebagai seorang awam, orang mencoba berbagai cara untuk mengatasi ketidaksempurnaan fisik mereka. Mereka menjalani latihan olahraga secara rutin, mengikuti program penurunan berat badan, merias wajah, memakai pewarna rambut, dan menjalani operasi plastik. Namun bukannya berusaha memperbaiki kelemahan watak kita, kita cenderung menggunakannya sebagai alasan atas sikap kita yang buruk. Saya kira ini disebabkan karena mengubah penampilan kita lebih mudah daripada mengubah watak kita. Namun bayangkan betapa kita akan jauh lebih baik jika kita mencurahkan energi untuk mengembangkan watak kita.
Sebagai anak-anak Allah, kita tidak dibatasi oleh ciri-ciri genetik kita. Kita dapat menyerahkan kelemahan kita kepada-Nya dan mengizinkan-Nya untuk mencapai potensi yang dikehendaki-Nya pada saat Dia menciptakan kita sebagai karya kasih-Nya yang unik. Kuasa Roh Allah dan hidup Anak Allah yang sedang bekerja di dalam kita terus menjadikan kita serupa dengan gambar-Nya (2Kor. 3:18). —JAL
Tuhan, aku tahu bahwa Engkau lebih tertarik
pada keadaan hatiku daripada penampilan fisikku.
Bentuklah aku menjadi seperti yang Engkau mau—
pribadi yang sabar, berintegritas, penuh kasih, dan baik.
Roh Allah membentuk gambar Kristus yang paling murni di dalam diri kita.
Monday, August 19, 2013
Diingat Senantiasa
Baca: Kejadian 40:1-14,23
Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya. —Kejadian 40:23
Selama berkuliah di seminari, saya mengambil waktu untuk bekerja di suatu panti wreda. Ketika mengobrol dengan para pria dan wanita lanjut usia ini, hampir setiap pasien cepat atau lambat akan menguraikan perasaan kesepian yang mereka rasakan saat ini dalam hidup mereka dan kesadaran bahwa mereka hidup lebih lama daripada teman-teman sebaya mereka. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya apakah ada orang yang akan mengingat mereka ketika mereka tutup usia kelak.
Bukan hanya orang tua saja yang dapat merasa kesepian dan dilupakan. Pada kenyataannya, banyak dari antara kita yang merasa terjebak dan sendirian, sebagai akibat diasingkan oleh keadaan, baik itu adil maupun tidak. Terkadang kita bahkan mengalami apa yang dialami Yusuf, seorang tokoh dalam Perjanjian Lama, ketika orang lain melupakan kita sama sekali, padahal sudah sepatutnya mereka mengingat kita.
Kejadian 40 menggambarkan pengalaman Yusuf ketika ia terjebak di dalam penjara. Kepala juru minuman telah dibebaskan dan kembali melayani Firaun, tepat seperti yang Yusuf katakan akan terjadi (ay.9-13). Yusuf meminta agar persoalan yang menimpa dirinya diceritakan kepada Firaun, tetapi kepala juru minuman melupakannya (ay.14,23).
Kita mungkin merasa dilupakan. Namun, seperti Yusuf, tidaklah demikian kenyataannya (42:9-13). Yesus sedang duduk di sebelah kanan Allah, dan doa-doa kita berhasil sampai ke takhta sang Raja karena Juruselamat kita itulah Perantara kita. Ketika kita merasa sendirian, ingatlah untuk bersandar pada keyakinan akan janji Yesus yang menyertai kita senantiasa sampai selamanya (Mat. 28:20). —RKK
Tuhan, tolong aku untuk giat melayani sesama, seperti
yang dilakukan Yusuf, di saat aku merasa telah dilupakan.
Kiranya aku tak menjadi seperti “kepala juru minuman” yang gagal
membawa mereka yang kesepian dan terluka dalam doa kepada-Mu.
Yesus tidak pernah meninggalkan atau melupakan mereka yang merupakan milik-Nya.
Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya. —Kejadian 40:23
Selama berkuliah di seminari, saya mengambil waktu untuk bekerja di suatu panti wreda. Ketika mengobrol dengan para pria dan wanita lanjut usia ini, hampir setiap pasien cepat atau lambat akan menguraikan perasaan kesepian yang mereka rasakan saat ini dalam hidup mereka dan kesadaran bahwa mereka hidup lebih lama daripada teman-teman sebaya mereka. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya apakah ada orang yang akan mengingat mereka ketika mereka tutup usia kelak.
Bukan hanya orang tua saja yang dapat merasa kesepian dan dilupakan. Pada kenyataannya, banyak dari antara kita yang merasa terjebak dan sendirian, sebagai akibat diasingkan oleh keadaan, baik itu adil maupun tidak. Terkadang kita bahkan mengalami apa yang dialami Yusuf, seorang tokoh dalam Perjanjian Lama, ketika orang lain melupakan kita sama sekali, padahal sudah sepatutnya mereka mengingat kita.
Kejadian 40 menggambarkan pengalaman Yusuf ketika ia terjebak di dalam penjara. Kepala juru minuman telah dibebaskan dan kembali melayani Firaun, tepat seperti yang Yusuf katakan akan terjadi (ay.9-13). Yusuf meminta agar persoalan yang menimpa dirinya diceritakan kepada Firaun, tetapi kepala juru minuman melupakannya (ay.14,23).
Kita mungkin merasa dilupakan. Namun, seperti Yusuf, tidaklah demikian kenyataannya (42:9-13). Yesus sedang duduk di sebelah kanan Allah, dan doa-doa kita berhasil sampai ke takhta sang Raja karena Juruselamat kita itulah Perantara kita. Ketika kita merasa sendirian, ingatlah untuk bersandar pada keyakinan akan janji Yesus yang menyertai kita senantiasa sampai selamanya (Mat. 28:20). —RKK
Tuhan, tolong aku untuk giat melayani sesama, seperti
yang dilakukan Yusuf, di saat aku merasa telah dilupakan.
Kiranya aku tak menjadi seperti “kepala juru minuman” yang gagal
membawa mereka yang kesepian dan terluka dalam doa kepada-Mu.
Yesus tidak pernah meninggalkan atau melupakan mereka yang merupakan milik-Nya.
Sunday, August 18, 2013
Selalu Membawa Perbaikan
Baca: Kolose 3:12-17
Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. . . . Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih. —Kolose 3:12,14
Ketika saya hendak meninggalkan rumah, ada kalanya istri saya, Martie, menghentikan saya dan berkata, “Kau tak bisa pergi ke kantor dengan berpakaian seperti itu!” Biasanya hal itu terjadi ketika dasi yang saya pakai tidak cocok dengan jaket atau ketika warna celana panjang yang saya kenakan tidak sesuai dengan jas saya. Walaupun mempertanyakan penampilan bisa terasa seperti menghina selera saya, saya menyadari bahwa koreksi yang diberikan Martie selalu membawa perbaikan bagi saya.
Alkitab sering mendorong kita untuk “mengenakan” perilaku dan tindakan yang sesuai dengan identitas kita di dalam Kristus. Terkadang kita dikenal dari cara kita berpakaian, tetapi kita dapat membuat Yesus dikenal orang lain dengan cara mengenakan perilaku dan tindakan yang menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk memiliki standar penampilan dengan cara menunjukkan perilaku dan tindakan Yesus, yaitu belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan pengampunan (Kol. 3:12-13). Lalu, ia menambahkan, “di atas semuanya itu: kenakanlah kasih . . . . Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (ay.14-15).
Mengenakan keserupaan dengan Yesus diawali dengan cara meluangkan waktu bersama-Nya. Jika Anda mendengar-Nya berkata, “Kau tak bisa keluar berpakaian seperti itu!”, izinkan Dia dengan kasih-Nya menuntun Anda kembali ke perbendaharaan pakaian-Nya agar Dia dapat menghiasi Anda dalam keserupaan dengan-Nya. Itu akan selalu membawa perbaikan bagi Anda! —JMS
Tuhan, tolong kami untuk melihat diri kami sebagaimana Engkau
melihatnya. Oleh Roh-Mu, ajar kami untuk menghiasi hidup dengan
perilaku dan tindakan yang Engkau kehendaki dari kami sebagai
pernyataan kepada orang lain tentang identitas kami di dalam-Mu.
Mengenakan perilaku dan tindakan Yesus pada diri kita menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita.
Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. . . . Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih. —Kolose 3:12,14
Ketika saya hendak meninggalkan rumah, ada kalanya istri saya, Martie, menghentikan saya dan berkata, “Kau tak bisa pergi ke kantor dengan berpakaian seperti itu!” Biasanya hal itu terjadi ketika dasi yang saya pakai tidak cocok dengan jaket atau ketika warna celana panjang yang saya kenakan tidak sesuai dengan jas saya. Walaupun mempertanyakan penampilan bisa terasa seperti menghina selera saya, saya menyadari bahwa koreksi yang diberikan Martie selalu membawa perbaikan bagi saya.
Alkitab sering mendorong kita untuk “mengenakan” perilaku dan tindakan yang sesuai dengan identitas kita di dalam Kristus. Terkadang kita dikenal dari cara kita berpakaian, tetapi kita dapat membuat Yesus dikenal orang lain dengan cara mengenakan perilaku dan tindakan yang menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita. Rasul Paulus menasihatkan kita untuk memiliki standar penampilan dengan cara menunjukkan perilaku dan tindakan Yesus, yaitu belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan pengampunan (Kol. 3:12-13). Lalu, ia menambahkan, “di atas semuanya itu: kenakanlah kasih . . . . Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (ay.14-15).
Mengenakan keserupaan dengan Yesus diawali dengan cara meluangkan waktu bersama-Nya. Jika Anda mendengar-Nya berkata, “Kau tak bisa keluar berpakaian seperti itu!”, izinkan Dia dengan kasih-Nya menuntun Anda kembali ke perbendaharaan pakaian-Nya agar Dia dapat menghiasi Anda dalam keserupaan dengan-Nya. Itu akan selalu membawa perbaikan bagi Anda! —JMS
Tuhan, tolong kami untuk melihat diri kami sebagaimana Engkau
melihatnya. Oleh Roh-Mu, ajar kami untuk menghiasi hidup dengan
perilaku dan tindakan yang Engkau kehendaki dari kami sebagai
pernyataan kepada orang lain tentang identitas kami di dalam-Mu.
Mengenakan perilaku dan tindakan Yesus pada diri kita menunjukkan kehadiran-Nya di dalam hidup kita.
Saturday, August 17, 2013
Waktu Tenang
Baca: Markus 6:30-32
Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” —Markus 6:31
Saya merasa takjub ketika memperhatikan pengaruh gaya tarik bulan pada lautan kita yang luas—suatu fenomena yang menciptakan gelombang pasang naik dan surut. Di setiap pergantian gelombang yang pasang surut itu, terdapat suatu masa pendek yang disebut “waktu tenang”, yaitu waktu ketika air pasang tidak naik ataupun surut. Menurut para ilmuwan, inilah saat ketika air “tidak dalam keadaan tertekan”. Saat itulah air mengalami suatu jeda yang tenang sebelum arus gelombang pasang menggelora kembali.
Terkadang dalam jadwal kita yang padat, kita mungkin merasa ditarik ke sana sini oleh berbagai tanggung jawab yang bersaing menuntut perhatian kita. Dalam pelayanan Yesus, kita melihat bagaimana Dia mengerti tuntutan yang dirasakan para pengikut-Nya dan juga pentingnya istirahat. Setelah kembali dari perjalanan pelayanan berdua-dua, kedua belas murid melaporkan hal-hal luar biasa yang Allah sudah lakukan melalui mereka (Mrk. 6:7-13,30). Namun Yesus menjawab: “‘Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!’ Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi” (ay.31-32).
Tanggung jawab apa yang sedang membebani Anda hari ini? Tidak ada salahnya Anda merencanakan waktu untuk beristirahat dan bersantai guna menyegarkan badan dan jiwa Anda supaya pelayanan Anda kepada sesama dapat lebih menghasilkan buah. Yesus menyarankannya dan kita semua membutuhkannya. Dia akan menemui Anda di sana. —HDF
Gembalaku adalah Tuhan
Yang tahu kebutuhanku, dan aku puas;
Di sisi sungai yang tenang, di padang rumput hijau,
Dia menuntunku dan meneduhkanku. —Psalter
Menikmati waktu teduh bersama Allah dapat memberi Anda ketenangan dari-Nya.
Lalu Ia berkata kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” —Markus 6:31
Saya merasa takjub ketika memperhatikan pengaruh gaya tarik bulan pada lautan kita yang luas—suatu fenomena yang menciptakan gelombang pasang naik dan surut. Di setiap pergantian gelombang yang pasang surut itu, terdapat suatu masa pendek yang disebut “waktu tenang”, yaitu waktu ketika air pasang tidak naik ataupun surut. Menurut para ilmuwan, inilah saat ketika air “tidak dalam keadaan tertekan”. Saat itulah air mengalami suatu jeda yang tenang sebelum arus gelombang pasang menggelora kembali.
Terkadang dalam jadwal kita yang padat, kita mungkin merasa ditarik ke sana sini oleh berbagai tanggung jawab yang bersaing menuntut perhatian kita. Dalam pelayanan Yesus, kita melihat bagaimana Dia mengerti tuntutan yang dirasakan para pengikut-Nya dan juga pentingnya istirahat. Setelah kembali dari perjalanan pelayanan berdua-dua, kedua belas murid melaporkan hal-hal luar biasa yang Allah sudah lakukan melalui mereka (Mrk. 6:7-13,30). Namun Yesus menjawab: “‘Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!’ Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat. Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi” (ay.31-32).
Tanggung jawab apa yang sedang membebani Anda hari ini? Tidak ada salahnya Anda merencanakan waktu untuk beristirahat dan bersantai guna menyegarkan badan dan jiwa Anda supaya pelayanan Anda kepada sesama dapat lebih menghasilkan buah. Yesus menyarankannya dan kita semua membutuhkannya. Dia akan menemui Anda di sana. —HDF
Gembalaku adalah Tuhan
Yang tahu kebutuhanku, dan aku puas;
Di sisi sungai yang tenang, di padang rumput hijau,
Dia menuntunku dan meneduhkanku. —Psalter
Menikmati waktu teduh bersama Allah dapat memberi Anda ketenangan dari-Nya.
Friday, August 16, 2013
Dijinakkan Tetapi Tidak Dipadamkan
Baca: Ibrani 10:19-39
Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan- Nya. —Ibrani 10:37
Pada bulan Juni 2012, peristiwa kebakaran di Waldo Canyon telah menghancurkan 346 rumah di Colorado Springs, Colorado, dan menghanguskan lebih dari 7.285 hektar hutan di pegunungan. Api dinyatakan 100 persen dijinakkan ketika garis pembatas sudah dibangun mengitari seluruh area yang terkena kebakaran. Api itu telah berhasil dikurung dalam daerah khusus tersebut sampai dapat benar-benar dipadamkan. Petugas informasi dari pemadam kebakaran mengingatkan penduduk bahwa mereka mungkin akan tetap melihat asap di daerah yang terbakar karena walaupun sudah berhasil dijinakkan sepenuhnya, tetapi api itu tetap “tidak terkendali dan belum padam.”
Ketika dunia kita diguncangkan oleh berbagai peristiwa tragis dan tindakan kejahatan, kita merindukan datangnya hari ketika kejahatan akhirnya dibinasakan dan Allah akan menuntaskan sejarah dan menegakkan kerajaan-Nya dengan sepenuhnya. Namun hingga saat tersebut tiba, Tuhan memberi kita anugerah-Nya untuk menjalani hidup dalam iman yang teguh, sembari kita menantikan kedatangan-Nya. Dalam Ibrani 10, kita didorong untuk mendekat kepada Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ay.22); berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita (ay.23); saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik (ay.24); dan terus bersekutu untuk saling menguatkan “dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (ay.25).
Hingga tiba saatnya Allah memadamkan api si jahat selamanya, Dia memberi kita anugerah dan kekuatan-Nya untuk menanggung pencobaan hidup sembari menanti kedatangan-Nya kembali. —DCM
Ya Tuhan, terima kasih atas anugerah yang Engkau berikan kepada
kami untuk hidup setiap hari bagi kemuliaan-Mu. Kami menanti
harinya ketika Engkau kembali, saat semua kejahatan dibinasakan,
dan kami akan hidup bersama-Mu dalam kebahagiaan selamanya.
Yesus akan datang—mungkin pada hari ini!
Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan- Nya. —Ibrani 10:37
Pada bulan Juni 2012, peristiwa kebakaran di Waldo Canyon telah menghancurkan 346 rumah di Colorado Springs, Colorado, dan menghanguskan lebih dari 7.285 hektar hutan di pegunungan. Api dinyatakan 100 persen dijinakkan ketika garis pembatas sudah dibangun mengitari seluruh area yang terkena kebakaran. Api itu telah berhasil dikurung dalam daerah khusus tersebut sampai dapat benar-benar dipadamkan. Petugas informasi dari pemadam kebakaran mengingatkan penduduk bahwa mereka mungkin akan tetap melihat asap di daerah yang terbakar karena walaupun sudah berhasil dijinakkan sepenuhnya, tetapi api itu tetap “tidak terkendali dan belum padam.”
Ketika dunia kita diguncangkan oleh berbagai peristiwa tragis dan tindakan kejahatan, kita merindukan datangnya hari ketika kejahatan akhirnya dibinasakan dan Allah akan menuntaskan sejarah dan menegakkan kerajaan-Nya dengan sepenuhnya. Namun hingga saat tersebut tiba, Tuhan memberi kita anugerah-Nya untuk menjalani hidup dalam iman yang teguh, sembari kita menantikan kedatangan-Nya. Dalam Ibrani 10, kita didorong untuk mendekat kepada Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ay.22); berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita (ay.23); saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik (ay.24); dan terus bersekutu untuk saling menguatkan “dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (ay.25).
Hingga tiba saatnya Allah memadamkan api si jahat selamanya, Dia memberi kita anugerah dan kekuatan-Nya untuk menanggung pencobaan hidup sembari menanti kedatangan-Nya kembali. —DCM
Ya Tuhan, terima kasih atas anugerah yang Engkau berikan kepada
kami untuk hidup setiap hari bagi kemuliaan-Mu. Kami menanti
harinya ketika Engkau kembali, saat semua kejahatan dibinasakan,
dan kami akan hidup bersama-Mu dalam kebahagiaan selamanya.
Yesus akan datang—mungkin pada hari ini!
Thursday, August 15, 2013
Pengharapan Sebagai Sauh Bagi Jiwa Kita
Baca: Ibrani 6:13-20
Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita. —Ibrani 6:19
Frank, Ted, dan saya pernah memancing ikan bluegill di Danau Rice di Ontario, Kanada. Kami berada di atas sebuah kapal ponton, dan banyak ikan yang menyambar umpan kami. Ketika kami sedang sibuk melempar dan mengulur umpan, kami perlahan-lahan merasakan bahwa sambaran ikan mengendur. Lalu kami menyadari penyebabnya: Ternyata kapal kami tidak lagi berada di tempat kami menambatkannya. Angin kencang telah bertiup dan mendorong kapal melintasi perairan. Sauh atau jangkar kapal itu tidak dapat menahan kami dan kini sedang terseret di dasar danau. Kami berusaha menariknya naik, lalu kembali ke tempat semula yang penuh ikan tadi, dan menambatkannya kembali. Kembali kapal kami hanyut. Setelah mencoba tiga kali, kami pun kembali ke pantai. Kami tidak dapat membuat sauh kami tertanam dan tertambat dengan benar.
Mengenai keselamatan kita, kita mempunyai pengharapan yang ditambatkan pada janji Allah dan karya Yesus Kristus. Angin dan gelombang kebimbangan, kegagalan, dan serangan rohani dari si jahat dapat menyebabkan kita berpikir bahwa kita telah terhanyut dan kehilangan keselamatan dari Allah. Tidak demikian! Allah sudah memberikan janji-Nya bahwa keselamatan kita itu pasti, dan Dia tidak mungkin berdusta (Ibr. 6:18-19). Pengharapan kita tertambat dengan pasti kepada Yesus Kristus yang menebus kita sekali untuk selamanya ketika Dia mati, bangkit kembali, dan naik ke surga.
Sauh kita adalah Batu Karang yang tidak tergoyahkan, yaitu Yesus Kristus. Kasih-Nya yang tak terhingga sanggup memegang kita dengan kuat dan aman. —DCE
Kita punya sauh yang menjaga jiwa,
Teguh dan kokoh ketika ombak menerpa;
Pada Batu Karang yang tak tergoyahkan tertambat,
Tertanam teguh dan dalam pada kasih Juruselamat. —Owens
Sauh kita adalah Yesus Kristus, Sang Batu Karang.
Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita. —Ibrani 6:19
Frank, Ted, dan saya pernah memancing ikan bluegill di Danau Rice di Ontario, Kanada. Kami berada di atas sebuah kapal ponton, dan banyak ikan yang menyambar umpan kami. Ketika kami sedang sibuk melempar dan mengulur umpan, kami perlahan-lahan merasakan bahwa sambaran ikan mengendur. Lalu kami menyadari penyebabnya: Ternyata kapal kami tidak lagi berada di tempat kami menambatkannya. Angin kencang telah bertiup dan mendorong kapal melintasi perairan. Sauh atau jangkar kapal itu tidak dapat menahan kami dan kini sedang terseret di dasar danau. Kami berusaha menariknya naik, lalu kembali ke tempat semula yang penuh ikan tadi, dan menambatkannya kembali. Kembali kapal kami hanyut. Setelah mencoba tiga kali, kami pun kembali ke pantai. Kami tidak dapat membuat sauh kami tertanam dan tertambat dengan benar.
Mengenai keselamatan kita, kita mempunyai pengharapan yang ditambatkan pada janji Allah dan karya Yesus Kristus. Angin dan gelombang kebimbangan, kegagalan, dan serangan rohani dari si jahat dapat menyebabkan kita berpikir bahwa kita telah terhanyut dan kehilangan keselamatan dari Allah. Tidak demikian! Allah sudah memberikan janji-Nya bahwa keselamatan kita itu pasti, dan Dia tidak mungkin berdusta (Ibr. 6:18-19). Pengharapan kita tertambat dengan pasti kepada Yesus Kristus yang menebus kita sekali untuk selamanya ketika Dia mati, bangkit kembali, dan naik ke surga.
Sauh kita adalah Batu Karang yang tidak tergoyahkan, yaitu Yesus Kristus. Kasih-Nya yang tak terhingga sanggup memegang kita dengan kuat dan aman. —DCE
Kita punya sauh yang menjaga jiwa,
Teguh dan kokoh ketika ombak menerpa;
Pada Batu Karang yang tak tergoyahkan tertambat,
Tertanam teguh dan dalam pada kasih Juruselamat. —Owens
Sauh kita adalah Yesus Kristus, Sang Batu Karang.
Wednesday, August 14, 2013
Sukacita Dari Kekecewaan
Baca: Amsal 3:1-12
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. —Amsal 3:5
Semasa saya di sekolah Alkitab, saya pernah mengikuti audisi untuk suatu tim musik sekolah yang melayani ke luar kampus. Saya begitu bersemangat saat membayangkan bisa terlibat dalam pelayanan itu, tetapi saya sangat kecewa ketika saya gagal masuk dalam tim. Dalam kekecewaan itu, saya hanya bisa beriman bahwa Allah pasti punya maksud yang lebih besar daripada rencana saya.
Berbulan-bulan kemudian, saya berkesempatan untuk bergabung dengan tim musik yang lain, tetapi sebagai pengajar Alkitab. Hasilnya melampaui bayangan saya. Selain bahwa calon istri saya terlibat dalam tim itu dan ini memungkinkan kami untuk melayani Kristus bersama-sama, saya juga mendapat banyak kesempatan untuk berkhotbah selama 3 tahun berikutnya—suatu pengalaman berharga yang mempersiapkan saya melayani sebagai pengkhotbah di sepanjang hidup saya.
Begitu sering kita bergumul dengan kenyataan bahwa Bapa kita di surga tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita beranggapan jalan kitalah yang benar. Namun ketika berserah kepada-Nya, maksud Allah selalu terbukti membawa kebaikan bagi kita dan memuliakan nama-Nya. Sejujurnya, hal itu mudah terlihat ketika hasilnya ternyata lebih baik dari yang kita harapkan. Namun sulit rasanya ketika kita tidak dapat melihat kebaikan itu saat ini, atau bahkan kita tidak akan pernah memahaminya hingga di surga kelak.
Raja Salomo yang bijak berkata, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu” (Ams. 3:5-6). —WEC
Tuntun aku Tuhan Allah,
Lewat gurun dunia.
Kau perkasa dan setia;
Bimbing aku yang lemah. —Williams
(Kidung Jemaat, No. 412)
Maksud Allah atas apa yang terjadi hari ini mungkin baru akan dimengerti pada esok hari.
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. —Amsal 3:5
Semasa saya di sekolah Alkitab, saya pernah mengikuti audisi untuk suatu tim musik sekolah yang melayani ke luar kampus. Saya begitu bersemangat saat membayangkan bisa terlibat dalam pelayanan itu, tetapi saya sangat kecewa ketika saya gagal masuk dalam tim. Dalam kekecewaan itu, saya hanya bisa beriman bahwa Allah pasti punya maksud yang lebih besar daripada rencana saya.
Berbulan-bulan kemudian, saya berkesempatan untuk bergabung dengan tim musik yang lain, tetapi sebagai pengajar Alkitab. Hasilnya melampaui bayangan saya. Selain bahwa calon istri saya terlibat dalam tim itu dan ini memungkinkan kami untuk melayani Kristus bersama-sama, saya juga mendapat banyak kesempatan untuk berkhotbah selama 3 tahun berikutnya—suatu pengalaman berharga yang mempersiapkan saya melayani sebagai pengkhotbah di sepanjang hidup saya.
Begitu sering kita bergumul dengan kenyataan bahwa Bapa kita di surga tahu apa yang terbaik bagi kita. Kita beranggapan jalan kitalah yang benar. Namun ketika berserah kepada-Nya, maksud Allah selalu terbukti membawa kebaikan bagi kita dan memuliakan nama-Nya. Sejujurnya, hal itu mudah terlihat ketika hasilnya ternyata lebih baik dari yang kita harapkan. Namun sulit rasanya ketika kita tidak dapat melihat kebaikan itu saat ini, atau bahkan kita tidak akan pernah memahaminya hingga di surga kelak.
Raja Salomo yang bijak berkata, “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu” (Ams. 3:5-6). —WEC
Tuntun aku Tuhan Allah,
Lewat gurun dunia.
Kau perkasa dan setia;
Bimbing aku yang lemah. —Williams
(Kidung Jemaat, No. 412)
Maksud Allah atas apa yang terjadi hari ini mungkin baru akan dimengerti pada esok hari.
Tuesday, August 13, 2013
Memandang Ke Bawah
Baca: Lukas 18:9-14
Saya menasihati Saudara-saudara semuanya: Janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hendaknya kalian menilai keadaan dirimu dengan rendah hati. —Roma 12:3 BIS
Setelah saya menjalani operasi kecil pada mata saya, perawat mengatakan kepada saya, “Jangan memandang ke bawah sampai 2 minggu mendatang. Jangan memasak atau bersih-bersih.” Saya lebih mudah untuk tidak memasak dan bersih-bersih daripada tidak memandang ke bawah! Bekas operasinya perlu waktu untuk sembuh, dan ia tidak ingin saya memberi beban yang tidak perlu pada mata saya dengan melihat ke bawah.
C. S. Lewis menulis tentang sikap “memandang ke bawah” lainnya yang mungkin menjadi masalah buat kita: “Di dalam Allah, Anda menghadapi sesuatu yang dalam segala hal jauh lebih unggul dari diri Anda. . . . Selama Anda sombong, Anda tidak akan dapat mengenal Allah. Seorang yang sombong selalu memandang rendah apa dan siapa saja: dan tentu, selama Anda memandang ke bawah, Anda tidak dapat melihat apa yang ada di atas Anda” (Mere Christianity—Kekristenan Asali).
Yesus menceritakan suatu perumpamaan tentang seorang Farisi yang merasa lebih unggul dari orang lain. Dalam doanya yang penuh kesombongan, ia berterima kasih kepada Allah karena ia tidak seperti semua orang lainnya (Luk. 18:11). Ia merendahkan perampok, orang lalim, pezina, dan pemungut cukai yang juga berdoa di Bait Allah. Sebaliknya, si pemungut cukai mengetahui bahwa ia adalah orang berdosa di hadapan Allah dan memohon pengampunan-Nya (ay.13).
Kesombongan dapat menjadi masalah bagi kita semua. Kiranya kita tidak memandang rendah orang lain tetapi sebaliknya memandang Allah yang berada jauh di atas kita semua. —AMC
Memandang salib Rajaku
Yang mati untuk dunia,
Kurasa hancur congkakku
Dan harta hilang harganya. —Watts
(Kidung Jemaat, No. 169)
Kesombongan rohani adalah yang paling angkuh dari semua jenis kesombongan.
Saya menasihati Saudara-saudara semuanya: Janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hendaknya kalian menilai keadaan dirimu dengan rendah hati. —Roma 12:3 BIS
Setelah saya menjalani operasi kecil pada mata saya, perawat mengatakan kepada saya, “Jangan memandang ke bawah sampai 2 minggu mendatang. Jangan memasak atau bersih-bersih.” Saya lebih mudah untuk tidak memasak dan bersih-bersih daripada tidak memandang ke bawah! Bekas operasinya perlu waktu untuk sembuh, dan ia tidak ingin saya memberi beban yang tidak perlu pada mata saya dengan melihat ke bawah.
C. S. Lewis menulis tentang sikap “memandang ke bawah” lainnya yang mungkin menjadi masalah buat kita: “Di dalam Allah, Anda menghadapi sesuatu yang dalam segala hal jauh lebih unggul dari diri Anda. . . . Selama Anda sombong, Anda tidak akan dapat mengenal Allah. Seorang yang sombong selalu memandang rendah apa dan siapa saja: dan tentu, selama Anda memandang ke bawah, Anda tidak dapat melihat apa yang ada di atas Anda” (Mere Christianity—Kekristenan Asali).
Yesus menceritakan suatu perumpamaan tentang seorang Farisi yang merasa lebih unggul dari orang lain. Dalam doanya yang penuh kesombongan, ia berterima kasih kepada Allah karena ia tidak seperti semua orang lainnya (Luk. 18:11). Ia merendahkan perampok, orang lalim, pezina, dan pemungut cukai yang juga berdoa di Bait Allah. Sebaliknya, si pemungut cukai mengetahui bahwa ia adalah orang berdosa di hadapan Allah dan memohon pengampunan-Nya (ay.13).
Kesombongan dapat menjadi masalah bagi kita semua. Kiranya kita tidak memandang rendah orang lain tetapi sebaliknya memandang Allah yang berada jauh di atas kita semua. —AMC
Memandang salib Rajaku
Yang mati untuk dunia,
Kurasa hancur congkakku
Dan harta hilang harganya. —Watts
(Kidung Jemaat, No. 169)
Kesombongan rohani adalah yang paling angkuh dari semua jenis kesombongan.
Monday, August 12, 2013
Pengharapan Yang Penuh Bahagia
Baca: 2 Petrus 3:10-18
[Kita] menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus. —Titus 2:13
Begitu banyak ramalan kiamat yang telah datang silih berganti. Ramalan-ramalan itu menyebarkan keresahan dan sering membuat orang ketakutan. Namun Alkitab memang menuliskan tentang suatu saat yang disebut “hari Tuhan” ketika Dia datang kembali. Hari itu akan terjadi, tetapi hanya Allah yang tahu kapan saatnya.
Itulah hari yang dinanti-nanti oleh para pengikut Yesus. Mengenai peristiwa yang akan datang itu, Rasul Petrus mengatakan kepada kita bagaimana orang percaya dapat hidup dengan satu tekad yang dipenuhi sukacita (2Ptr. 3:10-18). Kita dapat memandang kepada Tuhan dengan cara menjalani hidup yang menghormati Kristus (ay.11). Kita dapat memandang ke dalam batin dengan cara berusaha sungguh-sungguh untuk hidup dalam perdamaian dengan Allah (ay.14). Dan kita dapat memandang sekitar kita dengan sikap waspada supaya kita tidak terseret ke dalam pengaruh dari orang lain yang menyesatkan (ay.17).
Bagaimana kita melakukan semua ini? Dengan jalan bertumbuh “dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (ay.18). Saat bertumbuh dari segi karakter lewat firman-Nya yang tertulis, kita akan semakin erat berhubungan dengan Yesus, Sang Firman yang Hidup. Roh Kudus memakai firman Allah untuk memimpin kita dalam menempuh perjalanan hidup ini.
Hari Tuhan seharusnya tidak menakutkan bagi pengikut-pengikut Yesus. Raja kita yang agung akan kembali untuk memperbarui segala sesuatu dan untuk memerintah selamanya. Kita menanti-nantikan saat itu dengan suatu pengharapan yang besar. Itulah “pengharapan kita yang penuh bahagia” (Tit. 2:13). —CPH
Dan untuk pengharapan kedatangan-Nya,
Ya Tuhan, kami puji nama-Mu;
Dengan hati yang rindu kami menanti dan berjaga,
Untuk hari yang termulia itu! —Sherwood
Suatu hari Yesus akan kembali untuk memerintah dan berkuasa!
[Kita] menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus. —Titus 2:13
Begitu banyak ramalan kiamat yang telah datang silih berganti. Ramalan-ramalan itu menyebarkan keresahan dan sering membuat orang ketakutan. Namun Alkitab memang menuliskan tentang suatu saat yang disebut “hari Tuhan” ketika Dia datang kembali. Hari itu akan terjadi, tetapi hanya Allah yang tahu kapan saatnya.
Itulah hari yang dinanti-nanti oleh para pengikut Yesus. Mengenai peristiwa yang akan datang itu, Rasul Petrus mengatakan kepada kita bagaimana orang percaya dapat hidup dengan satu tekad yang dipenuhi sukacita (2Ptr. 3:10-18). Kita dapat memandang kepada Tuhan dengan cara menjalani hidup yang menghormati Kristus (ay.11). Kita dapat memandang ke dalam batin dengan cara berusaha sungguh-sungguh untuk hidup dalam perdamaian dengan Allah (ay.14). Dan kita dapat memandang sekitar kita dengan sikap waspada supaya kita tidak terseret ke dalam pengaruh dari orang lain yang menyesatkan (ay.17).
Bagaimana kita melakukan semua ini? Dengan jalan bertumbuh “dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (ay.18). Saat bertumbuh dari segi karakter lewat firman-Nya yang tertulis, kita akan semakin erat berhubungan dengan Yesus, Sang Firman yang Hidup. Roh Kudus memakai firman Allah untuk memimpin kita dalam menempuh perjalanan hidup ini.
Hari Tuhan seharusnya tidak menakutkan bagi pengikut-pengikut Yesus. Raja kita yang agung akan kembali untuk memperbarui segala sesuatu dan untuk memerintah selamanya. Kita menanti-nantikan saat itu dengan suatu pengharapan yang besar. Itulah “pengharapan kita yang penuh bahagia” (Tit. 2:13). —CPH
Dan untuk pengharapan kedatangan-Nya,
Ya Tuhan, kami puji nama-Mu;
Dengan hati yang rindu kami menanti dan berjaga,
Untuk hari yang termulia itu! —Sherwood
Suatu hari Yesus akan kembali untuk memerintah dan berkuasa!
Sunday, August 11, 2013
Saya . . . Uh . . . Minta Maaf
Baca: Mazmur 51:3-19
Hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! —Mazmur 51:3-4
Media pemberitaan biasanya sangat cepat melaporkan secara terperinci kesalahan tokoh-tokoh terkenal yang kemudian disusul dengan pengakuan mereka. Mungkin tokoh itu adalah seorang atlet yang tertangkap menyetir dalam keadaan mabuk. Atau mungkin seorang politisi yang tertangkap berselingkuh. Memang hanya Allah yang mengenal isi hati mereka, tetapi ketika kita mendengar suatu pengakuan yang diucapkan dengan terbata-bata, “Saya . . . uh . . . minta maaf,” kita mungkin bertanya-tanya apakah mereka betul-betul bertobat atau hanya menyesal karena terpergok.
Ketika membaca pengakuan Raja Daud, kita melihat adanya suatu penyesalan yang sungguh-sungguh. Sang raja yang telah menanggung aib akibat dosa-dosa keji yang sengaja disembunyikannya (2Sam. 12:1-13; Mzm. 32:3-5) kini memohon ampun, dan Daud mengungkapkan pengakuan dosanya di depan umum dalam Mazmur 51.
Daud mengakui bahwa dosanya adalah penghinaan terhadap Allah—bukan hanya terhadap sesamanya—dan hanya Allah yang pantas menghukumnya (Mzm. 51:3-8). Daud menyadari bahwa ia harus ditahirkan Allah (ay.9-12), dan ia mensyukuri pemulihannya melalui pelayanan dan penyembahan (ay.13-19).
Kita semua telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Ketika merasakan beratnya beban dosa yang menekan kita, kita dianugerahi kesempatan untuk mengakui dosa dan menerima pengampunan (1Yoh. 1:9) untuk mengangkat kita kembali. Demikianlah Allah kita yang agung, yang mengubahkan dosa-dosa kita menjadi suatu kesempatan untuk bertumbuh dalam anugerah, kuasa dan kasih-Nya! —JDB
Ya Tuhan, beriku kerendahan hati dan keberanian
untuk mengakui dosa-dosaku di hadapan-Mu dan orang lain.
Terima kasih untuk janji-Mu untuk tetap setia
mengampuni dosa-dosaku dan menyucikanku.
Mengakui dosa berarti setuju dengan pandangan Allah terhadap dosa kita.
Hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! —Mazmur 51:3-4
Media pemberitaan biasanya sangat cepat melaporkan secara terperinci kesalahan tokoh-tokoh terkenal yang kemudian disusul dengan pengakuan mereka. Mungkin tokoh itu adalah seorang atlet yang tertangkap menyetir dalam keadaan mabuk. Atau mungkin seorang politisi yang tertangkap berselingkuh. Memang hanya Allah yang mengenal isi hati mereka, tetapi ketika kita mendengar suatu pengakuan yang diucapkan dengan terbata-bata, “Saya . . . uh . . . minta maaf,” kita mungkin bertanya-tanya apakah mereka betul-betul bertobat atau hanya menyesal karena terpergok.
Ketika membaca pengakuan Raja Daud, kita melihat adanya suatu penyesalan yang sungguh-sungguh. Sang raja yang telah menanggung aib akibat dosa-dosa keji yang sengaja disembunyikannya (2Sam. 12:1-13; Mzm. 32:3-5) kini memohon ampun, dan Daud mengungkapkan pengakuan dosanya di depan umum dalam Mazmur 51.
Daud mengakui bahwa dosanya adalah penghinaan terhadap Allah—bukan hanya terhadap sesamanya—dan hanya Allah yang pantas menghukumnya (Mzm. 51:3-8). Daud menyadari bahwa ia harus ditahirkan Allah (ay.9-12), dan ia mensyukuri pemulihannya melalui pelayanan dan penyembahan (ay.13-19).
Kita semua telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Ketika merasakan beratnya beban dosa yang menekan kita, kita dianugerahi kesempatan untuk mengakui dosa dan menerima pengampunan (1Yoh. 1:9) untuk mengangkat kita kembali. Demikianlah Allah kita yang agung, yang mengubahkan dosa-dosa kita menjadi suatu kesempatan untuk bertumbuh dalam anugerah, kuasa dan kasih-Nya! —JDB
Ya Tuhan, beriku kerendahan hati dan keberanian
untuk mengakui dosa-dosaku di hadapan-Mu dan orang lain.
Terima kasih untuk janji-Mu untuk tetap setia
mengampuni dosa-dosaku dan menyucikanku.
Mengakui dosa berarti setuju dengan pandangan Allah terhadap dosa kita.
Saturday, August 10, 2013
Pengaruh Belas Kasih
Baca: Yesaya 42:1-9
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya. —Yesaya 42:3
Francis Schaeffer, seorang penulis dan pakar apologetika Kristen, mengalami kesulitan untuk mengeja kata-kata dengan tepat karena penyakit disleksia yang dideritanya. Di perguruan tinggi, semua tugas tertulisnya mendapat pengurangan nilai karena ia salah mengeja. Di tahun pertamanya, seorang dosen memberi tahu Schaeffer, “Ini makalah filsafat terbaik dengan ejaan terburuk yang pernah saya baca. Apa yang harus saya lakukan? Saya tak bisa meluluskan Anda.”
Francis menjawab, “Pak, saya takkan pernah bisa mengeja dengan baik. Bisakah Bapak hanya membaca maksud saya melalui tulisan itu tanpa memperhatikan ejaannya?”
Setelah terdiam cukup lama, sang dosen menjawab, “Schaeffer, rasanya saya bisa melakukannya.” Sikap bijaksana dan penuh belas kasih itu telah menguatkan pemuda berbakat itu. Di kemudian hari, Francis menolong banyak jiwa yang sedang tersesat pada dekade 1960-an dan 1970-an untuk beriman kepada Kristus.
Menurut Yesaya, demikianlah Mesias yang dijanjikan itu: “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya” (Yes. 42:3). Pribadi tersebut digambarkan bersifat lemah lembut namun penuh kuasa, serta sanggup membebaskan yang tertawan dan memberi semangat pada mereka yang telah kecut hati dan berniat untuk menyerah.
Yesus datang untuk membebaskan kita dari dosa dan tidak untuk menjatuhkan hukuman atas dosa-dosa kita. Hari ini juga Dia menawarkan keselamatan dan penguatan bagi semua orang yang mau datang kepada-Nya. —DCM
Di dalam Yesus Penebus,
Hukuman dosa hilanglah;
Kudapat hidup yang kudus,
Jubahku kebenaran-Nya. —Wesley
(Kidung Jemaat, No. 31b)
Tatkala kita datang kepada Kristus dalam kebobrokan kita, Dia akan memulihkan kita.
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya. —Yesaya 42:3
Francis Schaeffer, seorang penulis dan pakar apologetika Kristen, mengalami kesulitan untuk mengeja kata-kata dengan tepat karena penyakit disleksia yang dideritanya. Di perguruan tinggi, semua tugas tertulisnya mendapat pengurangan nilai karena ia salah mengeja. Di tahun pertamanya, seorang dosen memberi tahu Schaeffer, “Ini makalah filsafat terbaik dengan ejaan terburuk yang pernah saya baca. Apa yang harus saya lakukan? Saya tak bisa meluluskan Anda.”
Francis menjawab, “Pak, saya takkan pernah bisa mengeja dengan baik. Bisakah Bapak hanya membaca maksud saya melalui tulisan itu tanpa memperhatikan ejaannya?”
Setelah terdiam cukup lama, sang dosen menjawab, “Schaeffer, rasanya saya bisa melakukannya.” Sikap bijaksana dan penuh belas kasih itu telah menguatkan pemuda berbakat itu. Di kemudian hari, Francis menolong banyak jiwa yang sedang tersesat pada dekade 1960-an dan 1970-an untuk beriman kepada Kristus.
Menurut Yesaya, demikianlah Mesias yang dijanjikan itu: “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya” (Yes. 42:3). Pribadi tersebut digambarkan bersifat lemah lembut namun penuh kuasa, serta sanggup membebaskan yang tertawan dan memberi semangat pada mereka yang telah kecut hati dan berniat untuk menyerah.
Yesus datang untuk membebaskan kita dari dosa dan tidak untuk menjatuhkan hukuman atas dosa-dosa kita. Hari ini juga Dia menawarkan keselamatan dan penguatan bagi semua orang yang mau datang kepada-Nya. —DCM
Di dalam Yesus Penebus,
Hukuman dosa hilanglah;
Kudapat hidup yang kudus,
Jubahku kebenaran-Nya. —Wesley
(Kidung Jemaat, No. 31b)
Tatkala kita datang kepada Kristus dalam kebobrokan kita, Dia akan memulihkan kita.
Friday, August 9, 2013
Rasa Memiliki
Baca: Yohanes 14:1-11
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . . Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. —Yohanes 14:2
Ayah saya banyak bercerita tentang kampung halamannya. Jadi bisa Anda bayangkan betapa gembiranya saya sebagai seorang anak ketika ayah membawa kami sekeluarga berkunjung ke sana setiap musim panas. Kami biasa memancing bersama di sungai St. Joseph dan mengunjungi lahan pertanian tempat beliau menikmati masa kanak-kanaknya dan kami seakan mengalami sendiri semua kisahnya itu. Sekalipun tempat itu bukanlah kampung halaman saya, tetapi setiap kali saya mengunjungi kota tersebut—sekarang bersama anak-anak saya yang sudah dewasa dan cucu-cucu saya—saya selalu merasa bahwa saya memiliki tempat itu juga.
Yesus berbicara kepada para murid-Nya tentang rumah-Nya di surga yang ditinggalkan- Nya agar Dia bisa hidup di antara kita. Tentu merupakan suatu sukacita bagi-Nya ketika berkata kepada mereka, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . . Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu . . . , supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh. 14:2-3). Tak diragukan lagi, Yesus yang “tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia” (Ibr. 12:2) sedang merindukan rumah surgawi-Nya dan hendak membawa serta anak-anak Bapa-Nya ke sana untuk tinggal bersama-Nya.
Membayangkan Yesus membawa kita ke rumah Bapa-Nya akan memberi kita perasaan penuh harap yang besar. Ini mendorong kita untuk membagikan kabar baik kepada orang lain tentang Anak Allah yang datang untuk menyelamatkan kita dari dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. —JMS
Aku tetap milik-Nya,
Yesus pun milikku,
Bukan untuk sementara,
Tapi selamanya. —Clayton
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 143)
Dimiliki oleh Yesus membuat hati kita dipenuhi perasaan sukacita yang tak terkira.
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . . Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. —Yohanes 14:2
Ayah saya banyak bercerita tentang kampung halamannya. Jadi bisa Anda bayangkan betapa gembiranya saya sebagai seorang anak ketika ayah membawa kami sekeluarga berkunjung ke sana setiap musim panas. Kami biasa memancing bersama di sungai St. Joseph dan mengunjungi lahan pertanian tempat beliau menikmati masa kanak-kanaknya dan kami seakan mengalami sendiri semua kisahnya itu. Sekalipun tempat itu bukanlah kampung halaman saya, tetapi setiap kali saya mengunjungi kota tersebut—sekarang bersama anak-anak saya yang sudah dewasa dan cucu-cucu saya—saya selalu merasa bahwa saya memiliki tempat itu juga.
Yesus berbicara kepada para murid-Nya tentang rumah-Nya di surga yang ditinggalkan- Nya agar Dia bisa hidup di antara kita. Tentu merupakan suatu sukacita bagi-Nya ketika berkata kepada mereka, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal . . . . Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu . . . , supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh. 14:2-3). Tak diragukan lagi, Yesus yang “tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia” (Ibr. 12:2) sedang merindukan rumah surgawi-Nya dan hendak membawa serta anak-anak Bapa-Nya ke sana untuk tinggal bersama-Nya.
Membayangkan Yesus membawa kita ke rumah Bapa-Nya akan memberi kita perasaan penuh harap yang besar. Ini mendorong kita untuk membagikan kabar baik kepada orang lain tentang Anak Allah yang datang untuk menyelamatkan kita dari dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. —JMS
Aku tetap milik-Nya,
Yesus pun milikku,
Bukan untuk sementara,
Tapi selamanya. —Clayton
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 143)
Dimiliki oleh Yesus membuat hati kita dipenuhi perasaan sukacita yang tak terkira.
Thursday, August 8, 2013
Bayangan Di Jendela
Baca: Mazmur 34:1-11
Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu. —Mazmur 119:18
Selama liburan kami di Alaska, kebanyakan pemandangan saya lihat dari balik jendela kendaraan yang sedang bergerak. Saya bersyukur untuk jendela yang memungkinkan saya melihat keindahan alam dalam kondisi tetap hangat dan kering. Namun jendela itu juga memberikan tantangan. Bila turun hujan, tetes-tetes air di luar jendela akan mengaburkan pandangan. Bila suhu udara berubah, pengembunan akan menyebabkan timbulnya kabut di sisi bagian dalam kaca.
Tantangan-tantangan tersebut menolong saya memahami tentang alasan mengapa mustahil bagi kita untuk memandang kehidupan ini sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dosa telah mengaburkan keindahan hidup yang Allah ingin kita nikmati. Terkadang dosa didapati dalam diri kita—keegoisan kita menciptakan kabut yang membuat kita menganggap diri sendiri lebih penting daripada keadaan yang sebenarnya, sehingga kita melupakan kepentingan orang lain. Kadangkala dosa didapati di luar diri kita. Ketidakadilan yang diperbuat orang lain menyebabkan air mata kita jatuh bercucuran bagaikan hujan dan menghalangi kita untuk dapat melihat kebaikan Allah. Dosa apa pun akan menghalangi kita untuk melihat keajaiban dan keagungan hidup sebagaimana yang telah dirancang Allah.
Untuk saat ini, meski “apa yang kita lihat sekarang ini adalah seperti bayangan yang kabur pada cermin” (1Kor. 13:12 BIS), itu cukup bagi kita untuk mengetahui betapa baiknya Tuhan (Mzm. 34:9). Banyaknya hal luar biasa yang telah disingkapkan Allah akan membantu kita untuk meninggalkan dosa dan akan berusaha menghambat pengaruh dosa di tengah dunia ini. —JAL
Tuhan, perbaikilah pandangan kami. Hapuskan kabut yang berasal
dari pikiran kami yang egois. Tolonglah kami untuk menegakkan
keadilan, menawarkan penghiburan kepada sesama, dan
menghapus air mata orang-orang yang diterjang badai kehidupan.
Satu-satunya cara agar jelas memandang hidup adalah dengan memusatkan pandangan kita kepada Kristus.
Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu. —Mazmur 119:18
Selama liburan kami di Alaska, kebanyakan pemandangan saya lihat dari balik jendela kendaraan yang sedang bergerak. Saya bersyukur untuk jendela yang memungkinkan saya melihat keindahan alam dalam kondisi tetap hangat dan kering. Namun jendela itu juga memberikan tantangan. Bila turun hujan, tetes-tetes air di luar jendela akan mengaburkan pandangan. Bila suhu udara berubah, pengembunan akan menyebabkan timbulnya kabut di sisi bagian dalam kaca.
Tantangan-tantangan tersebut menolong saya memahami tentang alasan mengapa mustahil bagi kita untuk memandang kehidupan ini sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dosa telah mengaburkan keindahan hidup yang Allah ingin kita nikmati. Terkadang dosa didapati dalam diri kita—keegoisan kita menciptakan kabut yang membuat kita menganggap diri sendiri lebih penting daripada keadaan yang sebenarnya, sehingga kita melupakan kepentingan orang lain. Kadangkala dosa didapati di luar diri kita. Ketidakadilan yang diperbuat orang lain menyebabkan air mata kita jatuh bercucuran bagaikan hujan dan menghalangi kita untuk dapat melihat kebaikan Allah. Dosa apa pun akan menghalangi kita untuk melihat keajaiban dan keagungan hidup sebagaimana yang telah dirancang Allah.
Untuk saat ini, meski “apa yang kita lihat sekarang ini adalah seperti bayangan yang kabur pada cermin” (1Kor. 13:12 BIS), itu cukup bagi kita untuk mengetahui betapa baiknya Tuhan (Mzm. 34:9). Banyaknya hal luar biasa yang telah disingkapkan Allah akan membantu kita untuk meninggalkan dosa dan akan berusaha menghambat pengaruh dosa di tengah dunia ini. —JAL
Tuhan, perbaikilah pandangan kami. Hapuskan kabut yang berasal
dari pikiran kami yang egois. Tolonglah kami untuk menegakkan
keadilan, menawarkan penghiburan kepada sesama, dan
menghapus air mata orang-orang yang diterjang badai kehidupan.
Satu-satunya cara agar jelas memandang hidup adalah dengan memusatkan pandangan kita kepada Kristus.
Wednesday, August 7, 2013
Masa Awal Kanak-Kanak
Baca: 2 Timotius 3:14-17
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. —Markus 10:45
Pada musim panas yang lalu, gereja kami mengundang seorang pemuda bernama Caleb untuk bergabung menjadi hamba Tuhan di gereja. Ketika Caleb bercerita tentang masa kanak-kanaknya di Kosta Rika, tempat keluarganya melayani Kristus di negara tersebut, ia membagikan firman Allah dari 2 Timotius 3:14-17. Caleb mengenang bahwa sejak kecil ia telah mengenal Alkitab. Ayah dan ibunya telah mengajarkan kepadanya kebenaran Kitab Suci “yang dapat memberi hikmat [kepadanya] dan menuntun [dirinya] kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (ay.15). Ia menyadari bahwa persiapannya untuk menjadi pendeta telah dimulai sejak ia masih kanak-kanak.
Jemaat kami berkesempatan untuk “bertemu” keluarga Caleb yang ada di Kosta Rika dalam percakapan melalui video konferensi. Pada saat itu, ayah Caleb menantang anaknya dengan menggunakan perkataan Yesus tentang diri-Nya sendiri di Markus 10:45. Ayahnya berkata, “Caleb, ingatlah moto keluarga kita. ‘Kita ada di sini untuk melayani, bukan untuk dilayani.’” Kami pun mengerti dari mana hamba Tuhan yang masih muda ini memperoleh kematangan imannya.
Anak-anak yang dititipkan Allah kepada kita merupakan anugerah yang sangat berharga. Dengan landasan iman yang baik, anak-anak tersebut akan ditolong untuk berkembang menjadi orang percaya yang matang dalam iman dan orang yang “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:17). Dengan pertolongan Allah, kita dapat meneruskan tongkat estafet iman pada generasi mendatang. Sungguh suatu kehormatan besar untuk menjadi hamba yang melayani seperti Yesus. —CHK
Mulailah melatih mereka sejak awal
Untuk takut akan Tuhan dan mengasihi-Nya,
Untuk terus menempuh jalan hidup
Lentera Allah, firman-Nya yang kudus. —Fennema
Anak-anak adalah permata Allah yang berharga—asahlah mereka agar bersinar bagi Kristus.
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani. —Markus 10:45
Pada musim panas yang lalu, gereja kami mengundang seorang pemuda bernama Caleb untuk bergabung menjadi hamba Tuhan di gereja. Ketika Caleb bercerita tentang masa kanak-kanaknya di Kosta Rika, tempat keluarganya melayani Kristus di negara tersebut, ia membagikan firman Allah dari 2 Timotius 3:14-17. Caleb mengenang bahwa sejak kecil ia telah mengenal Alkitab. Ayah dan ibunya telah mengajarkan kepadanya kebenaran Kitab Suci “yang dapat memberi hikmat [kepadanya] dan menuntun [dirinya] kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (ay.15). Ia menyadari bahwa persiapannya untuk menjadi pendeta telah dimulai sejak ia masih kanak-kanak.
Jemaat kami berkesempatan untuk “bertemu” keluarga Caleb yang ada di Kosta Rika dalam percakapan melalui video konferensi. Pada saat itu, ayah Caleb menantang anaknya dengan menggunakan perkataan Yesus tentang diri-Nya sendiri di Markus 10:45. Ayahnya berkata, “Caleb, ingatlah moto keluarga kita. ‘Kita ada di sini untuk melayani, bukan untuk dilayani.’” Kami pun mengerti dari mana hamba Tuhan yang masih muda ini memperoleh kematangan imannya.
Anak-anak yang dititipkan Allah kepada kita merupakan anugerah yang sangat berharga. Dengan landasan iman yang baik, anak-anak tersebut akan ditolong untuk berkembang menjadi orang percaya yang matang dalam iman dan orang yang “diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:17). Dengan pertolongan Allah, kita dapat meneruskan tongkat estafet iman pada generasi mendatang. Sungguh suatu kehormatan besar untuk menjadi hamba yang melayani seperti Yesus. —CHK
Mulailah melatih mereka sejak awal
Untuk takut akan Tuhan dan mengasihi-Nya,
Untuk terus menempuh jalan hidup
Lentera Allah, firman-Nya yang kudus. —Fennema
Anak-anak adalah permata Allah yang berharga—asahlah mereka agar bersinar bagi Kristus.
Tuesday, August 6, 2013
Perseteruan
Baca: 1 Yohanes 4:1-6
Sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. —1 Yohanes 4:4
Ketika sebuah toko buku di tempat kami menata ulang penyusunan bukunya, saya melihat adanya penambahan jumlah judul yang membahas tentang ilmu sihir dan ilmu gaib. Bahkan area yang memuat buku-buku tentang agama seakan menjadi tempat “perseteruan” antara kuasa terang dan kuasa gelap. Buku-buku rohani Kristen ditempatkan di satu rak berhadap-hadapan dengan rak berisi buku-buku tentang ilmu sihir dengan jumlah yang kurang lebih sama banyaknya.
Mungkin kita terkadang berpikir bahwa Allah berhadapan dengan Iblis seperti buku-buku yang saling berhadapan di toko buku tersebut. Kita melihat Allah dan Iblis sebagai dua kuasa yang saling bertentangan, tetapi sama-sama memiliki kuasa yang tak terbatas. Namun Allah adalah Allah, sementara Iblis bukanlah Allah. Allah lebih kuat daripada kuasa gelap apa pun. Dia melakukan yang dikehendaki-Nya (Mzm. 135:6), sementara kuasa Iblis terbatas pada hal-hal yang diperkenankan Allah saja. Ketika Iblis memperkirakan bahwa nasib buruk akan membuat Ayub mengutuk Allah, Allah berkata kepada Iblis, “Nah, segala yang dipunyai [Ayub] ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya” (Ayb. 1:12). Iblis harus mengikuti aturan main Allah.
Karena Allah berkuasa atas segala sesuatu, sebagai pengikut Kristus kita tidak perlu dilumpuhkan oleh ketakutan pada kuasa Iblis terhadap hidup kita maupun hidup orang percaya yang ada di sekitar kita. Sekalipun Iblis mencobai dan berusaha mempengaruhi kita, Alkitab memberi kepastian ini, “Roh yang ada di dalam [kita], lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1Yoh. 4:4). —JBS
Terpujilah nama Yesus,
Malaikat bersujud,
Sembahkan mahkota mulia,
B’ri hormat pada-Nya. —Perronet
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No.68)
Kuasa jahat di sekitar Anda tidak dapat menandingi kuasa Yesus di dalam diri Anda.
Sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. —1 Yohanes 4:4
Ketika sebuah toko buku di tempat kami menata ulang penyusunan bukunya, saya melihat adanya penambahan jumlah judul yang membahas tentang ilmu sihir dan ilmu gaib. Bahkan area yang memuat buku-buku tentang agama seakan menjadi tempat “perseteruan” antara kuasa terang dan kuasa gelap. Buku-buku rohani Kristen ditempatkan di satu rak berhadap-hadapan dengan rak berisi buku-buku tentang ilmu sihir dengan jumlah yang kurang lebih sama banyaknya.
Mungkin kita terkadang berpikir bahwa Allah berhadapan dengan Iblis seperti buku-buku yang saling berhadapan di toko buku tersebut. Kita melihat Allah dan Iblis sebagai dua kuasa yang saling bertentangan, tetapi sama-sama memiliki kuasa yang tak terbatas. Namun Allah adalah Allah, sementara Iblis bukanlah Allah. Allah lebih kuat daripada kuasa gelap apa pun. Dia melakukan yang dikehendaki-Nya (Mzm. 135:6), sementara kuasa Iblis terbatas pada hal-hal yang diperkenankan Allah saja. Ketika Iblis memperkirakan bahwa nasib buruk akan membuat Ayub mengutuk Allah, Allah berkata kepada Iblis, “Nah, segala yang dipunyai [Ayub] ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya” (Ayb. 1:12). Iblis harus mengikuti aturan main Allah.
Karena Allah berkuasa atas segala sesuatu, sebagai pengikut Kristus kita tidak perlu dilumpuhkan oleh ketakutan pada kuasa Iblis terhadap hidup kita maupun hidup orang percaya yang ada di sekitar kita. Sekalipun Iblis mencobai dan berusaha mempengaruhi kita, Alkitab memberi kepastian ini, “Roh yang ada di dalam [kita], lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1Yoh. 4:4). —JBS
Terpujilah nama Yesus,
Malaikat bersujud,
Sembahkan mahkota mulia,
B’ri hormat pada-Nya. —Perronet
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No.68)
Kuasa jahat di sekitar Anda tidak dapat menandingi kuasa Yesus di dalam diri Anda.
Monday, August 5, 2013
Delapan Puluh Persen Lainnya
Baca: Mazmur 69:30-37
Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya. —Mazmur 69:35
Baru-baru ini saya membaca sebuah papan reklame yang menyatakan bahwa 80 persen dari seluruh makhluk hidup di bumi ini terdapat di dalam laut. Persentase sebesar itu rasanya sulit untuk dibayangkan, terutama karena sebagian besar dari makhluk hidup tersebut tidak terlihat oleh kita.
Saat memikirkannya, saya diingatkan betapa ciptaan Allah itu jauh lebih besar dari yang pada umumnya kita hargai. Memang kita mudah terkesima oleh megahnya deretan pegunungan atau indahnya pemandangan matahari terbenam. Namun terkadang kita tak menyadari karya tangan-Nya yang luar biasa dalam setiap detail karya-Nya yang membutuhkan pengamatan dan penyelidikan lebih dalam. Bukan saja karena sebagian besar dari ciptaan Allah itu tersembunyi dalam lautan, tetapi ada pula sebagian makhluk lainnya yang begitu kecil dan tak kasat mata. Dari makhluk mungil yang hanya bisa terlihat oleh mikroskop hingga tempat-tempat di alam semesta ini yang belum terjangkau manusia, semua itu adalah Mahakarya Sang Pencipta. Keagungan Allah dalam penciptaan terungkap melalui karya-Nya yang luar biasa, baik yang terlihat oleh kita maupun yang tidak (Rm. 1:20).
Seiring bertambahnya pemahaman kita akan luar biasanya alam ciptaan, hati kita haruslah selalu diarahkan kepada Sang Pencipta itu sendiri—dan kita tergugah untuk menyembah Dia. Demikianlah yang dikatakan sang pemazmur, “Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya” (Mzm. 69:35). Jika ciptaan saja memuji Sang Pencipta, kita pun dapat dan patut ikut serta dalam puji-pujian itu. Sungguh perkasa Allah yang kita layani! —WEC
Bila kulihat bintang gemerlapan,
Dan bunyi guruh riuh kudengar,
Ya Tuhanku, tak putus aku heran,
Melihat ciptaan-Mu yang besar. —Boberg
(Kidung Jemaat, No. 64)
Keajaiban ciptaan membuat kita berkata, “Sungguh Allah itu ajaib!”
Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya. —Mazmur 69:35
Baru-baru ini saya membaca sebuah papan reklame yang menyatakan bahwa 80 persen dari seluruh makhluk hidup di bumi ini terdapat di dalam laut. Persentase sebesar itu rasanya sulit untuk dibayangkan, terutama karena sebagian besar dari makhluk hidup tersebut tidak terlihat oleh kita.
Saat memikirkannya, saya diingatkan betapa ciptaan Allah itu jauh lebih besar dari yang pada umumnya kita hargai. Memang kita mudah terkesima oleh megahnya deretan pegunungan atau indahnya pemandangan matahari terbenam. Namun terkadang kita tak menyadari karya tangan-Nya yang luar biasa dalam setiap detail karya-Nya yang membutuhkan pengamatan dan penyelidikan lebih dalam. Bukan saja karena sebagian besar dari ciptaan Allah itu tersembunyi dalam lautan, tetapi ada pula sebagian makhluk lainnya yang begitu kecil dan tak kasat mata. Dari makhluk mungil yang hanya bisa terlihat oleh mikroskop hingga tempat-tempat di alam semesta ini yang belum terjangkau manusia, semua itu adalah Mahakarya Sang Pencipta. Keagungan Allah dalam penciptaan terungkap melalui karya-Nya yang luar biasa, baik yang terlihat oleh kita maupun yang tidak (Rm. 1:20).
Seiring bertambahnya pemahaman kita akan luar biasanya alam ciptaan, hati kita haruslah selalu diarahkan kepada Sang Pencipta itu sendiri—dan kita tergugah untuk menyembah Dia. Demikianlah yang dikatakan sang pemazmur, “Biarlah langit dan bumi memuji-muji Dia, lautan dan segala yang bergerak di dalamnya” (Mzm. 69:35). Jika ciptaan saja memuji Sang Pencipta, kita pun dapat dan patut ikut serta dalam puji-pujian itu. Sungguh perkasa Allah yang kita layani! —WEC
Bila kulihat bintang gemerlapan,
Dan bunyi guruh riuh kudengar,
Ya Tuhanku, tak putus aku heran,
Melihat ciptaan-Mu yang besar. —Boberg
(Kidung Jemaat, No. 64)
Keajaiban ciptaan membuat kita berkata, “Sungguh Allah itu ajaib!”
Sunday, August 4, 2013
Luangkan Waktu Untuk Merenung
Baca: Lukas 2:8-19
Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. —Lukas 2:19
Para orangtua biasanya suka mengenang tahap-tahap perkembangan anak mereka. Mereka akan merekam dalam buku catatan perkembangan bayi mereka kapan saatnya si kecil pertama kali berguling, kemudian merangkak, lalu melangkah untuk pertama kalinya. Mereka sering mengabadikannya lewat foto dan menyimpan pakaian bayi milik anak mereka untuk mengenang kembali pengalaman-pengalaman berharga tersebut.
Menurut Lukas 2:19, Maria, ibunda Yesus, juga menyimpan semacam buku catatan perkembangan bayi—di dalam hatinya. Ia menyimpan janji-janji yang telah diterimanya tentang Sang Anak dan “merenungkannya”. Dalam bahasa Yunani, kata “merenungkan” dalam ayat tersebut berarti “menempatkan bersebelahan untuk dibandingkan”. Maria telah mendengar hal-hal luar biasa tentang Anaknya itu dari para malaikat dan gembala (1:32; 2:17-18). Sepanjang perkembangan kehidupan Yesus, Maria pun membandingkan janji-janji tersebut dengan tindakan Anaknya dalam menggenapi kesemua janji itu.
Iman kita akan dikuatkan dan hati kita akan terhibur ketika kita merenungkan apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Allah dan membandingkannya dengan cara Allah berkarya di dalam hidup kita (Yoh. 14:21). Dia adalah Allah yang mengabulkan doa (1Yoh. 5:14-15), yang menghibur kita dalam segala penderitaan kita (2Kor. 1:3-4), dan yang memenuhi segala keperluan kita (Flp. 4:19).
Ketika kita meluangkan waktu untuk merenung, kita akan melihat kesetiaan Allah kita yang Mahabesar. —HDF
Ampunan dosaku, damai abadi,
Kehadiran-Mu dan bimbingan-Mu.
Kini kekuatan dan besok harapan—
Hujan berkat Kau beri padaku! —Chisholm
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 138)
Allah memberi dengan janji untuk segala yang dapat kita terima dengan iman.
Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. —Lukas 2:19
Para orangtua biasanya suka mengenang tahap-tahap perkembangan anak mereka. Mereka akan merekam dalam buku catatan perkembangan bayi mereka kapan saatnya si kecil pertama kali berguling, kemudian merangkak, lalu melangkah untuk pertama kalinya. Mereka sering mengabadikannya lewat foto dan menyimpan pakaian bayi milik anak mereka untuk mengenang kembali pengalaman-pengalaman berharga tersebut.
Menurut Lukas 2:19, Maria, ibunda Yesus, juga menyimpan semacam buku catatan perkembangan bayi—di dalam hatinya. Ia menyimpan janji-janji yang telah diterimanya tentang Sang Anak dan “merenungkannya”. Dalam bahasa Yunani, kata “merenungkan” dalam ayat tersebut berarti “menempatkan bersebelahan untuk dibandingkan”. Maria telah mendengar hal-hal luar biasa tentang Anaknya itu dari para malaikat dan gembala (1:32; 2:17-18). Sepanjang perkembangan kehidupan Yesus, Maria pun membandingkan janji-janji tersebut dengan tindakan Anaknya dalam menggenapi kesemua janji itu.
Iman kita akan dikuatkan dan hati kita akan terhibur ketika kita merenungkan apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Allah dan membandingkannya dengan cara Allah berkarya di dalam hidup kita (Yoh. 14:21). Dia adalah Allah yang mengabulkan doa (1Yoh. 5:14-15), yang menghibur kita dalam segala penderitaan kita (2Kor. 1:3-4), dan yang memenuhi segala keperluan kita (Flp. 4:19).
Ketika kita meluangkan waktu untuk merenung, kita akan melihat kesetiaan Allah kita yang Mahabesar. —HDF
Ampunan dosaku, damai abadi,
Kehadiran-Mu dan bimbingan-Mu.
Kini kekuatan dan besok harapan—
Hujan berkat Kau beri padaku! —Chisholm
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 138)
Allah memberi dengan janji untuk segala yang dapat kita terima dengan iman.
Saturday, August 3, 2013
Corine
Baca: 1 Petrus 4:7-11
Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut. —1 Petrus 4:9
Musim dingin yang lalu, ketika kami sedang menyusun paket-paket berisi materi untuk suatu acara pertemuan dengan para pembaca Our Daily Bread di Orlando, Corine datang dan menyapa kami. Saat itu sudah menjelang siang dan ia merasa bahwa kami pasti lapar dan haus. Saya mengatakan kepadanya bahwa kami “baik-baik saja,” tetapi ia menjawab, “Aku tahu kalian baik-baik saja, tetapi kalian perlu makan.” Selang beberapa menit, ia kembali dengan membawa minuman dingin dan makanan ringan.
Selama dua hari kami berada di sana, Corine selalu mampir untuk melihat keadaan kami, membawakan kami makanan atau minuman, dan membantu untuk membuang sampah. Pada suatu kesempatan, saya mengucapkan terima kasih kepadanya dan berkata, “Corine, kamu jelas punya karunia keramahtamahan.” Ia menunduk dan menjawab, “Aku tak tahu. Yang kutahu, Anda menulis artikel renungan, dan aku membantu untuk merapikan tempat ini. Dan Allah akan dimuliakan.”
Corine rindu memberikan kemuliaan bagi Tuhan dengan cara menolong orang. Jelas sekali ia memiliki karunia keramahtamahan dan ia menggunakannya dengan baik. Allah telah mengaruniai setiap anak- Nya dengan keterampilan dan kemampuan agar Dia dapat melayani orang lain melalui diri kita. Anda dapat menemukan karunia-karunia tersebut tercantum dalam Roma 12:4-13, 1 Korintus 12:27-31, Efesus 4:7-12, dan 1 Petrus 4:9-11.
Tuhan telah memberi kita karunia “supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (1Ptr. 4:11). —AMC
Semua orang Kristen telah diberi karunia
Menurut anugerah Allah yang di surga,
Diberikan agar membangun dan menguatkan
Jemaat-Nya dalam kasih dan iman. —Fitzhugh
Setiap kita diciptakan dengan unik—dirancang untuk memuliakan Allah dengan cara kita masing-masing.
Berilah tumpangan seorang akan yang lain dengan tidak bersungut-sungut. —1 Petrus 4:9
Musim dingin yang lalu, ketika kami sedang menyusun paket-paket berisi materi untuk suatu acara pertemuan dengan para pembaca Our Daily Bread di Orlando, Corine datang dan menyapa kami. Saat itu sudah menjelang siang dan ia merasa bahwa kami pasti lapar dan haus. Saya mengatakan kepadanya bahwa kami “baik-baik saja,” tetapi ia menjawab, “Aku tahu kalian baik-baik saja, tetapi kalian perlu makan.” Selang beberapa menit, ia kembali dengan membawa minuman dingin dan makanan ringan.
Selama dua hari kami berada di sana, Corine selalu mampir untuk melihat keadaan kami, membawakan kami makanan atau minuman, dan membantu untuk membuang sampah. Pada suatu kesempatan, saya mengucapkan terima kasih kepadanya dan berkata, “Corine, kamu jelas punya karunia keramahtamahan.” Ia menunduk dan menjawab, “Aku tak tahu. Yang kutahu, Anda menulis artikel renungan, dan aku membantu untuk merapikan tempat ini. Dan Allah akan dimuliakan.”
Corine rindu memberikan kemuliaan bagi Tuhan dengan cara menolong orang. Jelas sekali ia memiliki karunia keramahtamahan dan ia menggunakannya dengan baik. Allah telah mengaruniai setiap anak- Nya dengan keterampilan dan kemampuan agar Dia dapat melayani orang lain melalui diri kita. Anda dapat menemukan karunia-karunia tersebut tercantum dalam Roma 12:4-13, 1 Korintus 12:27-31, Efesus 4:7-12, dan 1 Petrus 4:9-11.
Tuhan telah memberi kita karunia “supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (1Ptr. 4:11). —AMC
Semua orang Kristen telah diberi karunia
Menurut anugerah Allah yang di surga,
Diberikan agar membangun dan menguatkan
Jemaat-Nya dalam kasih dan iman. —Fitzhugh
Setiap kita diciptakan dengan unik—dirancang untuk memuliakan Allah dengan cara kita masing-masing.
Friday, August 2, 2013
Teruskanlah
Baca: 2 Korintus 1:3-7
Sama seperti kamu turut mengambil bagian dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil bagian dalam penghiburan kami. —2 Korintus 1:7
Selama bertahun-tahun saya memperhatikan bahwa orang-orang yang pernah mengalami penderitaan biasanya akan dengan sigap menawarkan penghiburan bagi orang lain yang menderita. Ketika ada pasangan muda yang kehilangan anak mereka, pasangan lain yang pernah kehilangan anak di masa lalu akan bertanya apakah mereka bisa membantu. Jika ada pasangan yang kehilangan sumber penghasilan mereka, dengan segera pasangan lain akan menawarkan bantuan, karena mereka teringat masa sulit yang pernah mereka lalui beberapa tahun lalu saat harta mereka disita. Berulang kali kita melihat tubuh Kristus saling mendukung dan menguatkan. Orangorang Kristen ini telah belajar bahwa mereka dapat menggunakan pencobaan yang pernah mereka alami untuk menjangkau orang lain yang mengalami kesulitan yang serupa.
Pernahkah Anda jatuh sakit? Kehilangan orang yang dikasihi? Dipenjara? Diperlakukan tidak adil? Dalam semua pencobaan, Allah berjanji akan mendatangkan kebaikan bahkan dari pengalaman kita yang terkelam (Yak. 1:2-4). Kebaikan ini terutama dialami ketika penghiburan yang Dia berikan itu kita teruskan kepada mereka yang kini sedang ada dalam pencobaan.
Sebagaimana dinyatakan Paulus dalam 2 Korintus 1:3-7, kita dihibur oleh Juruselamat yang mengenal betul penderitaan kita, dan kita memuliakan nama-Nya ketika kita meneruskan penghiburan-Nya kepada orang lain.
Semoga kita tidak pernah membiarkan ada orang yang menderita sendirian. Jika kita mengetahui pergumulan yang sedang dialami seseorang, Allah akan menolong kita membawanya untuk menerima penghiburan yang terbaik, yakni kehadiran Allah itu sendiri. —RKK
Ya Tuhan, tolong kami untuk menawarkan diri ketika ada orang
di sekitar kami mengalami pencobaan yang serupa dengan
yang pernah kami alami. Mampukan kami menjadi penghibur
bagi mereka, seperti Engkau telah menghibur kami di masa lalu.
Allah menghibur kita agar kita dapat menghibur orang lain.
Sama seperti kamu turut mengambil bagian dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil bagian dalam penghiburan kami. —2 Korintus 1:7
Selama bertahun-tahun saya memperhatikan bahwa orang-orang yang pernah mengalami penderitaan biasanya akan dengan sigap menawarkan penghiburan bagi orang lain yang menderita. Ketika ada pasangan muda yang kehilangan anak mereka, pasangan lain yang pernah kehilangan anak di masa lalu akan bertanya apakah mereka bisa membantu. Jika ada pasangan yang kehilangan sumber penghasilan mereka, dengan segera pasangan lain akan menawarkan bantuan, karena mereka teringat masa sulit yang pernah mereka lalui beberapa tahun lalu saat harta mereka disita. Berulang kali kita melihat tubuh Kristus saling mendukung dan menguatkan. Orangorang Kristen ini telah belajar bahwa mereka dapat menggunakan pencobaan yang pernah mereka alami untuk menjangkau orang lain yang mengalami kesulitan yang serupa.
Pernahkah Anda jatuh sakit? Kehilangan orang yang dikasihi? Dipenjara? Diperlakukan tidak adil? Dalam semua pencobaan, Allah berjanji akan mendatangkan kebaikan bahkan dari pengalaman kita yang terkelam (Yak. 1:2-4). Kebaikan ini terutama dialami ketika penghiburan yang Dia berikan itu kita teruskan kepada mereka yang kini sedang ada dalam pencobaan.
Sebagaimana dinyatakan Paulus dalam 2 Korintus 1:3-7, kita dihibur oleh Juruselamat yang mengenal betul penderitaan kita, dan kita memuliakan nama-Nya ketika kita meneruskan penghiburan-Nya kepada orang lain.
Semoga kita tidak pernah membiarkan ada orang yang menderita sendirian. Jika kita mengetahui pergumulan yang sedang dialami seseorang, Allah akan menolong kita membawanya untuk menerima penghiburan yang terbaik, yakni kehadiran Allah itu sendiri. —RKK
Ya Tuhan, tolong kami untuk menawarkan diri ketika ada orang
di sekitar kami mengalami pencobaan yang serupa dengan
yang pernah kami alami. Mampukan kami menjadi penghibur
bagi mereka, seperti Engkau telah menghibur kami di masa lalu.
Allah menghibur kita agar kita dapat menghibur orang lain.
Thursday, August 1, 2013
Pikiran Yang Menggertak, Menggeram
Baca: Mazmur 59
Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku. —Mazmur 59:17
Bertahun-tahun yang lalu, saya dan Ayah berjalan lintas alam melalui Big Bend di Texas. Saat ini tempat tersebut sudah dijadikan taman nasional, tetapi pada waktu itu masih merupakan daerah yang belum terawat.
Suatu malam, ketika sedang menggelar kantung tidur, muncul sepasang suami-istri dengan seekor anjing dan meminta izin untuk berkemah di dekat kami. Kami menyambut mereka lalu beranjak tidur. Mereka mengikat anjingnya di tonggak di samping tenda.
Beberapa jam kemudian Ayah membangunkan saya sambil mengarahkan lampu senter ke arah kegelapan. Kami dapat melihat berpasang-pasang bola mata berwarna kuning mengintip dari dalam gelap. Sekelompok anjing hutan mengepung anjing tetangga kami sambil menggertak dan menggeram. Meski kami berhasil mengusirnya dan tetangga kami memasukkan anjing itu ke dalam tendanya, kami tak bisa tidur nyenyak malam itu.
Saya teringat pada peristiwa malam itu saat membaca Mazmur 59 dan penggambaran Daud yang diulang sebanyak dua kali: “Pada waktu senja mereka datang kembali, mereka melolong seperti anjing” (ay.7,15). Daud sedang membayangkan tentang tentara Saul yang mengepungnya, namun saya berpikir tentang beragam pemikiran yang terus kembali untuk merongrong kita. Pemikiran itu datang pada malam hari, sambil menggertak dan menggeram: “Kamu bodoh.” “Kamu pecundang.” “Kamu tak berguna.” “Siapa yang butuh kamu?”
Ketika dirongrong oleh pemikiran seperti itu, kiranya kita bisa bersukacita dengan mengingat kasih Allah yang tanpa syarat dan tak berkesudahan. Kesetiaan-Nya yang teguh menjadi tempat perlindungan kita dari kelamnya rasa ragu dan takut (ay.17). —DHR
Ya Tuhan, aku bersyukur karena Engkau mengasihiku tanpa syarat.
Jauhkanlah pikiran merusak yang selalu kembali untuk merampas
keyakinanku terhadap Engkau dan karya-Mu dalam diriku.
Aku ingin bersandar kepada-Mu dan di dalam kasih setia-Mu.
Kesadaran bahwa Allah mengasihi kita bisa menepis segala keraguan hati kita.
Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku. —Mazmur 59:17
Bertahun-tahun yang lalu, saya dan Ayah berjalan lintas alam melalui Big Bend di Texas. Saat ini tempat tersebut sudah dijadikan taman nasional, tetapi pada waktu itu masih merupakan daerah yang belum terawat.
Suatu malam, ketika sedang menggelar kantung tidur, muncul sepasang suami-istri dengan seekor anjing dan meminta izin untuk berkemah di dekat kami. Kami menyambut mereka lalu beranjak tidur. Mereka mengikat anjingnya di tonggak di samping tenda.
Beberapa jam kemudian Ayah membangunkan saya sambil mengarahkan lampu senter ke arah kegelapan. Kami dapat melihat berpasang-pasang bola mata berwarna kuning mengintip dari dalam gelap. Sekelompok anjing hutan mengepung anjing tetangga kami sambil menggertak dan menggeram. Meski kami berhasil mengusirnya dan tetangga kami memasukkan anjing itu ke dalam tendanya, kami tak bisa tidur nyenyak malam itu.
Saya teringat pada peristiwa malam itu saat membaca Mazmur 59 dan penggambaran Daud yang diulang sebanyak dua kali: “Pada waktu senja mereka datang kembali, mereka melolong seperti anjing” (ay.7,15). Daud sedang membayangkan tentang tentara Saul yang mengepungnya, namun saya berpikir tentang beragam pemikiran yang terus kembali untuk merongrong kita. Pemikiran itu datang pada malam hari, sambil menggertak dan menggeram: “Kamu bodoh.” “Kamu pecundang.” “Kamu tak berguna.” “Siapa yang butuh kamu?”
Ketika dirongrong oleh pemikiran seperti itu, kiranya kita bisa bersukacita dengan mengingat kasih Allah yang tanpa syarat dan tak berkesudahan. Kesetiaan-Nya yang teguh menjadi tempat perlindungan kita dari kelamnya rasa ragu dan takut (ay.17). —DHR
Ya Tuhan, aku bersyukur karena Engkau mengasihiku tanpa syarat.
Jauhkanlah pikiran merusak yang selalu kembali untuk merampas
keyakinanku terhadap Engkau dan karya-Mu dalam diriku.
Aku ingin bersandar kepada-Mu dan di dalam kasih setia-Mu.
Kesadaran bahwa Allah mengasihi kita bisa menepis segala keraguan hati kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)