Wednesday, July 31, 2013
Pasti Terbang
Info
Rabu, 31 Juli 2013
Pasti Terbang
Baca: Roma 3:21-26
Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. —1 Korintus 15:22
Badai yang hebat menunda penerbangan kami ke Frankfurt, dan akibatnya kami ketinggalan pesawat untuk penerbangan selanjutnya. Kami diberi tahu bahwa kami dipastikan bisa terbang dengan penerbangan lain besok malam. Namun ketika malam itu kami tiba di gerbang, mereka mengumumkan bahwa kami masih harus menunggu. Penerbangan itu ternyata penuh.
Pada saat itu, saya bertanya-tanya apakah telah terjadi kesalahpahaman atau memang demikian cara mereka menangani para penumpang yang ketinggalan pesawat. Jika penumpang sebelumnya diberi tahu bahwa mereka masih harus menunggu, mereka pasti tidak senang. Mungkin karena itulah petugas sengaja menyembunyikan informasi tersebut.
Syukurlah, Allah tidak berbuat demikian. Dia dengan jelas memberitahukan segala yang perlu kita ketahui supaya kita bisa ke surga. Alkitab menyatakan bahwa “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). Allah memberi gambaran yang jelas tentang dosa kita di dalam Kejadian 3 supaya Dia bisa memberi kita solusi-Nya yang lengkap dan seutuhnya.
Solusi yang Allah berikan di Roma 3:24 menyatakan, “Oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Allah mengutus Anak-Nya yang tidak berdosa untuk mati menebus kita. Pengorbanan-Nya di kayu salib menyediakan pengampunan bagi kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah menerima anugerah cuma-cuma itu dengan iman kita. Saya sangat bersyukur, sedari awal Allah telah memberitahukan kebenarannya! Dia tidak membiarkan kita mencari-cari jalan kita sendiri. —CPH
Terima kasih, Allah Mahabesar, karena Engkau tak menyembunyikan
kebenaran dari kami. Engkau menunjukkan kepada kami betapa dosa
merusak hidup kami dengan tujuan untuk menegaskan dahsyatnya
karya Yesus Kristus dalam memerdekakan kami.
Karya Yesus menyelamatkan kita; firman Allah meyakinkan kita.
Tuesday, July 30, 2013
Seorang Yang Berpengaruh
Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.” —2 Raja-Raja 5:3
Kalau Anda mencari “orang yang berpengaruh” di Google, hasil pencarian akan menyajikan beragam daftar “tokoh paling berpengaruh di dunia”. Daftar itu biasanya mencantumkan para pemimpin politik, wirausahawan dan atlet; tidak ketinggalan para tokoh dari dunia ilmu pengetahuan, seni, dan hiburan. Anda tidak akan menemukan nama-nama tukang masak dan tukang cuci yang bekerja untuk mereka. Meski demikian, mereka yang biasanya dianggap memiliki posisi rendah justru sering mempengaruhi orang yang mereka layani.
Dalam kisah tentang seorang pimpinan tinggi militer bernama Naaman, tersebutlah dua raja dan seorang nabi Allah (2 Raj. 5:1-15). Namun, justru perkataan para pelayan di balik layar yang membuat Naaman sembuh dari kusta, suatu penyakit yang akan memporak-porandakan hidupnya dan menamatkan karirnya. Seorang gadis pelayan yang ditawan dari Israel menyampaikan kabar kepada istri Naaman tentang seorang nabi di Samaria yang bisa menyembuhkan suaminya (ayat 2-3). Naaman sempat marah ketika disuruh mandi di sungai Yordan oleh Elisa, tetapi para pelayanlah yang mendesak dirinya untuk melakukan perintah Elisa. Hasilnya, Naaman sembuh dan mengakui, "Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel." (ayat 15).
Sungguh suatu gambaran yang indah tentang peran kita sebagai pengikut Yesus Kristus! Kita dipanggil untuk menjadi orang yang berpengaruh - hamba Allah yang membawa sesamanya kepada Kristus yang bisa mengubah hidup mereka lewat jamahanNya. -DCM
Tuhan, aku ingin memiliki hidup yang berpengaruh sama seperti pelayan kecil Naaman - berani mempengaruhi hidup sesama dengan membawa mereka kepadaMu. Penuhi aku, Roh Kudus, dengan kuasaMu.
Monday, July 29, 2013
Apakah Kasih Itu?
Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. —1 Yohanes 4:10
Ketika ditanya, “Apakah kasih itu?”, anak-anak punya jawaban yang luar biasa. Noelle, usia 7 tahun, berkata, “Kasih itu adalah saat seorang wanita bilang ia menyukai baju seorang pria, dan pria itu memakai baju itu setiap hari.” Rebecca, usia 8 tahun, menjawab, “Sejak nenek mengidap radang sendi, ia tak bisa membungkuk untuk mengecat kuku kakinya. Jadi kakek yang melakukannya setiap saat, bahkan setelah tangan kakek juga terkena radang sendi. Itu namanya kasih.” Jessica, yang juga berusia 8 tahun, menyimpulkan, “Jangan berani bilang ‘Aku sayang kamu’ kecuali kamu memang sungguh-sungguh. Jika kamu sungguh-sungguh sayang, katakan itu berulang-ulang. Orang itu gampang lupa.”
Terkadang kita perlu diingatkan bahwa Allah mengasihi kita. Kita terlalu sering memikirkan kesulitan yang kita alami dan bertanya, Di mana kasih itu? Namun ketika kita berhenti sejenak dan merenungkan semua yang telah Allah lakukan, kita ingat betapa kita telah begitu dikasihi Allah yang adalah kasih itu sendiri (1Yoh. 4:8-10).
Mazmur 103 menuliskan daftar “berkat” yang dicurahkan Allah kepada kita dalam kasih: Dia mengampuni segala dosa kita (ay.3), memuaskan kita dengan kebaikan (ay.5), menjalankan keadilan dan hukum (ay.6). Dia panjang sabar dan berlimpah kasih setia (ay.8). Dia tidak melakukan kepada kita setimpal dengan dosa kita (ay.10) dan telah menjauhkan pelanggaran kita sejauh timur dari barat (ay.12). Dia tidak melupakan kita!
Jadi, apakah kasih itu? Allah itu kasih, dan Dia mencurahkan kasih-Nya kepada Anda dan saya. —AMC
Allah kita adalah Allah—
Tiap hari kebenaran dan kasih-Nya tak berubah,
Dia setia dan tiada bandingnya,
Karena Allah adalah Allah—Dia tak berubah. —D. DeHaan
Kematian Kristus adalah ukuran kasih Allah kepada Anda.
Sunday, July 28, 2013
Hikmat Orang Banyak
Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada. —Amsal 11:14
Deskripsi online tentang buku The Wisdom of Crowds (Hikmat Orang Banyak) menyatakan, “Dalam buku yang memukau ini, kolumnis bisnis dari mingguan New Yorker, James Surowiecki, membedah ide sederhana yang sering terabaikan: Sekelompok besar orang terbukti lebih cerdas daripada sekelompok kecil kaum elit, sehebat apa pun kelompok elit ini—kelompok besar ini lebih baik dalam memecahkan masalah, mendorong inovasi, mengambil keputusan yang bijak, bahkan memprediksi masa depan.”
Si penulis memakai beragam hal, mulai dari budaya populer sampai ranah politik, untuk menyajikan satu pemikiran dasar: Sering terjadi, kebenaran ditentukan oleh suara terbanyak. Ini adalah suatu teori menarik, yang bisa saja diperdebatkan selama masa-masa pemilu atau pada saat kontestan favorit kita tersingkir dari suatu kontes di televisi.
Meski Alkitab menegaskan bahwa hikmat orang banyak belum tentu bisa diandalkan dan bahkan bisa saja membahayakan (Mat. 7:13-14), ada cara lain dimana hikmat bersama bisa juga bermanfaat. Di Amsal 11:14 tertulis, “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada.” Salah satu keuntungan berada di dalam tubuh Kristus adalah kita bisa saling menolong—salah satunya adalah bekerja sama untuk mencari hikmat Allah. Dengan bergandengan tangan demi mencapai tujuan yang Allah kehendaki, kita memperoleh keyakinan dalam kebersamaan yang diberikan-Nya dan menerima hikmat-Nya yang memampukan kita dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. —WEC
Abadi, tak nampak, Yang Maha Esa,
Yang tak terhampiri terang takhta-Nya,
Yang dalam Putra-Nya telah dikenal,
Bagi-Nyalah hormat dan kuasa kekal. —Smith
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 1)
Cara terbaik untuk mencari hikmat Allah adalah dengan mencarinya bersama-sama.
Saturday, July 27, 2013
Prinsip Pelepasan
“Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.” —Yohanes 8:36
Dalam bukunya yang berjudul Throw Out Fifty Things (Buang 50 Hal Ini), Gail Blanke menuliskan 4 “Prinsip Pelepasan” yang berguna untuk menolong pembacanya menyingkirkan berbagai sampah dari hidup mereka. Prinsip pertama menyatakan, “Jika hal itu . . . membebanimu, menghalangimu, atau membuatmu merasa tidak nyaman dengan dirimu sendiri; buanglah, berikanlah, juallah, lepaskanlah hal itu, dan lanjutkanlah hidupmu.”
Menurut saya, Prinsip Pelepasan ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan rohani: Kita tak perlu terus-menerus terjerat dengan dosa masa lalu. Saudara-saudara Yusuf bergumul dengan hal tersebut. Bertahun-tahun setelah menjual Yusuf sebagai budak, mereka masih mengingat sikap mereka yang kejam dan kini mereka takut Yusuf akan membalas dendam (Kej. 50:15). Jadi mereka mengirim pesan kepada Yusuf dan memohon pengampunannya (ay.16-17). Mereka tetap merasa bersalah meski Yusuf telah berbuat baik dan meyakinkan mereka (45:4-15).
Banyak dari kita yang terus-menerus terjerat dengan berbagai kesalahan kita di masa lalu, meski orang-orang yang pernah kita lukai telah mengampuni dan berbuat baik kepada kita. Meski demikian, kemerdekaan sejati terjadi ketika kita mengakui kesalahan kita kepada Allah. Dia mengampuni kesalahan kita (1Yoh. 1:9) dan kita dijauhkan darinya (Mzm. 103:12). Seperti yang dituliskan di sebuah ayat, Dia membuang segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut! (Mik. 7:19). Karena inilah, kita bisa mengingatkan diri sendiri bahwa Sang Anak telah memerdekakan kita, dan kita pun benar-benar merdeka (Yoh. 8:36). —JBS
Hari yang bahagia saat Yesus menemukanku
Saat tangan-Nya yang kuat merengkuhku;
Saat dibuang-Nya dosaku ke laut terdalam,
Kini jiwaku penuh sukacita dan kemenangan. —Reitz
Harga kemerdekaan kita dari dosa telah dibayar dengan darah Yesus.
Friday, July 26, 2013
Berakar
Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. —Matius 13:5
Ada satu bagian dari kebun saya yang tak bisa ditumbuhi tanaman. Rumput pun tampak jarang tumbuh di bagian itu, meski saya sering menyiraminya. Jadi, satu hari saya mencoba untuk menggali bagian tanah yang bermasalah ini, dan menemukan masalahnya: Tepat di bawah permukaan tanah tersebut, terdapat lapisan batu yang dalamnya sekitar 7 cm . Saya pun mengambil batu-batu itu dan menggantikannya dengan lapisan tanah subur yang memungkinkan benih-benih baru untuk berakar.
Yesus pernah berbicara tentang benih dan tanah. Hal itu dikemukakan-Nya dalam suatu perumpamaan di Matius 13 tentang beragam kemungkinan yang terjadi ketika benih Injil ditabur ke jenis-jenis tanah yang berbeda. Dia menyebutkan bahwa benih yang jatuh pada tanah berbatu-batu “yang tidak banyak tanahnya” akan tumbuh cepat, tetapi lalu mati kering karena terik matahari (ay.5-6). Yang dimaksudkan-Nya adalah mereka yang mendengar dan menerima Injil, tetapi berita Injil itu tidak berakar di dalam hidupnya. Ketika masalah datang, orang yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh percaya ini akhirnya jatuh.
Betapa kita bersyukur akan perkataan Yesus yang menyimpulkan perumpamaan ini demikian: “Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah” (ay.23). Hal ini mengingatkan kita kembali tentang hak istimewa dan juga tanggung jawab yang terkandung di dalam keselamatan kita.
Terpujilah Allah untuk benih Injil dan tanah yang subur bagi pertumbuhan rohani. —JDB
Tuhan, kuingin menjadi tanah tempat Kau bisa menaburkan
Firman-Mu dengan buahnya yang menjanjikan;
Kuingin terbuka kepada-Mu setiap harinya,
Sehingga benih yang Kau tanam itu bisa berakar. —Hess
Hati yang terbuka kepada Allah adalah tanah subur tempat benih firman-Nya dapat bertumbuh.
Thursday, July 25, 2013
Dari Mana Hikmat Berasal?
Wednesday, July 24, 2013
Terlalu Diberkati
Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia. —Mazmur 107:8
Saat berkendara setiap harinya dari rumah ke kantor dan sebaliknya, saya punya banyak waktu untuk membaca—membaca stiker mobil maksudnya. Ada stiker yang isinya tidak sopan, sementara yang lainnya kedengaran cerdas, dan masih banyak lainnya yang pesannya tidak enak untuk dibaca. Meski demikian, salah satu stiker yang saya lihat baru-baru ini ternyata menantang saya secara halus untuk memikirkan cara saya memandang hidup ini. Stiker itu bertuliskan, “Terlalu diberkati untuk mengeluh.”
Harus saya akui bahwa saya merasa tertegur sembari merenungkan kata-kata itu. Saya begitu sering meratapi momen-momen di dalam hidup yang tidak terjadi sesuai dengan kehendak saya, daripada memusatkan perhatian saya pada berkat-berkat luar biasa yang telah diberikan Bapa surgawi kepada saya. Setelah membaca pesan singkat di stiker itu, saya memperbarui tekad saya untuk lebih aktif dan bersungguh-sungguh bersyukur karena Allah telah begitu baik kepada saya lebih dari yang bisa saya perhitungkan.
Mazmur 107 adalah sebuah nyanyian yang berupaya mengoreksi pemikiran orang yang enggan bersyukur. Sang pemazmur (banyak yang menganggapnya sebagai Raja Daud) sampai empat kali menegur hati orang-orang yang telah dingin dan enggan berterima kasih, “Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia” (ay.8,15,21,31). Bahkan dalam masa-masa tersulit sekalipun, kita punya banyak alasan untuk bersyukur. Kiranya kita belajar bersyukur kepada Allah atas kebaikan-Nya bagi kita! —WEC
Berkat Tuhan, mari hitunglah,
Kau ‘kan kagum oleh kasih-Nya.
Berkat Tuhan, mari hitunglah,
Kau niscaya kagum oleh kasih-Nya. —Oatman
(Kidung Jemaat, No. 439)
Kita tidak perlu menerima lebih banyak supaya bisa bersyukur. Kita hanya perlu lebih banyak bersyukur.
Tuesday, July 23, 2013
Perbaikan Jalan
Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, . . . sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat. —Roma 7:6
Di Michigan, kami bercanda dengan berkata bahwa kami punya dua musim: musim dingin dan musim perbaikan jalan. Musim dingin telah merusak permukaan jalan sehingga petugas perbaikan jalan segera bekerja setelah es meleleh dan jalanan terbebas dari salju. Meski kami menyebutnya “perbaikan”, tetapi yang dilakukan pekerja itu terlihat lebih seperti “perusakan”. Di beberapa tempat, mereka tak bisa sekadar menambal lubang di tengah jalan, tetapi harus mengganti jalan yang lama dengan yang baru.
Bisa jadi seperti itulah yang kita rasakan ketika Allah bekerja di dalam hidup kita. Di sepanjang Perjanjian Lama, Allah memberi tahu umat-Nya untuk menantikan perbaikan besar terhadap jalan yang membentang antara Dia dengan umat-Nya (Yes. 62:10-11; Yer. 31:31). Ketika Allah mengutus Yesus, orang Yahudi merasa sepertinya jalan mereka menuju Allah sedang dihancurkan. Namun Yesus tidak datang untuk menghancurkan apa pun. Dia menggenapinya (Mat. 5:17). Jalan lama yang dibangun dengan dasar hukum diperbaiki menjadi jalan baru yang dibangun dengan dasar kasih pengorbanan Yesus.
Allah masih terus bekerja untuk mengganti jalan lama yang diwarnai dosa dan legalisme dengan jalan kasih yang telah digenapi Yesus. Ketika Dia mengganti cara berpikir dan berperilaku kita yang sudah usang, kita mungkin merasa bahwa segala sesuatu yang sudah biasa kita lakukan sedang dihancurkan oleh-Nya. Namun Allah tidak sedang menghancurkan apa pun; Dia justru membangun suatu jalan yang lebih baik. Kita pun bisa meyakini bahwa perbaikan ini akan menghasilkan suatu hubungan yang lebih indah dengan sesama dan persekutuan pribadi yang semakin akrab dengan-Nya. —JAL
Terbebas dari hukum—oh sungguh senangnya!
Yesus telah mencurahkan darah demi pengampunan;
Dikutuk hukum dan menderita karena jatuh berdosa,
Anugerah telah menebus kita sekali untuk selamanya. —Bliss
Pergolakan sering kali mengawali terjadinya pertumbuhan rohani.
Monday, July 22, 2013
Lebih, Lebih, Dan Lebih Lagi
Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu. —Lukas 12:15
Sebagian orang senang berbelanja. Mereka punya hasrat yang tak henti-hentinya untuk membeli, membeli, dan membeli. Nafsu untuk mencari penawaran terbaru ini menjangkiti seluruh dunia. Pusat-pusat perbelanjaan raksasa tersebar di China, Arab Saudi, Kanada, Filipina, Amerika Serikat, dan tempat-tempat lain di seluruh dunia. Meningkatnya jumlah pembelian di toko-toko dan di dunia maya menunjukkan bahwa berbelanja telah menjadi fenomena global.
Berbelanja bisa jadi menyenangkan. Tentu saja, tak ada salahnya kita berupaya mencari penawaran yang murah dan menikmati hal-hal yang Allah berikan kepada kita. Namun ketika perhatian kita tersita hanya untuk mengejar harta benda, kita telah kehilangan fokus.
Yesus menantang para pendengar-Nya dengan berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu” (Luk. 12:15). Dia melanjutkan dengan menceritakan sebuah perumpamaan tentang seseorang yang “mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri,” tetapi yang tidak peduli pada hubungannya dengan Allah (ay.21).
Bagaimana kita bisa belajar mensyukuri semua yang kita miliki dan tidak terjerat pada keinginan untuk menimbun lebih banyak harta? Berikut ini caranya: Pandanglah harta benda sebagai pemberian Allah yang patut dipakai dengan bijak (Mat. 25:14-30). Bekerja keraslah untuk menghasilkan uang dan menabungnya (Ams. 6:6-11). Berikanlah sebagian harta untuk pekerjaan Tuhan dan membantu mereka yang membutuhkan (2Kor. 9:7; Ams. 19:17). Ingatlah selalu untuk bersyukur dan menikmati segalanya yang Allah berikan (1Tim. 6:17). —HDF
Tuhan, hati kami sering terpikat pada“harta benda”.
Ajar kami untuk tidak tergila-gila mengumpulkan harta
lebih dan lebih lagi. Kiranya kami justru belajar
tentang arti menjadi “kaya” di hadapan-Mu.
Menjadi kaya di dalam Allah jauh lebih baik daripada kaya dalam harta.
Saturday, July 20, 2013
Kecongkakan Dan Kesombongan
Aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat. —Amsal 8:13
Dalam buku Screwtape Letters (Surat- Surat Screwtape) karya C. S. Lewis, sesosok setan senior mendesak anak didiknya untuk mengalihkan pikiran seorang Kristen dari Allah dan membuatnya sibuk memusatkan perhatian pada kesalahan orang lain yang ada di gereja.
Dalam satu ibadah Minggu, saya merasa terganggu dan agak jengkel dengan seseorang di dekat saya yang bernyanyi keras-keras dengan nada yang sumbang. Ia pun tidak kompak ketika jemaat membaca ayat secara bersama-sama. Namun saat kami menundukkan kepala untuk bersaat teduh dan berdoa dalam hati, saya tersadar bahwa Tuhan pasti lebih berkenan kepada hati orang itu daripada semua perasaan menghakimi yang dilihat-Nya dengan jelas di dalam hati saya.
Beberapa hari kemudian, saya membaca Amsal 8 dan tertegur oleh ayat ke-13: “Aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” Melalui pasal ini, hikmat memanggil kita untuk memiliki hati yang berpengertian (ay.5) dan mendapatkan hidup dan menjadi berkenan di mata Tuhan (ay.35). Jika tidak demikian, kita akan menjalani hidup dengan suatu sikap yang sombong, sementara batin kita perlahan-lahan sekarat dan mati (ay.36).
Kesombongan itu bagai sebilah pedang yang melukai bukan saja orang yang menggunakannya tetapi juga orang yang diserangnya. Kecongkakan merampas kita dari segala sesuatu yang ingin Allah berikan kepada kita, tetapi “ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan” (22:4). —DCM
Kurindukan sedikit kelembutan-Mu, Juruselamatku,
Merendahkan diri di saat aku menampilkan diriku;
Menemukan kemuliaan dan kekuatanku dalam rahmat-Mu,
Tahu bahwa dalam kelemahanku, anugerah-Mu sempurna. —Bosch
Kecongkakan mempermalukan, tetapi kerendahan hati menghasilkan hikmat.
Ulat Telinga
Semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji—pikirkanlah semuanya itu. —Filipi 4:8
Mereka menggali. Mereka menggali semakin dalam. Mereka melekatkan dirinya di dalam kepala Anda. Earworms (ulat telinga) adalah sebuah istilah yang awalnya digunakan untuk serangga saja, tetapi yang sekarang menjadi sebutan bagi nada-nada lagu tertentu yang tidak bisa Anda lupakan. Lagu-lagu seperti The Lion Sleeps Tonight, lagu Barney, atau lagu yang menjadi mimpi buruk bagi saya: It’s a Small World After All.
Ada yang mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menghilangkan pengaruh yang merasuki pikiran ini adalah menggantikannya dengan nada lagu lainnya—suatu lagu yang “lebih bersih”. Lirik dan nada lagu yang baru itu dapat mengenyahkan lirik dan nada lagu yang lama.
Mungkin kita perlu memakai lagu yang lebih bersih untuk pikiran kita juga. Ketika pikiran-pikiran yang penuh hawa nafsu dan niat balas dendam mulai merasuki benak kita, kita dapat membersihkan pikiran kita dengan jalan membaca dan merenungkan firman Allah.
Alkitab mengajar kita untuk mengasihi Tuhan “dengan segenap hati [kita] dan dengan segenap jiwa [kita] dan dengan segenap akal budi [kita]” (Mat. 22:37) serta tidak “menjadi serupa dengan dunia ini” tetapi “berubahlah oleh pembaharuan budi [kita]” (Rm. 12:2). Alkitab menasihati kita untuk memikirkan hal-hal yang mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji (Flp. 4:8).
Ketika pikiran kita mulai mengembara dan dikotori dosa, “alat pembersih” yang paling mujarab adalah dengan membiarkan hikmat Alkitab meresap ke dalam pikiran dan hati kita (2Tim. 3:16). —CHK
Ya Tuhan, kami rindu menyediakan waktu untuk membaca firman-Mu.
Kami tahu bahwa merenungkan firman-Mu bisa mengisi pikiran kami
akan Engkau dan menolong kami untuk waspada agar kami tidak
memikirkan hal yang berdosa. Tolonglah kami untuk melakukannya.
Karakter diri dibentuk oleh perpaduan seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan kita.
Friday, July 19, 2013
Jangan Lupa
Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu. —Ulangan 8:11
Saya tidak setuju dengan mereka yang mencemooh harta benda dan mengatakan bahwa memiliki harta benda itu pada hakekatnya jahat. Saya pun harus mengakui bahwa saya adalah seorang konsumen—artinya saya sering tergoda untuk menambah tumpukan harta saya dengan benda-benda yang saya pikir saya perlukan.
Namun saya juga menyadari bahwa salah satu bahaya memiliki banyak harta adalah hal itu bisa menyeret seseorang pada kesesatan rohani. Dengan semakin banyaknya harta yang kita miliki dan semakin kuatnya perasaan seolah-olah kita telah memiliki segala yang kita perlukan, kita akan semakin terdorong untuk melupakan kebutuhan akan Allah dan bahkan kerinduan kita akan diri-Nya. Namun ironisnya, segala sesuatu yang kita miliki itu sepenuhnya datang dari Allah, yang “memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati” (1Tim. 6:17).
Sayangnya, kesenangan kita dalam menikmati pemeliharaan Allah bisa membuat kita akhirnya lebih mencintai pemberian-Nya dan melupakan Sang Pemberi. Inilah alasan mengapa ketika Allah bersiap-siap memberi umat-Nya hidup yang berkelimpahan di Tanah Perjanjian yang baik dan subur itu, Dia pun memberikan peringatan, “Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu” (Ul. 8:11).
Jika Allah memperkenankan Anda menikmati kelimpahan berupa harta kekayaan, ingatlah dari mana itu berasal. Sebenarnya kita semua, yang berlimpah harta ataupun tidak, memiliki banyak alasan untuk bersyukur. Baiklah kita memperhatikan peringatan untuk tak melupakan Tuhan dan memuji Dia atas kebaikan-Nya yang berlimpah. —JMS
‘Ku memilih Yesus, bukan harta,
Dan Dia milikku melebihi semua;
‘Ku memilih Yesus, bukan ladang,
Biar tangan-Nya yang menuntunku. —Miller
(Buku Lagu Perkantas, No. 196)
Kasihilah Sang Pemberi lebih daripada pemberian-Nya!
Wednesday, July 17, 2013
Tujuan Hidup Anda
Dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. —Markus 10:44
Ada satu nasihat yang saya baca di sebuah buku pengembangan diri yang terdengar cukup baik: Lakukan saja apa yang paling mahir Anda lakukan, pada saat itulah Anda akan merasa paling berhasil. Penulis buku tersebut berusaha menolong para pembaca untuk mencapai suatu hidup yang mereka idam-idamkan. Saya tidak tahu dengan Anda, tetapi jika saya hanya melakukan apa yang paling mahir saya lakukan, tidak ada banyak hal yang bisa saya hasilkan!
Dalam Markus 10, kita membaca tentang dua murid Yesus, Yakobus dan Yohanes, yang punya rencana untuk mencapai hidup yang mereka idam-idamkan kelak. Keduanya meminta untuk berada di sebelah kanan dan kiri Yesus di dalam Kerajaan-Nya (ay.37). Kesepuluh murid lainnya “menjadi marah” karena permintaan kedua murid tersebut (ay.41). (Mungkin karena kesepuluh murid lainnya itu juga menginginkan posisi yang sama untuk diri mereka sendiri!)
Namun Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajar para murid-Nya tentang suatu jalan hidup yang berbeda, yakni hidup yang melayani sesama. Dia berkata, “Barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (ay.43-44). Kita bisa melihat bahwa melayani sesama merupakan rancangan Allah bagi kita.
Bahkan Yesus, Anak Allah, “juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (ay.45). Dengan melihat teladan Kristus dan bergantung pada pertolongan Roh Kudus, kita juga dapat menjadi hamba yang melayani dan mencapai tujuan kita diciptakan. —AMC
Aku mengaku, ya Tuhan, bahwa mataku sering berfokus
hanya kepada diriku sendiri. Namun sungguh aku ingin hidup
dengan mengasihi-Mu. Ajar aku untuk menjadi seorang hamba
dan menemukan pemenuhan diri hanya di dalam-Mu.
Kita tak selalu mendapat kesempatan besar untuk melayani Allah, tetapi ada kesempatan kecil yang muncul setiap hari.
Yang Kita Bicarakan
Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku. —Mazmur 19:15
Anda mungkin pernah mendengar ungkapan, “Orang yang berpikiran luas suka membicarakan gagasan; orang yang berpikiran rata-rata suka membicarakan peristiwa; orang yang berpikiran kerdil suka membicarakan orang lain.” Memang, bisa saja kita membicarakan orang lain dengan cara yang menghormati mereka. Namun ungkapan di atas merujuk pada perbuatan kita yang tak pantas. Dengan hadirnya media sosial maupun profesional di mana-mana, kita pun terus-menerus diperhadapkan dengan kabar tentang kehidupan pribadi orang lain yang terkadang tak pantas untuk kita ketahui.
Lebih buruk lagi, derasnya arus informasi pribadi tentang orang lain ini bisa menjadi bahan pembicaraan di antara kita, sampai-sampai kita menganggap bahwa gosip adalah hal yang wajar dan gosip ini tak hanya ditujukan pada kalangan selebriti. Orang di tempat kerja, gereja, lingkungan, dan keluarga kita bisa menjadi sasaran dari perkataan yang tak pantas, dan bisa jadi mereka menderita akibat sesuatu yang seharusnya tak perlu dibicarakan.
Bagaimana kita bisa meloloskan diri dari kecenderungan untuk mengucapkan kata-kata yang menyakiti orang lain? Dengan cara menyadari bahwa Allah merupakan pendengar utama dari perkataan kita, dan Dia menginginkan kita untuk memiliki sikap yang pantas. Bersama pemazmur, kita bisa berdoa, “Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku” (Mzm. 19:15). Ketika berusaha untuk menyenangkan Allah melalui percakapan kita tentang orang lain, kita sedang menghormati Dia. Dengan pertolongan-Nya, kita bisa memuliakan Dia melalui ucapan kita. —WEC
Ampuni aku, Bapa, setiap kali perkataanku
melampaui batas dari apa yang pantas kuucapkan.
Tolong aku untuk memahami pengaruh dari perkataan,
dan beriku hikmat untuk berkata-kata dengan baik.
Lebih baik diam seribu bahasa daripada mengeluarkan ucapan yang menyakitkan hati.
Tuesday, July 16, 2013
Cara Sulit untuk Menjadi Kuat
Baca: 2 Korintus 12:1-10
Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” —2 Korintus 12:9
Berlian adalah batu perhiasan yang indah dan bernilai tinggi, tetapi awalnya berlian hanyalah karbon biasa—hitam, kotor, dan mudah terbakar. Setelah mengalami tempaan panas tinggi dan tekanan hebat selama bertahun-tahun, karbon ini menjadi murni dan kuat. Proses ini menjadi perumpamaan yang tepat untuk kekuatan rohani; Allah memakai kekuatan dari luar yang sangat hebat untuk menghapus kecemaran kita dan menyempurnakan kekuatan-Nya di dalam diri kita.
Paulus berkata, kuasa Allah menjadi sempurna dalam kelemahan kita (2Kor. 12:9). Saya pernah berharap ini tidak benar karena saya tak suka menjadi lemah. Perawatan kemoterapi dan penyinaran yang saya jalani membuat saya mengalami artinya merasa lemah secara fisik. Setelah itu ada peristiwa kecil yang membuat saya merasa tak berdaya secara emosional dalam waktu sekejap. Setelah pernah kehilangan rambut sepanjang 90 cm dan menjadi botak selama hampir setahun, potongan rambut yang tidak bagus seharusnya bukanlah masalah besar. Namun saat itu, saya menganggapnya sebagai masalah besar dan saya juga merasa bodoh karena menjadi begitu lemah. Kita bisa saja menciptakan ilusi yang membuat kita merasa kuat dan mampu. Namun dengan terenggutnya kesehatan, pekerjaan, atau hubungan yang berharga dengan sesama secara tiba-tiba, kita terhenyak dan diingatkan kembali akan ketergantungan total kita kepada Allah.
Ketika kita sedang mengalami panasnya api penderitaan—baik secara fisik ataupun emosional, baik penganiayaan dari luar atau aib dari diri sendiri—Allah yang penuh kasih bermaksud memakai semua itu untuk memurnikan dan menguatkan kita. —JAL
Allah menggunakan ujian dalam hidup kita,
Untuk mengenyahkan kita dari kecemaran
Dan mengajar kita bahwa kekuatan itu dari-Nya
Dan bukan karena kemampuan kita. —Sper
Penderitaan adalah bara api yang Allah gunakan untuk memurnikan dan menguatkan kita.
Monday, July 15, 2013
Membaca Terbalik
Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak- Ku. —Wahyu 21:7
Saya harus mengakui bahwa terkadang saya membaca akhir dari sebuah buku sebelum saya membaca awal kisahnya. Dengan cara itu, saya akan tahu tokoh mana yang tetap bertahan dan mana yang tidak. Ketika saya sudah mengetahui akhir kisahnya, saya bisa membaca buku itu dengan tenang sambil tetap menghargai dan menikmati alur cerita serta perjalanan setiap tokoh di dalamnya.
Dengan cara yang sama, iman para pengikut Kristus bisa diteguhkan dan dihibur ketika mereka membaca kitab terakhir dari Alkitab yaitu kitab Wahyu. Berulang kali, pengikut Kristus dipanggil untuk menjadi pemenang (1Yoh. 4:4; 5:4; Why. 2:7,11,17,26; 3:5,12,21). Kita bisa menjadi pemenang sekarang hingga selama-lamanya.
Ketika Rasul Yohanes berbicara tentang tersingkapnya surga dan bumi yang baru di kitab Wahyu (21:1), ia menggambarkan suatu kemenangan akhir bagi mereka yang telah menerima Yesus sebagai Juruselamat. Pada waktu itu, kita akan melihat berakhirnya kematian, tangis, kesedihan, dan kesakitan (ay.4). Tuhan menyatakan: “Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku” (ay.7). Dia akan diam bersama kita (ay.3), dan Dia akan “menjadikan segala sesuatu baru” (ay.5).
Ketika pencobaan-pencobaan hari ini terasa begitu berat hingga melampaui kekuatan Anda, izinkan Tuhan menunjukkan kepada Anda akhir dari segalanya, yaitu kekekalan yang akan Anda jalani bersama-Nya selamanya! —RKK
Hai bangkit bagi Yesus, tak lama masa p’rang,
Gaduhnya ‘kan diganti—nyanyian pemenang.
Yang jaya diberikan mahkota yang baka,
Bersama Raja mulia berkuasa selamanya. —Duffield
(Kidung Jemaat, No. 340)
Terimalah pengharapan hari ini dengan mengingat akhir dari segalanya, yaitu hidup kekal bersama Allah.
Sunday, July 14, 2013
Tanda Peringatan
Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya diantara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. —Ibrani 3:12
Di suatu pantai berpasir di Uruguay, terdapat patung semen berbentuk jari-jari raksasa yang terkubur separuh dan sedang menggapai ke angkasa. Patung ini dinamai Monumen Bagi Orang yang Tenggelam. Orang setempat menyebutnya La Mano atau “Tangan”. Monumen ini dibuat oleh Mario Irarrázabal, seniman asal Chili, sebagai rambu peringatan bagi para perenang akan bahaya tenggelam. “Tangan” itu kini menjadi objek pariwisata, tetapi tujuan utamanya tetaplah untuk mengingatkan orang agar waspada terhadap bahayanya berenang di tengah laut.
Firman Allah juga berisi rambu-rambu peringatan. Kitab Ibrani mengungkapkan secara khusus peringatan tentang bahaya bagi jiwa. “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan ‘hari ini’, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa” (Ibr. 3:12-13).
Ayat ini dikemukakan dalam tinjauan tentang sikap bangsa Israel yang tidak taat dan memberontak di padang gurun. Meski hal itu terjadi berabad-abad lamanya sebelum kitab Ibrani ditulis, prinsip rohaninya tetap berlaku sampai hari ini. Kita patut terus saling menasihati supaya jangan ada di antara kita yang menjadi tegar hati karena tipu daya dosa.
Rambu-rambu peringatan itu diberikan demi keselamatan kita. Syukur kepada Allah karena Dia telah memberi kita beragam peringatan dalam firman-Nya untuk melindungi kita. Semua itu diberikan karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita. —HDF
Tuhan, terima kasih untuk beragam peringatan dalam firman-Mu
yang semuanya dimaksudkan untuk melindungi dan menjaga hidupku.
Tolong aku untuk mendengarkan teguran dan petunjuk-Mu
agar aku bisa menjalani hidup yang menyenangkan-Mu.
Allah memberi kita rambu peringatan yang penuh kasih dalam firman-Nya untuk melindungi dan menjaga kita.
Saturday, July 13, 2013
Hidup Yang Kita Idamkan
Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. —Lukas 6:31
Festival Buku Texas yang diadakan setiap tahun di Austin menarik perhatian ribuan orang yang suka melihat-lihat buku, menghadiri diskusi yang dipandu penulis ternama, dan mendengar nasihat penulis profesional. Dalam festival ini, seorang penulis buku fiksi untuk kaum dewasa muda menasihati para penulis pemula, “Tulislah buku yang Anda sendiri ingin baca.” Ini saran yang luar biasa, bukan saja bagi mereka yang hendak menulis, tetapi juga bagi kita dalam menjalani hidup. Apakah yang terjadi ketika kita bertekad untuk menjalani hidup dengan sikap yang kita inginkan dimiliki oleh orang lain juga?
Dalam Lukas 6:27-36, Yesus mendorong pengikut-Nya untuk memiliki cara hidup yang menunjukkan belas kasih Allah kepada semua orang: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat kepada orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (ay.27-28). Dia juga berkata bahwa reaksi kita terhadap perlakuan yang tidak adil haruslah diwarnai dengan kemurahan hati dan sikap yang menolak untuk membalas dendam (ay.29-30). Yesus menyimpulkan, “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” (ay.31).
Mustahil? Memang, jika kita bergantung pada kekuatan dan tekad kita sendiri. Kekuatan itu harus datang dari Roh Kudus. Tekad itu muncul ketika kita mengingat bagaimana Allah memperlakukan kita: “Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (ay.35-36). Itulah hidup yang kita idamkan. —DCM
Di jalanku, ‘ku diiring,
oleh Yesus Tuhanku—
Apakah yang kurang lagi,
jika Dia panduku? —Crosby
(Kidung Jemaat, No. 408)
Kekristenan bukan saja Kristus hidup di dalam Anda, tetapi Kristus tampak nyata melalui hidup Anda.
Friday, July 12, 2013
Itu Yesus!
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita. —Yesaya 53:5
Sebagai seorang anak keturunan Yahudi yang besar di New York, Michael Brown tak punya minat terhadap hal-hal rohani. Ia menjalani hidup dengan mengejar keinginan untuk menjadi penggebuk drum dalam suatu band, lalu ia terlibat dalam narkoba. Namun kemudian beberapa teman mengundang Michael untuk datang ke gereja, di mana ia merasa begitu terkesan dengan kasih dan doa-doa dari jemaat gereja tersebut. Setelah mengalami suatu pergumulan rohani yang singkat, Michael pun mempercayai Yesus sebagai Juruselamatnya.
Ini suatu perubahan monumental bagi seorang remaja Yahudi yang telah salah arah. Suatu hari Michael berkata kepada ayahnya bahwa ia pernah mendengar tentang ayat-ayat Perjanjian Lama yang merujuk kepada Yesus. Ayahnya tidak percaya dan bertanya, “Di mana?” Ketika Michael membuka Alkitabnya, yang terbuka di hadapannya adalah Yesaya 53. Mereka membaca perikop tersebut, dan Michael berseru, “Itu Dia! Itu Yesus!”
Memang, itulah Yesus. Melalui pertolongan orang Kristen dan tuntunan Roh Kudus, Michael (saat ini merupakan seorang ahli Alkitab dan penulis buku) akhirnya mengenali Sang Mesias yang ada di Yesaya 53. Ia mengalami keselamatan yang mengubah hidup, mengampuni dosa, dan memberikan hidup berkelimpahan bagi semua orang yang percaya kepada “Seorang yang penuh kesengsaraan” (ay.3). Yesus adalah Pribadi yang “tertikam oleh karena pemberontakan kita” dan yang mati untuk kita di kayu salib (ay.5).
Alkitab menyingkapkan tentang Yesus, satu-satunya Pribadi yang berkuasa mengubahkan hidup. —JDB
Allah, kubergumul untuk memahami bahwa Yesuslah Juruselamat.
Aku tahu Dia seorang manusia yang baik, tetapi aku perlu melihat
bahwa Dia lebih dari itu. Tolong tunjukkan padaku—melalui orang lain
atau Alkitab—bagaimana aku bisa mengenal Yesus sejelas-jelasnya.
Roh Allah memakai firman Allah untuk mengubah hati manusia.
Thursday, July 11, 2013
Jalan Yang Berliku
Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. —Mazmur 121:3
Dalam bukunya A Sweet and Bitter Providence (Pahit-Manisnya Penyertaan Allah), John Piper menyajikan pemikiran tentang penyertaan Allah dan tuntunan-Nya: “Hidup bukanlah sebuah garis lurus yang membawa kita dari satu berkat ke berkat lain hingga akhirnya kita sampai di surga. Hidup adalah sebuah jalan yang berliku dan penuh masalah. . . . Allah tak hanya muncul untuk membereskan suatu masalah yang telah terjadi. Dia sedang mengatur jalan hidup kita dan mengelola masalah-masalah yang ada dengan suatu maksud besar demi kebaikan kita dan demi kemuliaan Yesus Kristus.”
Orang Yahudi yang sedang menempuh perjalanan menuju Yerusalem untuk mengikuti perayaan tahunan mereka (Ul. 16:16) punya kepastian karena mengetahui bahwa Tuhanlah yang mengatur jalan hidup mereka dan menolong mereka menghadapi jalan yang penuh liku dan masalah. Mereka mengungkapkan kepastian ini dalam sebuah nyanyian ziarah di Mazmur 121. Pertanyaan “Dari manakah akan datang pertolonganku?” bukanlah merupakan ungkapan keraguan, melainkan suatu keyakinan di dalam Tuhan yang berkuasa penuh (ay.1-2). Tidak seperti penjaga yang kadang terlelap, atau dewa Baal yang harus dibangunkan dari keterlelapannya (1Raj. 18:27), Tuhan sepenuhnya siaga dan menjaga perjalanan umat-Nya dengan kasih pemeliharaan-Nya (ay.3-4). Tuhan, yang telah menyelamatkan Israel, akan terus menolong, menjaga, dan berjalan bersama umat-Nya.
Hidup ini bagaikan jalan berliku dengan masalah dan bahaya yang tak pernah dapat diduga, tetapi kita bisa yakin penuh pada penyertaan, perlindungan, dan pemeliharaan Allah. —MLW
Ya Tuhan, terkadang hidup begitu penuh marabahaya
dan jalan yang berliku. Terima kasih untuk kepastian
bahwa Engkau telah mengatur jalan hidup kami
dan selalu mengawasi setiap langkah kami.
Masalah datang tanpa bisa kita duga; tetapi penyertaan Allah itu selalu pasti.
Wednesday, July 10, 2013
Berdiri Teguh
Karena itu, saudara-saudaraku yang terkasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. —1 Korintus 15:58
Semasa SMA, saya dan seorang teman membuat sebuah miniatur sungai sebagai tugas akhir dalam mata pelajaran ilmu bumi. Dengan dibantu ayah saya, kami membuat kotak panjang dari kayu lapis dengan engsel di tengahnya. Lalu kami membungkusnya dengan plastik dan mengisinya dengan pasir. Di salah satu ujung, kami mengikatkan sebuah selang, dan di ujung yang lain ada lubang pembuangan. Setelah selesai merakit, kami mengangkat salah satu ujung miniatur sungai tersebut, mengisinya dengan air, dan memperhatikan bagaimana air langsung mengalir ke lubang di ujung yang lain. Tahap selanjutnya dari eksperimen ini adalah menempatkan batu di tengah aliran tersebut dan memperhatikan bagaimana batu itu mengubah jalannya aliran air.
Bagi saya, tugas tersebut tidak hanya mengajarkan tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang kehidupan. Saya menyadari bahwa saya tidak bisa mengubah jalan hidup ini jika saya hanya berada di tepian. Saya harus melangkah masuk ke tengah aliran kehidupan dan berdiri di sana, supaya saya bisa mengubah arus air yang mengalir. Itulah yang Yesus lakukan. Alkitab menggambarkan keselamatan sebagai sebuah gunung batu (2Sam. 22:47; Mzm. 62:3,7-8), dan Paulus menerangkan bahwa Kristus adalah Batu Karang tersebut (1Kor. 10:4). Allah menempatkan Yesus di tengah arus sejarah yang bergulir dengan maksud mengubah jalannya sejarah.
Ketika kita berdiri teguh di dalam Kristus, dan selalu giat dalam pekerjaan Tuhan, Allah akan memakai kita untuk mengubah jalannya sejarah. Hal ini dilakukan-Nya melalui sikap taat kita yang akan menarik banyak orang untuk datang kepada-Nya. —JAL
Sang Tuan sedang mencari tuaian
Jiwa-jiwa yang telah ditebus darah-Nya,
Dia terus mencari buah Roh,
Dan karya yang memuliakan Allah. —Lehman
Pastikan kaki Anda berpijak di tempat yang benar, lalu berdirilah teguh. —Abraham Lincoln
Tuesday, July 9, 2013
Musik Antariksa
Atas apakah sendi-sendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai? —Ayub 38:6-7
Salah satu observatorium milik NASA telah menemukan adanya sebuah lubang hitam raksasa yang mendengung. Terletak di gugus galaksi Perseus yang berjarak 250 juta tahun cahaya dari bumi, lubang hitam tersebut bergetar dengan frekuensi nada Bes. Namun nada ini terlalu rendah untuk dapat didengar oleh telinga manusia. Ada perangkat ilmiah yang telah mendeteksi nada tersebut pada 57 oktaf di bawah kunci C tengah untuk piano.
Hubungan antara musik dan hal-hal surgawi bukanlah hal yang baru. Bahkan, ketika Allah menyingkapkan diri-Nya sendiri kepada Ayub, Dia bertanya: “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? . . . pada waktu bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai?” (Ayb. 38:4,7). Kita diberi tahu bahwa pada peristiwa penciptaan alam semesta kita yang begitu luar biasa ini, ada puji-pujian dan seruan sukacita yang menggemakan kemuliaan bagi Allah.
Sebuah himne yang indah ciptaan Santo Franciskus dari Assisi (Kidung Jemaat, No. 60) mengungkapkan ketakjuban dan penyembahan yang kita rasakan ketika menikmati pancaran sinar matahari di siang hari atau bintang yang bertaburan di malam hari.
Hai makhluk alam semesta,
Tuhan Allahmu pujilah:
Haleluya, Haleluya!
Surya perkasa dan terang,
Candra, kartika cemerlang,
Puji Allah tiap kala:
Haleluya, Haleluya, Haleluya!
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:2).
Mari kita memuji Dia yang telah menciptakan keindahan alam untuk kita nikmati! —HDF
Indahnya ciptaan Allah memberi kita alasan untuk memuji nama-Nya.
Monday, July 8, 2013
Yesus Mengasihiku
Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal. —Yudas 1:21
Di tengah cuaca yang dingin, anjing tua kami biasanya mengelilingi halaman untuk mencari tempat yang terkena sinar matahari lalu berbaring di atas rerumputan itu untuk menghangatkan tubuhnya.
Hal ini mengingatkan saya bahwa kita harus “memelihara” diri kita dalam kasih Allah (Yud. 1:21). Ini tidak berarti bahwa kita harus melakukan perbuatan tertentu untuk mendapatkan kasih Allah (meski memang kita ingin menyenangkan Dia). Karena kita adalah anak-anak-Nya, kita tetap dikasihi-Nya dalam keberhasilan maupun kegagalan kita. Memelihara diri kita di sini berarti bahwa kita harus terus merenungkan kasih-Nya dan menikmati pancaran serta kehangatan kasih-Nya sepanjang hari.
“[Sesuatu pun] tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah” (Rm. 8:39). Dia telah mengasihi kita sebelum kita lahir, dan tetap mengasihi kita sekarang. Inilah identitas kita dalam Kristus; kita memiliki jati diri sebagai anak-anak Allah yang terkasih. Inilah yang patut kita renungkan sepanjang hari.
Dalam Injil Yohanes, sang rasul lima kali menyebut dirinya sendiri sebagai murid yang dikasihi Yesus (13:23; 19:26; 20:2; 21:7,20). Yesus mengasihi murid-murid yang lain juga, tetapi Yohanes sangat bersukacita dengan kenyataan bahwa Yesus mengasihinya! Kita dapat meneladani sikap Yohanes dengan berkata, “Aku adalah murid yang dikasihi Yesus!”—dan terus mengulanginya di dalam hati sepanjang hari. Kita juga bisa menyanyikan dalam hati sebuah lagu anak-anak yang telah dikenal luas, “Yesus sayang padaku.” Dengan membawa kebenaran ini di dalam hati sepanjang hari, kita akan terus merasakan kehangatan pancaran kasih-Nya! —DHR
Aku begitu bahagia karena Bapaku di surga
Menyatakan kasih-Nya dalam Alkitab dari-Nya;
Banyak hal indah yang kubaca dalam Alkitab
Tetapi yang terindah adalah Yesus mengasihiku. —Bliss
Allah mengasihi kita bukan karena siapa diri kita, melainkan karena siapa diri-Nya.
Sunday, July 7, 2013
Semuanya Diterima!
Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. —1 Samuel 16:7
Sebuah proyek perbaikan pada jalan utama di kota saya membuat sebuah gedung gereja yang dibangun pada tahun 1930-an terpaksa harus dihancurkan. Meski jendela-jendela dari gereja kosong tersebut telah dicopot, pintu-pintunya masih bertahan selama beberapa hari, bahkan ketika buldoser mulai menghancurkan tembok-temboknya. Pada setiap pintu gereja masih tertera suatu pesan yang ditulis dengan huruf besar dan berwarna oranye terang: DILARANG MASUK!
Sayangnya, sejumlah gereja yang pintunya terbuka menyiratkan pesan yang sama kepada para pengunjung yang berpenampilan tidak sesuai dengan standar mereka. Mereka memang tidak menuliskannya dengan huruf besar berwarna oranye terang. Cukup melalui tatapan yang menyiratkan penolakan, sejumlah orang menyatakan: “Anda tak diterima di sini!”
Penampilan fisik seseorang tentu saja bukanlah indikator dari isi hatinya. Perhatian Allah tertuju pada kehidupan batin manusia. Dia melihat jauh di balik penampilan seseorang (1Sam. 16:7) dan itulah juga yang dikehendaki-Nya untuk kita lakukan. Dia juga mengetahui isi hati orang-orang yang tampak “benar”, tetapi “penuh kemunafikan” di dalam batinnya (Mat. 23:28).
Pesan penerimaan Allah bagi semua orang sangatlah jelas—dan Dia mau kita pun menunjukkannya pada sesama kita. Dia mengatakan kepada semua yang mencari Dia: “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air” (Yes. 55:1). —CHK
Terima kasih, Tuhan, karena Engkau menerima semua orang
ke dalam keluarga-Mu dan juga menerimaku. Tunjukkan bagaimana
aku bisa menerima orang lain seperti yang Engkau lakukan.
Kiranya aku menghayati kerinduan hati-Mu yang penuh kasih.
Ketika Anda mengatakan “Allah itu kasih”, tunjukkanlah itu dengan hidup Anda.
Friday, July 5, 2013
Hindari Dehidrasi
“Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” —Yohanes 7:37
Saya pernah mengalami beberapa kali dehidrasi. Saya sungguh tak ingin mengalaminya lagi. Suatu kali, peristiwa itu terjadi pada saat urat lutut saya putus ketika bermain ski lintas alam. Kali berikutnya, saya mengalami dehidrasi ketika berada di tengah gurun Israel pada suhu 46 derajat Celcius. Dalam dua peristiwa tersebut, saya merasa pusing, hilang keseimbangan, pandangan kabur, dan juga berbagai gejala lainnya. Melalui beragam pengalaman pahit tersebut, saya belajar akan pentingnya air bagi kesehatan saya.
Pengalaman dehidrasi tersebut membuat saya kembali menghargai tawaran Yesus: “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” (Yoh. 7:37). Pernyataan-Nya itu begitu dramatis, terutama jika dilihat dari segi waktu. Yohanes mencatat bahwa saat tersebut merupakan hari terakhir dari suatu “puncak perayaan”—perayaan tahunan untuk memperingati perjalanan umat Israel di padang belantara—yang berpuncak dengan upacara pencurahan air pada anak-anak tangga Bait Allah untuk mengingat bahwa Allah telah menyediakan air bagi para pengembara yang kehausan itu. Tepat pada saat itulah, Yesus berdiri dan menyerukan bahwa Dialah air yang begitu kita butuhkan.
Menjalani hidup dengan sepenuhnya bergantung kepada Yesus—bercakap-cakap dengan-Nya dan bersandar pada hikmat-Nya—sangatlah penting bagi kesehatan rohani kita. Oleh karena itu, teruslah bergantung kepada Yesus, karena hanya Dialah yang dapat memuaskan kehausan jiwa Anda! —JMS
Tuhanku, ampunilah diriku yang sempat berpikir aku dapat
menjalani hidup ini tanpa membutuhkan hadirat, nasihat,
penghiburan, dan teguran-Mu. Terima kasih karena
Engkau sungguh air hidup yang begitu kubutuhkan.
Datanglah kepada Yesus untuk menerima kesegaran dari air hidup yang ditawarkan-Nya.
Memerangi Ego
“Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” —Yakobus 4:6
Ketika seorang jenderal kembali dari suatu peperangan dengan membawa kemenangan, warga kota Roma kuno akan mengadakan suatu pawai untuk menyambut kepulangan sang penakluk. Pawai itu akan diikuti oleh pasukan sang jenderal, kemudian disusul barisan tawanan perang yang dibawa serta sebagai bukti dari kemenangan tersebut. Ketika pawai tersebut berarak melintasi tengah kota, orang banyak akan mengelu-elukan keberhasilan pahlawan mereka.
Untuk mencegah agar ego dari sang jenderal tidak membubung terlalu berlebihan, seorang budak ditempatkan bersamanya di dalam kereta. Mengapa demikian? Supaya pada saat penduduk Roma melontarkan puji-pujian kepada sang jenderal, si budak dapat terus membisikkan di telinganya, “Anda pun makhluk fana.”
Ketika memperoleh keberhasilan, bisa jadi kita juga mengabaikan kelemahan diri sendiri dan membiarkan hati kita dipenuhi kesombongan yang menghancurkan diri kita. Yakobus mengingatkan kita untuk menjauhi bahaya kesombongan dan mengarahkan kita untuk bersikap rendah hati dan mendekat kepada Allah. Ia menulis, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati” (Yak. 4:6). Kunci dari pernyataan itu adalah mengasihani. Tak ada yang lebih mengagumkan dari itu! Hanya Tuhan yang layak mendapatkan ucapan syukur dan pujian—terutama atas belas kasihan yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita.
Keberhasilan, pencapaian, atau kebesaran kita tidak berasal dari diri sendiri. Semua itu merupakan karya belas kasihan Allah yang tiada bandingnya dan yang kita butuhkan untuk selamanya. —WEC
Belas kasihan yang baru setiap pagi
Anugerah untuk setiap hari,
Harapan baru di setiap pencobaan,
Dan keberanian di sepanjang hidup. —Mc Veigh
Belas kasihan Allah adalah kasih tak terhingga yang diwujudkan dalam kebaikan-Nya yang tak berkesudahan.
Thursday, July 4, 2013
Penglihatan Akan Kekekalan
Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan. —2 Korintus 4:18
Saya menerima kabar baik ketika memeriksakan mata saya bulan lalu— penglihatan jarak jauh saya telah membaik. Saya anggap ini kabar baik, sampai seorang teman mengatakan: “Penglihatan jarak jauh memang akan membaik seiring dengan bertambahnya usia, tetapi penglihatan jarak dekat yang mungkin akan berkurang.”
Hasil pemeriksaan itu membuat saya berpikir tentang membaiknya penglihatan jarak jauh lainnya, yang saya perhatikan telah dialami sejumlah orang Kristen. Mereka yang telah lama mengenal Tuhan atau yang pernah mengalami ujian yang berat sepertinya mempunyai penglihatan surgawi yang lebih baik dibandingkan orang pada umumnya. Penglihatan mereka akan kekekalan semakin membaik, sementara penglihatan jarak dekat mereka pada hal-hal yang duniawi semakin berkurang.
Dengan penglihatan akan kekekalan yang dimilikinya, Rasul Paulus menguatkan jemaat di Korintus: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami . . . . karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:17-18).
Di dunia ini, kita bergumul dengan “penglihatan” kita. Kita merasakan dilema antara menikmati semua yang telah Allah sediakan dalam hidup ini dengan keyakinan kita akan masa depan kita. Teolog Jonathan Edwards berkata: “Kenikmatan kekal yang kita alami bersama Allah di surga kelak akan jauh lebih indah daripada kesenangan duniawi yang paling luar biasa sekalipun.” Bertemu dengan-Nya akan membuat penglihatan kita menjadi sempurna. —AMC
Tuhan, kami tahu hidup kami di dunia ini hanyalah sementara
jika dibandingkan dengan kekekalan. Tolong kami untuk menikmati
waktu yang Kau berikan dan pakai kami untuk menceritakan tentang
kasih dan kebaikan-Mu sampai tiba saatnya kami bertemu dengan-Mu.
Pusatkan pandangan kita pada upah surgawi yang sudah menanti.
Wednesday, July 3, 2013
Pelayanan Dan Kesaksian
Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. —2 Korintus 4:5
Ketika bekerja sebagai seorang pembantu rumah tangga di London, Inggris, pada awal abad ke-20, Gladys Aylward mempunyai impian lain. Ia bercita-cita menjadi seorang misionaris ke China. Setelah ditolak oleh sebuah organisasi misi Kristen dengan alasan “tidak memenuhi syarat”, Gladys memutuskan untuk pergi sendiri ke China. Pada usia 28 tahun, ia menghabiskan seluruh isi tabungannya untuk membeli tiket satu arah menuju Yangcheng, suatu desa terpencil di China. Di desa ini, ia mendirikan sebuah penginapan bagi para pedagang keliling dan membagikan kisah-kisah Alkitab. Gladys juga melayani ke berbagai desa lain dan dikenal dengan julukan Ai-weh-deh, yang berarti “pribadi yang baik hati” dalam bahasa Mandarin.
Rasul Paulus juga mengabarkan Injil ke berbagai wilayah di dunia. Ia menempatkan dirinya sebagai hamba yang bekerja untuk melayani kebutuhan orang lain (2Kor. 11:16-29). Inilah yang dikatakannya tentang pelayanan: “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (4:5).
Tidak semua orang dipanggil untuk menjalani kesulitan demi mengabarkan Injil ke tempat-tempat yang jauh. Namun setiap dari kita mempunyai tanggung jawab sebagai hamba Allah untuk menceritakan tentang Kristus kepada orang di sekitar kita. Kita mempunyai hak istimewa untuk menolong sesama, sahabat, dan kerabat kita. Mintalah kepada Allah untuk membukakan kesempatan bagi kita agar dapat melayani dan menceritakan tentang Yesus yang telah memberikan nyawa-Nya bagi kita. —HDF
Hidupku bagai lukisan ciptaan Allah,
Karena itu tiada yang bisa kubanggakan;
Mencerminkan diri Kristus pada dunia
Adalah keinginanku yang terutama. —Sper
Kita melayani Allah dengan cara membagikan firman-Nya kepada sesama.
Tuesday, July 2, 2013
Mukjizat Yang Bisa Terbang
Betapa banyak perbuatan- Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan- Mu. —Mazmur 104:24
Di antara seluruh makhluk ciptaan Allah, kupu-kupu adalah salah satu yang luar biasa indah. Melihat cara terbangnya yang gemulai, sayapnya yang warna-warni, hingga pola migrasinya yang menakjubkan, tidak heran jika kupu-kupu menjadi suatu adikarya dari alam ciptaan ini.
Selain memberikan kepada kita suatu pemandangan yang indah, serangga terbang ini juga menjadi contoh yang menakjubkan dari karya penciptaan Allah yang luar biasa.
Kupu-kupu raja, misalnya, bisa menempuh perjalanan sejauh 4.800 km untuk bermigrasi ke Amerika Tengah—hingga akhirnya tiba pada sebatang pohon yang pernah dikunjungi induknya atau bahkan induk dari induknya di masa lalu. Kupu-kupu tersebut melakukannya dengan dipandu oleh sebuah otak yang ukurannya hanya sebesar kepala peniti.
Perhatikan juga proses metamorfosa dari kupu-kupu raja tersebut. Setelah ulat berubah menjadi kepompong, keluarlah suatu cairan kimia yang mengubah unsur-unsur di dalam kepompong itu sehingga lebur menjadi satu— tanpa bisa dikenali lagi. Ajaibnya, dari campuran tersebut terbentuklah otak, organ dalam, kepala, kaki, dan sayap dari seekor kupu-kupu.
Seorang ahli kupu-kupu mengatakan, “Penciptaan tubuh dan sayap kupu-kupu dari tubuh seekor ulat, tak pelak lagi, merupakan salah satu keajaiban dari kehidupan di dunia ini.” Ahli yang lain menyatakan bahwa metamorfosa ini “patut disebut sebagai suatu mukjizat.”
“Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN” (Mzm. 104:24)—dan kupu-kupu hanyalah salah satu dari banyak karya tangan-Nya. —JDB
Kami terkagum, Tuhan, atas karya menakjubkan yang Kau perkenankan
untuk kami nikmati. Dari galaksi nun jauh di sana hingga kupu-kupu
yang cantik, Engkau memberi kami dunia yang menyerukan
kasih-Mu kepada kami. Terima kasih Tuhanku untuk ciptaan-Mu.
Rancangan ciptaan membuktikan adanya Sang Perancang Agung.
Monday, July 1, 2013
Bangkit Kembali
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. —1 Yohanes 1:9
Pada 18 Januari 2012, rekor kemenangan terpanjang dalam sejarah olahraga antar kampus di Amerika Serikat—252 kemenangan beruntun—terpatahkan saat Trinity College kalah dalam suatu pertandingan squash melawan Yale. Pagi berikutnya setelah kekalahan pertama dalam 14 tahun tersebut, pelatih Trinity, Paul Assaiante, menerima e-mail dari seorang teman yang merupakan seorang pelatih football ternama. Temannya itu menulis, “Ini kesempatanmu untuk bangkit kembali.” Sepuluh hari kemudian, giliran tim yang dilatih sang teman tersebut menerima kekalahan di salah satu pertandingan terakbar, yakni final NFL Super Bowl. Setiap dari kita pasti pernah menghadapi kekalahan di dalam hidup ini.
Perasaan gagal dalam suatu pertandingan olahraga mencerminkan kuatnya perasaan kita yang menyalahkan diri sendiri setelah mengalami kejatuhan rohani. Bagaimana kita bisa bangkit dari kejatuhan setelah kita mengecewakan Tuhan, sesama, dan juga diri kita sendiri? Rasul Yohanes menulis, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1Yoh. 1:8-9). Allah mengampuni kita karena Yesus Kristus telah membayar harga untuk dosa-dosa kita (2:2).
Pengampunan Allah membuat kita bebas untuk memulai suatu awal yang baru dan untuk memusatkan perhatian kita pada kesempatan yang ada di masa kini daripada kekalahan di masa lalu. Dia dengan setia menyucikan kita sehingga kita bisa memulai lagi dengan hati yang murni. Hari ini, Allah mengundang dan memampukan kita untuk bangkit kembali. —DCM
Saat kau pernah percaya kepada Yesus dan menaati jalan-Nya,
Saat kau pernah dituntun tangan-Nya hari demi hari,
Namun kini langkahmu menyimpang ke jalan lain,
Kembalilah lagi dari awal. —Kroll
Daripada hidup dalam bayang-bayang masa lalu, berjalanlah dalam terang masa kini dan harapan akan masa depan.