Friday, May 31, 2013
Pengikut Plin-Plan
Baca: Yohanes 12:12-19;19:14-16
“Jangan takut, hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas seekor anak keledai.” —Yohanes 12:15
Opini publik memang dapat berubah dengan sangat cepat! Ketika Yesus masuk ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, Dia disambut kerumunan orang yang menyoraki-Nya dan hendak menjadikan-Nya raja (Yoh. 12:13). Namun di akhir minggu itu, orang banyak justru menuntut agar Dia disalibkan (19:15).
Saya melihat diri saya sendiri termasuk dalam kerumunan orang yang plin-plan itu. Saya suka menyoraki tim yang menang, tetapi minat saya pun meredup ketika mereka mulai kalah terus. Saya senang menjadi bagian dari suatu gerakan yang baru dan menarik, tetapi ketika gerakan itu mulai kehilangan pesonanya, saya pun tidak ragu untuk meninggalkannya. Saya suka mengikut Yesus ketika Dia melakukan perkara-perkara yang mustahil. Namun saya menyelinap pergi ketika Dia mengharapkan saya untuk melakukan sesuatu yang sulit. Memang menyenangkan mengikut Yesus ketika saya dapat menjadi bagian dari kelompok yang “sedang di atas angin”. Begitu mudah mempercayai-Nya ketika Dia mempermalukan orang-orang cerdas dan menjungkirbalikkan orang-orang yang berkuasa (lihat Mat. 12:10; 22:15-46). Akan tetapi ketika Dia mulai berbicara tentang penderitaan, pengorbanan, dan kematian, saya pun menjadi ragu.
Saya suka membayangkan bahwa waktu itu saya pasti akan mengikut Yesus sampai ke salib—tetapi saya sendiri tak yakin. Jika di tempat-tempat “aman” saja saya tak berani membela diri-Nya, bagaimana mungkin saya akan melakukannya di tengah kerumunan lawan-Nya?
Betapa saya bersyukur bahwa Yesus mati bagi para pengikut yang plin-plan ini sehingga kita bisa menjadi pengikut-Nya yang setia. —JAL
Untuk Direnungkan Lebih Lanjut
Bacalah ayat-ayat berikut dan renungkanlah kasih Yesus bagi Anda
(Rm. 5:8; Rm. 8:37-39; Ibr. 13:5-6,8; 1Yoh. 3:1).
Biarlah kesetiaan Anda kepada-Nya semakin bertambah.
Kristus layak diikuti dengan sepenuh hati.
Thursday, May 30, 2013
Titik Lemah
Baca: 2 Tawarikh 26:3-15
Nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat. —2 Tawarikh 26:15
Dalam literatur, titik lemah merupakan suatu ciri dari sifat seorang tokoh pahlawan dalam cerita yang menyebabkan kejatuhannya. Inilah yang dialami Uzia, seorang raja Yehuda yang dinobatkan pada usia 16 tahun. Selama bertahun-tahun ia mencari Tuhan, dan sepanjang ia berbuat demikian, Allah memberikan keberhasilan besar kepadanya (2Taw. 26:4-5). Namun segalanya berubah ketika “nama raja itu termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh, karena ia ditolong dengan ajaib sehingga menjadi kuat. Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak” (ay.15-16).
Uzia memasuki bait Tuhan untuk membakar ukupan di atas mezbah (ay.16), dan dengan itu ia terang-terangan melawan perintah Allah. Dalam kesombongannya, Uzia mungkin merasa bahwa peraturan Allah berlaku bagi semua orang kecuali atas dirinya. Ketika Uzia marah besar terhadap para imam yang memberitahukan bahwa perbuatannya tersebut tidak benar, Tuhan pun menimpakan penyakit kusta kepadanya (ay.18-20).
Dalam literatur dan dalam kehidupan nyata, betapa sering kita melihat seseorang yang reputasinya baik dan dihormati mengalami kejatuhan yang memalukan dan akhirnya menderita. “Raja Uzia sakit kusta sampai kepada hari matinya, dan sebagai orang yang sakit kusta ia tinggal dalam sebuah rumah pengasingan, karena ia dikucilkan dari rumah TUHAN” (ay.21).
Satu-satunya cara kita supaya dapat mencegah berubahnya madu pujian menjadi racun kesombongan adalah dengan sikap rendah hati mengikut Tuhan. —DCM
Kerendahan hati bisa berbahaya
Bagi mereka yang mengejarnya;
Kita jadi rendah hati di mata Allah
Dengan melayani seperti Anak-Nya. —Gustafson
Emas dan perak diuji dalam perapian; orang dikenal dari sikapnya terhadap pujian. —Amsal 27:21 (BIS)
Wednesday, May 29, 2013
Diam, Tenanglah
Baca: Markus 4:35-41
Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” —Markus 4:39
Teman saya Elouise memiliki cara tersendiri untuk memandang hidup dari sudut pandang yang cerdik. Saya pernah bertanya kepadanya, “Bagaimana kabarmu hari ini?” Saya mengharapkan jawaban “baik” sebagai tanggapan yang umum diberikan. Namun Elouise berkata, “Aku harus membangunkan-Nya!” Ketika saya bertanya apa maksudnya, dengan bercanda ia berseru, “Apa kau tak ingat yang dikatakan Alkitab?!” Lalu ia menjelaskan: “Ketika para murid sedang menghadapi masalah, mereka segera membangunkan Yesus. Aku pun akan pergi menghampiri-Nya!”
Apa yang akan kita lakukan ketika kita terjebak dalam suatu keadaan yang sulit dan tidak ada jalan keluar? Seperti para murid yang terjebak dalam badai yang mengancam jiwa mereka, kita mungkin akan bergegas menghampiri Yesus (Mrk. 4:35-41). Namun terkadang kita mungkin berusaha sendiri untuk melepaskan diri dari masalah dengan cara membalas dendam, memfitnah orang yang membawa kita dalam masalah itu, atau justru hanya meringkuk ketakutan sementara kita tenggelam dalam keputusasaan.
Kita perlu belajar dari para murid yang berlari menghampiri Yesus sebagai satu-satunya harapan mereka. Dia mungkin tidak segera melepaskan kita dari masalah, tetapi kita diberkati ketika mengingat bahwa Dia hadir di dalam perahu hidup kita! Syukurlah, Dia selalu bersama kita di tengah badai kehidupan dan Dia berfirman, “Diam! Tenanglah!” (ay.39). Jadi, hampirilah Dia di tengah badai yang Anda alami dan izinkan Dia memenuhi hati Anda dengan damai sejahtera yang datang karena Anda tahu Dia tidak jauh. —JMS
Tuhan, ajar kami datang kepada-Mu dalam masalah yang menimpa.
Ampuni kami karena kami mencoba melepaskan diri sendiri, dan
bawa kami mengalami damai dengan mempercayai hikmat-Mu dan
kelepasan yang sejati oleh-Mu. Terima kasih Engkau menolong kami!
Ketika badai hidup mengancam Anda, pergilah terlebih dahulu kepada Yesus.
Tuesday, May 28, 2013
Menyatakan Kemuliaan Allah
Baca: Roma 8:1-10
Mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. —Roma 8:5
Saya suka bisbol dan telah menjadi penggemar olahraga ini sejak saya masih kecil, khususnya tim bisbol Detroit Tigers. Namun dalam suatu musim pertandingan baru-baru ini, permainan dan rekor mereka yang buruk di awal musim membuat saya frustrasi. Jadi untuk menenangkan pikiran, saya mengambil waktu jeda. Selama empat hari saya menghindari apa pun yang ada hubungannya dengan tim favorit saya itu.
Selama empat hari tanpa kabar tentang tim Tigers itu, saya mulai merenungkan betapa sulitnya melepaskan diri dari hal-hal yang telah biasa kita lakukan. Namun ada kalanya Allah menginginkan kita untuk melakukannya.
Sebagai contoh, kita mungkin terlibat dalam suatu kegiatan yang telah menyita segala perhatian kita—dan kita sadar bahwa akan lebih baik jika membatasinya (lihat 1Kor. 6:12). Atau kita mungkin memiliki kebiasaan atau kegiatan yang kita tahu tidak menyenangkan Allah, dan menyadari bahwa kita perlu melepaskannya karena kita mengasihi-Nya dan ingin Dia dimuliakan melalui hidup kita (15:34). Ketika menemukan hal-hal yang mengganggu hubungan kita dengan Tuhan, dengan pertolongan-Nya kita dapat menghentikannya. Allah telah memberi kita jaminan (1Kor. 10:13), dan Roh Kudus memberi kita kuasa untuk melakukannya (Rm. 8:5).
Marilah memohon Allah menolong kita untuk tidak membiarkan apa pun menghalangi sinar kemuliaan-Nya terpancar melalui hidup kita. —JDB
Engkau sempurna, Tuhan, dan kami sangat jauh dari sempurna.
Kami mohon, kikislah ketidaksempurnaan kami melalui
karya Roh Kudus-Mu. Tolong kami setiap hari
untuk bertumbuh semakin serupa dengan-Mu.
Mendekat kepada Kristus akan menghasilkan sifat diri yang semakin serupa Kristus.
Monday, May 27, 2013
Pengorbanan Sejati
Baca: Roma 5:1-11
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. —Yohanes 15:13
Eric adalah seorang pria yang baik. Sebagai perwira polisi, ia melihat pekerjaannya sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat dan ia sepenuhnya berkomitmen melayani apa pun risikonya. Bukti dari hasratnya tersebut terlihat dari tulisan pada pintu lemarinya di kantor polisi, di mana tercantum ayat Yohanes 15:13.
Dalam ayat itu, Tuhan kita berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Kata-kata tersebut bukan semata-mata niat yang mulia, tetapi kata-kata yang menyatakan komitmen Eric terhadap tugasnya sebagai seorang perwira polisi—suatu komitmen yang harus dibayar mahal ketika Eric kemudian tewas dalam tugas. Itulah bukti nyata dari suatu pengorbanan sejati.
Yesus Kristus menggenapi perkataan luar biasa dalam Yohanes 15:13 ini beberapa jam setelah Dia menyatakannya. Peristiwa di ruang atas tempat Yesus berbicara tentang pengorbanan tersebut itu kemudian berlanjut dengan persekutuan bersama Bapa-Nya di taman Getsemani, serangkaian pengadilan yang ilegal, hingga penyaliban-Nya di hadapan orang banyak yang mengejek-Nya.
Sebagai Anak Allah, Yesus dapat saja menghindari segala penderitaan, penyiksaan, dan kekejaman itu. Dia sama sekali tidak berdosa dan tidak layak mati. Namun kasih yang mendorong pengorbanan sejati itulah yang membawa Yesus ke kayu salib. Sebagai hasilnya, kita dapat diampuni jika mau menerima pengorbanan dan kebangkitan-Nya dengan iman. Sudahkah Anda percaya kepada Yesus yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi Anda? —WEC
Kristus disalib di Kalvari
Tidak mati sebagai martir;
Tetapi suatu pengorbanan sejati
Oleh-Nya bagimu dan bagiku. —Adams
Hanya Yesus, korban yang sempurna, yang dapat menyempurnakan orang berdosa.
Saturday, May 25, 2013
Orang Yang Berutang
Baca: 2 Korintus 5:12-17
Sebab kasih Kristus yang menguasai kami. —2 Korintus 5:14
Konon ketika masih muda, Robert Robinson (1735-1790) senang berbuat nakal bersama teman-temannya. Namun di saat berumur 17 tahun, ia mendengar khotbah George Whitefield dari Matius 3:7, lalu menyadari kebutuhannya akan keselamatan di dalam Kristus. Tuhan mengubah hidup Robinson, dan ia pun menjadi seorang pengkhotbah. Ia juga menulis beberapa himne, salah satunya yang paling terkenal adalah “Come, Thou Fount of Every Blessing” (Datanglah, Ya Sumber Rahmat).
Akhir-akhir ini saya sering merenungkan anugerah Allah yang ajaib kepada kita dan kalimat pada bait terakhir dari himne tersebut: “Tiap hari ‘ku berutang pada kasih abadi.” Himne itu mengingatkan saya akan perkataan Rasul Paulus: “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami . . . supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor. 5:14-15).
Kita tidak dapat memperoleh kasih dan anugerah Allah dengan usaha kita. Namun karena Dia telah melimpahkannya kepada kita, tidak ada jalan lain bagi kita kecuali membalas-Nya dengan cara menyerahkan hidup kita bagi-Nya! Saya tidak tahu bagaimana Anda melakukannya, tetapi sudah sepatutnya kita semakin mendekat kepada-Nya, mendengarkan firman-Nya, melayani-Nya, dan menaati-Nya sebagai bentuk rasa syukur dan kasih kita.
Sebagai orang yang berutang, kita dipanggil untuk menjalani hari demi hari hidup ini bagi Yesus yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita. —AMC
Datanglah, ya Sumber rahmat,
Selaraskan hatiku
Menyanyikan kasih s’lamat
Yang tak kunjung berhenti. —Robinson
(Kidung Jemaat, No. 240)
Orang yang mengalami anugerah Allah akan menunjukkan anugerah Allah.
Mengarungi Badai
Baca: Mazmur 107:23-32
Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan- Nya mereka dari kecemasan mereka. —Mazmur 107:25,28
Bangsa Axum kuno (yang tinggal di Laut Merah di Ethiopia modern) menemukan bahwa angin badai dari musim penghujan dapat dimanfaatkan oleh layar kapal untuk mengarungi lautan dengan lebih cepat. Daripada gentar terhadap angin badai dan hujan yang terjadi, mereka belajar untuk berlayar dengan mengarungi badai.
Mazmur 107 memberikan suatu gambaran indah tentang bagaimana Allah mengizinkan suatu badai menerpa kita, dan kemudian menyediakan pertolongan bagi kita untuk mengarungi badai tersebut. “Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya, . . . dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka” (Mzm. 107:25,28).
Sikap mempercayai Allah untuk memperoleh tuntunan di masa sulit ini dipaparkan dalam Alkitab. Ibrani 11 memuat daftar banyak orang yang menggunakan masalah mereka sebagai kesempatan untuk menunjukkan iman dan mengalami anugerah, pemeliharaan, dan penyelamatan dari Allah: “yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan” (Ibr. 11:33-34).
Badai hidup memang tidak terelakkan. Meski reaksi awal kita mungkin adalah lari dari masalah, kita dapat memohon kepada Allah untuk mengajarkan kita bagaimana mempercayai-Nya untuk memandu kita dalam mengarungi badai hidup. —HDF
Ketika hidup terombang-ambing oleh badai di lautan
Dihantam kuat oleh ombak derita dan duka,
Datanglah kepada Tuhan dan percata kepada-Nya,
Dia akan memberimu damai dan kelegaan. —Sper
Lebih baik berlayar mengarungi badai bersama Kristus daripada berlayar tenang tanpa Dia.
Friday, May 24, 2013
Tanah Air Surgawi
Baca: Ibrani 11:8-16
Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga. —Filipi 3:20
Semasa SMA, saya dan seorang sahabat karib pernah menunggang sepasang kuda untuk jalan-jalan sore. Kami perlahan-lahan melintasi padang yang dipenuhi bunga liar dan semak belukar. Namun ketika kami mengarahkan kedua kuda kami kembali ke kandang, keduanya berlari melesat pulang seperti roket. Kuda-kuda yang kami tunggangi tahu bahwa sudah tiba waktunya makan malam dan mendapatkan perawatan tubuh, dan keduanya tidak sabar untuk segera mendapatkannya.
Sebagai orang Kristen, rumah kita yang sejati adalah surga (Flp. 3:20). Namun terkadang hasrat diri membuat kita terikat pada dunia ini. Kita menikmati beragam pemberian yang baik dari Allah—pernikahan, anak, cucu, tamasya, karir, sahabat. Pada saat yang sama, Alkitab menantang kita untuk memusatkan perhatian pada “perkara yang di atas” (Kol. 3:1-2). Perkara yang di atas ini dapat mencakup berkat surgawi yang belum terlihat oleh kita, yaitu: kehadiran Allah selamanya (Why. 22:3-5), perhentian kekal (Ibr. 4:9), dan suatu warisan yang abadi (1Ptr. 1:4).
Baru-baru ini saya membaca, “Orang-orang percaya merindukan warisan surgawi; dan semakin kuat imannya, semakin kuat pula kerinduannya.” Sejumlah orang percaya di Perjanjian Lama yang disebutkan dalam Ibrani 11 memiliki iman yang begitu kuat kepada Allah sehingga iman itu memampukan mereka untuk memegang janji-Nya sebelum memperolehnya (ay.13). Salah satu janji tersebut adalah surga. Jika kita juga beriman kepada Allah, Dia akan memberi kita suatu kerinduan akan “tanah air sorgawi” (ay.16) dan Dia akan melonggarkan ikatan kita terhadap dunia ini. —JBS
Ketika kita semua tiba di surga,
Sungguh hari yang gembira!
Ketika kita semua bertemu Yesus,
Kita puji dan pekikkan kemenangan. —Hewitt
Bagi orang Kristen, surga adalah rumah.
Thursday, May 23, 2013
Gembala Yang Baik
Baca: Yehezkiel 34:11-16
Mengapakah engkau berkata demikian, . . . : “Hidupku tersembunyi dari TUHAN?” —Yesaya 40:27
Pada musim semi, para gembala di Idaho biasanya menggiring ternak mereka dari dataran rendah ke wilayah pegunungan. Ribuan domba menelusuri jalan-jalan setapak menuju ke dataran tinggi dan padang rumput.
Saya dan istri bertemu dengan sekawanan domba di Shaw Mountain pekan lalu. Kawanan itu berkerumun di suatu padang rumput di dekat aliran sungai yang tenang. Inilah gambaran indah yang mengingatkan saya pada Mazmur 23.
Namun di manakah gembalanya? Domba-domba itu terlihat tidak dijaga—sampai beberapa ekor memisahkan diri dari kawanan dan mulai mengeluyur pergi ke aliran air yang agak jauh. Pada saat itulah kami mendengar bunyi peluit melengking dari atas. Ketika mendongak, kami melihat si gembala duduk di lereng bukit, lebih tinggi dari tempat domba-domba itu, sedang mengawasi kawanannya. Seekor anjing gunung dan dua ekor anjing gembala berdiri di sampingnya. Menanggapi tanda dari si gembala, anjing-anjing itu berlari menuruni bukit dan menggiring domba yang keluyuran itu kembali ke kawanannya.
Demikian juga Sang Gembala yang Baik sedang mengawasi Anda. Meski Anda tidak dapat melihat-Nya, Dia dapat melihat Anda! Dia mengenal nama Anda dan mengetahui segala sesuatu tentang diri Anda. Andalah domba gembalaan-Nya (Yeh. 34:31). Allah berjanji bahwa Dia akan “mencari” domba-domba-Nya, menggembalakan mereka “di padang rumput yang baik,” dan membalut “yang luka” (ay.12,14,16).
Anda dapat mempercayai pemeliharaan Allah. —DHR
‘Ku tahu benar ‘ku dipegang erat,
Di gunung tinggi dan samudera;
Di taufan g’lap ‘ku didekap,
Bapa sorgawi t’rus menjagaku. —Martin
(Nyanyian Kidung Baru, No. 128)
Anak Domba yang mati untuk menyelamatkan kita adalah Gembala yang hidup untuk memelihara kita.
Wednesday, May 22, 2013
Makan Siang Yang Terlewatkan
Baca: Yohanes 4:27-38
Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan- Nya.” —Yohanes 4:34
Bagi saya, makanan lebih dari sekadar kebutuhan—makanan merupakan suatu bagian hidup yang luar biasa nikmat! Saya menikmati saat-saat menyantap makanan yang lezat, terutama ketika merasa lapar. Saya membayangkan para murid Yesus sedang lapar-laparnya dan hendak makan siang ketika mereka kembali ke suatu sumur tempat Yesus sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita Samaria. Mereka mendesak- Nya, “Rabi, makanlah” (Yoh. 4:31). Tanggapan-Nya? “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal” (ay.32), dan ini membuat mereka bertanya-tanya adakah orang yang telah membawakan-Nya sesuatu untuk dimakan (ay.33).
Saya bertanya-tanya apakah pikiran para murid begitu tersita pada makanan sehingga mereka tidak dapat melihat apa pun selain soal itu. Mereka tidak memahami nilai penting dari peristiwa yang terjadi di sumur itu. Hal terpenting bagi Yesus adalah “melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (ay.34). Perhatian Yesus terpusat pada kebutuhan rohani si wanita Samaria yang sangat membutuhkan sesuatu yang hanya dapat diberikan oleh Dia sendiri.
Perhatian kita begitu mudah tersita oleh berbagai kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi. Namun Yesus mengajak kita untuk melihat jauh melampaui kebutuhan kita akan makanan jasmani dan membuka mata kita untuk melihat jiwa-jiwa yang sedang mencari jawaban atas kebutuhan mereka yang terdalam.
Jadi, bergabunglah dengan Yesus di sumur itu, dan izinkan Dia memakai Anda untuk menceritakan kepada orang lain tentang makanan rohani yang hanya bisa diberikan oleh Dia sendiri. —JMS
Tuhanku, kiranya mataku tak hanya tertuju pada hal-hal yang
kusukai, tetapi agar melihat jiwa-jiwa yang haus dan lapar di
sekitarku. Beriku hati yang rindu menjangkau yang terhilang dan
bersukacita melihat sesamaku menemukan kepuasan di dalam-Mu.
Biarlah Anda merasa rindu ingin memuaskan kebutuhan orang lain di sekitar Anda.
Tuesday, May 21, 2013
Tidak Ditelantarkan
Baca: Yesaya 49:13-16
Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku. —Yesaya 49:15-16
Bertahun-tahun yang lalu, ketika saya dan suami mengunjungi Museum Angkasa dan Antariksa Smithsonian di Washington, DC, kami melihat sebuah kereta dorong bayi tanpa seorang pun ada di dekatnya. Kami berpikir mungkin orangtua si bayi meninggalkannya di sana karena kereta itu terlalu besar dan sekarang mereka sedang menggendong bayi mereka. Namun ketika mendekati kereta itu, kami melihat seorang bayi tidur di dalamnya. Di manakah orangtuanya . . . saudaranya . . . atau perawat bayi itu? Kami berkeliling di sekitar situ sesaat lalu memanggil seorang pegawai museum. Tak seorang pun muncul untuk mengambil bayi kecil yang manis itu! Terakhir kali kami melihat bayi laki-laki itu adalah ketika ia dibawa ke tempat lain yang lebih aman.
Pengalaman itu membuat saya membayangkan apa rasanya ditelantarkan. Sungguh menyesakkan ketika Anda merasa bahwa tidak ada seorang pun yang mempedulikan Anda. Perasaan ini begitu nyata dan menyakitkan. Namun, meski seseorang mungkin menelantarkan kita, Allah menjamin kasih dan kehadiran-Nya. Tuhan berjanji bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita (Ul. 31:8). Dia akan menyertai kita ke mana pun kita pergi, “senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20).
Tuhan tidak akan pernah goyah dalam komitmen-Nya untuk menyertai anak-anak-Nya. Bahkan jika kita pernah ditelantarkan seseorang, kita dapat meyakini janji-Nya bahwa tidak akan ada apa pun yang dapat “memisahkan kita dari kasih Allah” (Rm. 8:35-39). —CHK
Bapa, terima kasih karena Engkau senantiasa hadir di setiap aspek
kehidupan kami. Kami memegang janji-Mu bahwa
Engkau takkan pernah menelantarkan kami. Ajar kami
untuk meyakini kebenaran itu. Dalam nama Yesus, amin.
Penghiburan kita datang dari adanya keyakinan bahwa Allah selalu hadir.
Monday, May 20, 2013
Yakin Selamat
Baca: Roma 10:8-15
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. —Roma 10:9
Dikisahkan bahwa Ratu Victoria dari Kerajaan Inggris merasakan hatinya begitu tersentuh di suatu kebaktian yang diikutinya. Usai kebaktian, ia bertanya kepada pendetanya, “Bisakah seseorang benar-benar yakin akan keselamatan kekal?” Pendeta itu tidak dapat menjawabnya. Namun seorang penginjil, yang bernama John Townsend, mendengar tentang pertanyaan itu. Setelah banyak berdoa, ia mengirimkan sepucuk surat kepada sang Ratu: “Dengan tangan gemetar, tetapi dengan hati penuh kasih, dan karena hamba tahu bahwa kita sekarang dapat sepenuhnya yakin akan mendapat hidup yang kekal di Rumah yang dipersiapkan Yesus, hamba mohon Yang Mulia Ratu berkenan membaca bagian Kitab Suci berikut ini: Yohanes 3:16 dan Roma 10:9-10.”
Dua minggu kemudian, Townsend menerima surat yang berbunyi: “. . . Dengan saksama dan banyak berdoa, saya telah membaca bagian Kitab Suci yang Anda maksud. Saya percaya pada karya Kristus yang telah tuntas untuk saya. Oleh kasih karunia Allah, saya percaya bahwa saya akan bertemu Anda di Rumah yang telah dikatakan-Nya, ‘Aku pergi ke situ untuk menyiapkan tempat bagimu.’ —Victoria Guelph”
Townsend percaya bahwa di dalam hidup ini, kita dapat memiliki jaminan keselamatan yang kekal (ay.9), dan ia mempedulikan keselamatan orang lain juga. Renungkanlah arti Yohanes 3:16 dan Roma 10:9-10 bagi kekekalan jiwa Anda. Allah ingin memberi Anda jaminan bahwa dosa Anda telah diampuni dan bahwa setelah kematian, Anda akan bersama Dia selamanya. —Brent Hackett, Direktur RBC Kanada
‘Ku berbahagia, yakin teguh!
Yesus abadi kepunyaanku!
Aku waris-Nya, ‘ku ditebus,
Ciptaan baru Rohulkudus. —Crosby
(Buku Lagu Perkantas, No. 88)
Kehidupan yang berakar pada kasih karunia Allah yang tak berubah takkan pernah bisa ditumbangkan.
Sunday, May 19, 2013
Bersambung
Baca: Kisah Para Rasul 1:1-11
Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. —Kisah Para Rasul 1:8
Kitab kelima dari Perjanjian Baru yakni Kisah Para Rasul, mencatat tentang dimulainya jemaat Kristen di bawah kepemimpinan para murid yang ditunjuk Yesus. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kitab Kisah Para Rasul dapat juga disebut Kisah Roh Kudus, karena kuasa Roh Kudus memberikan keberanian kepada para rasul dalam menghadapi setiap kesukaran dan penderitaan.
Sesaat sebelum Yesus terangkat ke surga, Dia berkata kepada murid-murid yang telah dipilih-Nya: “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kis. 1:8). Dengan kata-kata itu, berakhirlah satu babak dari kisah karya Allah di dunia, dan disambung dengan suatu babak yang baru. Kini kita menjadi bagian dari sambungan kisah tersebut.
Kisah Para Rasul menerangkan kesaksian hidup yang setia dari Petrus, Yohanes, Barnabas, Paulus, Dorkas, Lidia, dan banyak lagi tokoh lainnya pada masa-masa awal berdirinya gereja. Orang-orang biasa ini bergantung kepada Allah untuk memberi mereka kekuatan pada saat mereka menyebarluaskan firman-Nya dan menyaksikan kasih-Nya.
Kisah tersebut berlanjut melalui kita. Ketika kita mempercayai Allah dan taat kepada perintah-Nya untuk memberitakan nama Yesus, Dia terus menulis lembaran yang baru mengenai kisah penebusan-Nya melalui hidup kita. —DCM
Roh Kudus yang pemurah, pakailah kata-kataku untuk menolong dan
menyembuhkan. Pakailah tindakanku, yang tegas maupun lembut,
untuk berbicara bagi-Mu. Kiranya Engkau berkenan untuk
menyatakan kehidupan-Mu kepada orang lain melalui diriku.
Orang tahu kesaksian iman yang benar ketika mereka menyaksikannya.
Saturday, May 18, 2013
Keramahtamahan Yang Sejati
Baca: Wahyu 22:16-21
Barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma! —Wahyu 22:17
Pada tahun 1987, keluarga kami pindah ke Long Beach, California untuk menggembalakan sebuah gereja. Saat kami tiba, sekretaris saya menjemput kami di bandara dan mengantar kami ke rumah. Hal pertama yang saya lihat di jalan adalah tulisan stiker di sebuah mobil: “Selamat Datang di California . . . Sekarang, Pulanglah!” Sama sekali bukan sambutan yang hangat dan ceria untuk menikmati cerahnya cuaca California selatan!
Saya bertanya-tanya apakah ada saat-saat dalam kehidupan kita ketika kita menunjukkan sambutan serupa kepada orang di sekeliling kita. Di gereja, di lingkungan tempat tinggal, atau di pergaulan, adakah saat-saat di mana kita gagal menunjukkan kepada orang lain bahwa kita menerima mereka di dalam hidup kita?
Di Roma 12:13, Paulus memerintahkan para pembacanya untuk “selalu memberikan tumpangan.” Kitab Ibrani bahkan lebih jauh lagi mengatakan, “Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat” (13:2). Dengan menunjukkan kebaikan yang berlimpah kepada orang yang kita temui dalam hidup ini, kita menggemakan undangan untuk menerima keselamatan dari Juruselamat kita yang berkata, “Barangsiapa yang mendengarnya, hendaklah ia berkata: ‘Marilah!’ Dan barangsiapa yang haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma!” (Why. 22:17).
Menunjukkan keramahtamahan dalam kasih kepada seseorang dapat menjadi langkah awal untuk menunjukkannya jalan ke surga. —WEC
Seperti Tuhan memb’ri padamu
Dan mengasihi dikau,
B’ri bantuanmu di mana perlu,
Yesus mengutus engkau. —Wilson
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 200)
Hiduplah sedemikian rupa sehingga orang yang mengenal Anda juga ingin mengenal Kristus.
Thursday, May 16, 2013
Lengan Allah Yang Kuat
Baca: Keluaran 5:24-6:7
[Aku] menebus kamu dengan tangan yang teracung. —Keluaran 6:5
Teman saya, Joann, berkeinginan kuat untuk menjadi seorang pianis pada suatu konser dan melakukan perjalanan serta pementasan baik sebagai pianis solo atau sebagai pengiring. Ketika menempuh kuliah di jurusan pementasan piano, ia terkena penyakit radang urat pada lengan kanannya. Kekuatan lengan itu melemah sehingga ia tidak dapat tampil pada sebuah resital solo yang diwajibkan. Akhirnya ia lulus dengan gelar di bidang sejarah dan literatur musik.
Joann mengenal Yesus sebagai Juruselamatnya, tetapi ia hidup memberontak terhadap-Nya selama beberapa tahun. Kemudian melalui beragam peristiwa sulit lainnya, Joann merasa Tuhan sedang menjamah hidupnya dan ia pun kembali kepada-Nya. Lama-kelamaan lengannya bertambah kuat, dan impiannya untuk melakukan perjalanan dan pementasan akhirnya terwujud. Ia berkata, “Sekarang aku bisa bermain untuk kemuliaan Allah dan bukan untuk kemuliaan diriku sendiri. Lengan-Nya yang teracung memulihkan imanku dan memberikan kekuatan kepada lenganku sehingga aku mampu melayani-Nya dengan karunia yang telah Dia berikan bagiku.”
Tuhan berjanji kepada Musa bahwa tangan-Nya yang teracung akan membebaskan orang Israel dari Mesir (Kel. 6:5). Dia tetap memegang janji-Nya tersebut sekalipun umat-Nya yang sering sekali memberontak itu meragukan Dia (14:30-31). Lengan Allah yang kuat itu juga teracung bagi kita. Apa pun hasil dari keadaan yang kita hadapi, Allah dapat dipercaya untuk menggenapi kehendak-Nya bagi setiap anak- Nya. Kita dapat bersandar pada lengan Allah yang kuat. —AMC
O indah benar, ikut jalan-Nya,
Bersandarkan Lengan yang kekal
Langkahku teguh, jalanku cerah,
Bersandarkan Lengan yang kekal. —Hoffman
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 129)
Dengan Allah mendorong dan lengan-Nya menopang, Anda mampu menghadapi apa pun yang menghadang.
Pak, Maafkan Saya
Baca: Matius 5:21-26
Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu. —Matius 5:24
Ketika saya dan Ewing, menantu saya, menonton langsung pertandingan olahraga, kami bukan saja memperhatikan pertandingan tetapi juga orang di sekitar kami.
Satu di antara mereka menunjukkan sisi buruk dan sisi baik dari kemanusiaan. Pria ini kelihatannya lupa di mana tempat duduknya. Ketika sedang mencarinya, ia berdiri tepat di depan kami dan menghalangi pandangan ke arah lapangan pertandingan. Seseorang yang duduk di depan kami juga ikut terhalang, jadi ia berkata kepada pria tadi, “Bisakah Anda bergeser? Kami tak bisa melihat.”
Pria yang mencari tempat duduknya tersebut dengan sinis menjawab, “Sayang sekali kalau begitu.” Permintaan kedua kembali dibalas dengan nada yang lebih keras. Akhirnya pria itu pun berlalu. Apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Ia kembali dan berkata kepada orang yang ia kasari tadi, “Pak, maafkan saya. Tadi saya kesal karena tak menemukan tempat duduk saya.” Mereka saling berjabat tangan dan masalah tersebut pun berakhir baik-baik.
Interaksi itu membuat saya berpikir. Ketika kita berjuang menjalani kehidupan ini, ada beragam situasi yang dapat membuat kita frustrasi dan menyebabkan kita bersikap yang tidak sepatutnya sebagai seorang Kristen kepada orang lain. Bila itu terjadi, kita harus meminta Allah supaya Dia memberi kita keberanian untuk meminta maaf kepada orang-orang yang telah kita lukai. Menurut Yesus, ibadah kita bergantung akan hal itu (Mat. 5:23-24).
Kita menghormati Allah ketika kita mengutamakan perdamaian dengan sesama. Setelah kita berdamai, barulah kita dapat sepenuhnya menikmati persekutuan dengan Bapa sorgawi kita. —JDB
Tidaklah mudah, Ya Tuhan, untuk merendahkan hati kami
dan meminta maaf kepada orang lain. Namun Engkau ingin kami
mengusahakan perdamaian dengan sesama sebelum kami beribadah.
Tolonglah kami untuk dapat meminta maaf ketika diperlukan.
Pengakuan dosa adalah tanah subur tempat benih pengampunan akan berkembang.
Tuesday, May 14, 2013
Kencangkan Tali Sepatu
Baca: Yosua 7:1-12
Orang Israel berubah setia dengan mengambil barang-barang yang dikhususkan itu, karena Akhan . . . mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu. —Yosua 7:1
Tindakan satu orang dapat mempengaruhi seluruh kelompoknya. Hal ini disaksikan sendiri oleh Sebastian Junger, seorang wartawan yang mengikuti pergerakan dari sebuah peleton tentara. Junger menyaksikan seorang prajurit menegur prajurit lain yang tali sepatunya terlepas dan terurai ke tanah. Ia menegur rekannya itu bukan karena penampilannya, melainkan karena tali sepatu yang terlepas itu dapat membahayakan seluruh peleton—bisa-bisa ia tersandung dan jatuh pada saat-saat yang genting. Junger menyadari bahwa tindakan satu orang rupanya mempengaruhi setiap orang di sekitarnya.
Akhan mendapati bahwa “tali sepatunya terlepas,” dan kita belajar dari kisahnya bahwa dosa tidak pernah hanya merugikan diri pelakunya. Setelah kemenangan besar di Yerikho, Allah memberikan perintah yang terperinci kepada Yosua tentang cara memperlakukan kota tersebut dan segala isinya (Yos. 6:18). Umat Israel dilarang “mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu” dan harus memasukkan segala emas dan perak “ke dalam perbendaharaan TUHAN” (ayat 18-19). Namun mereka melanggar perintah Allah itu (7:1). Yang menarik di sini, bukan seluruh umat Israel yang berdosa melainkan hanya satu orang yang melakukannya, yakni Akhan. Namun karena tindakannya itu, semua orang terkena akibatnya dan Allah pun dipermalukan.
Sebagai pengikut Kristus, kita semua bertanggung jawab kepada satu sama lain dan masing-masing tindakan kita dapat mempengaruhi seluruh tubuh Kristus dan juga nama Allah. Mari “kencangkan tali sepatu” kita sehingga, baik secara pribadi maupun bersama, kita memberi-Nya penghormatan yang memang layak Dia terima. —MLW
Tuhan, kami sadar dosa kami tak pernah hanya merugikan kami
sendiri. Tolong kami untuk ingat bahwa kami milik-Mu dan kami
bertanggung jawab kepada satu sama lain. Ingatkan bahwa dosa itu
mendukakan-Mu dan mempengaruhi saudara seiman yang lain.
Pada akhirnya, dosa pribadi pasti akan membawa pengaruh luas kepada sesama.
Menjadi Apa
Baca: Lukas 2:41-52
Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar- Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. —Lukas 2:52
Saya dibesarkan di sebuah kota kecil. Tidak ada orang terkenal di sana. Tidak ada jalan-jalan yang ramai. Tidak banyak yang dapat dilakukan. Namun saya senantiasa bersyukur bahwa saya dibesarkan di tengah lingkungan yang tenang dan bersahaja.
Suatu malam ketika saya dan suami menghadiri sebuah jamuan makan malam bersama rekan-rekan bisnis, seseorang yang baru saya kenal menanyakan kota asal saya. Ketika saya memberitahukannya, ia berkata, “Tidakkah Anda malu mengakuinya?” Karena tidak yakin apakah ia sedang bercanda atau tidak, saya menjawab singkat, “Tidak.”
Walaupun kota asal saya sering kali diremehkan orang karena kesederhanaannya, tetapi para penduduknya tidak melupakan hal-hal yang memang berarti. Keluarga saya merupakan bagian dari suatu lingkungan gereja yang menjadi tempat bagi orangtua untuk membesarkan anak-anak “di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef. 6:4).
Yesus juga dibesarkan di sebuah kota kecil bernama Nazaret. Natanael bertanya, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh. 1:46). Yesus membuktikan bahwa jawabannya adalah “Ya.” Sekalipun tumbuh besar di suatu tempat yang dianggap tidak berarti, Yesus adalah pribadi yang paling berarti di sepanjang sejarah.
Pengalaman mengajar saya dan Kitab Suci juga menegaskan bahwa yang terpenting bukanlah di mana Anda dibesarkan tetapi bagaimana Anda dibesarkan. Terkadang kita merasa begitu tidak berarti jika dibandingkan dengan kaum berkelas yang berasal dari tempat yang terkemuka. Namun kita berarti di mata Allah, dan Dia dapat menguatkan dan memenuhi jiwa kita dengan hikmat-Nya. —JAL
Ajarkan kepadaku ya Tuhan, harga yang Engkau bayar
Untuk memulihkan seorang pendosa
Dan tolong aku untuk memahami
Betapa berharganya sebuah jiwa! —NN.
Menjadi apa kita kelak itu lebih penting daripada asal-usul kita.
Sunday, May 12, 2013
Hari Bunga Tulip
Baca: Matius 6:25-34
Perhatikanlah bunga bakung di ladang . . . ; namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. —Matius 6:28-29
Sejumlah negara di dunia merayakan Hari Bunga Tulip untuk menyambut datangnya musim semi. Meski bunga tulip kerap kali mengingatkan saya akan negara Belanda, persemaian bunga tersebut untuk tujuan komersial sebenarnya dimulai di Timur Tengah. Dewasa ini, diperkirakan ada 109 spesies bunga tulip dengan beragam warna yang menghiasi banyak taman, jalan, dan kebun rumah di seluruh dunia.
Pada musim gugur yang lalu saya menanam beberapa bibit bunga tulip. Beberapa bulan kemudian, bibit-bibit itu tumbuh menjadi bunga yang berwarna cerah, suatu tanda bahwa musim semi telah tiba. Bunga-bunga itu mengingatkan saya bahwa musim panas akan segera tiba dan akan ada lebih banyak lagi bunga yang sedap dipandang.
Bagi saya, bunga menjadi pengingat yang sangat baik akan anugerah Allah dalam kehidupan kita. Tuhan kita menggunakan bunga bakung di ladang untuk mengingatkan kita akan pemeliharaan yang diberikan Bapa surgawi kita. Di dalam khotbah-Nya di bukit, Yesus berkata, “Perhatikanlah bunga bakung di ladang . . . ; namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. . . . Tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” (Mat. 6:28-30).
Bunga tulip mengingatkan kita akan berakhirnya musim dingin dan dimulainya musim semi. Namun seperti bunga bakung di ladang, bunga tulip juga dapat mengingatkan kita kepada satu Pribadi yang dapat kita andalkan untuk menyediakan kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi kita. —HDF
Melalui pepohonan dan bunga-bunga di ladang,
Dalam setiap makhluk besar maupun kecil,
Kita dapat menelusuri bukti pemeliharaan-Nya
Yang merencanakan dan menciptakan itu semua. —King
Bila Yesus memperhatikan burung dan bunga, pastilah Dia memperhatikan Anda dan saya.
Lika-Liku Kehidupan
Baca: Lukas 2:6-7,25-35
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. —Pengkhotbah 3:1
Ketika masih menjadi gembala gereja, saya melayani banyak wanita yang telah menjadi ibu. Saya mengunjungi mereka di rumah sakit dan ikut merasakan sukacita atas kehadiran bayi mereka yang baru dilahirkan. Saya membimbing para ibu yang khawatir dan berusaha menyakinkan mereka bahwa Allah terus menjaga anak remaja mereka yang nakal. Saya mendampingi para ibu di tepi ranjang tempat anak mereka terbaring karena terluka atau sakit dan ikut merasakan kepedihan hati mereka. Dan saya turut menangis bersama mereka dalam duka ketika ada anak mereka yang meninggal dunia.
Maria, ibu Yesus, juga mengalami masa-masa penuh sukacita dan dukacita. Betapa besar sukacita yang pasti ia rasakan ketika Kristus lahir! (Luk. 2:7). Betapa besar kegembiraan yang ia rasakan ketika para gembala dan kemudian para majus datang untuk menyembah Yesus (ay.8-20; Mat. 2:1-12). Betapa susah hatinya ketika mendengar Simeon bernubuat bahwa ada pedang yang akan menembus jiwanya sendiri (Luk. 2:35). Dan betapa sengsara hati Maria ketika melihat Anaknya sekarat di kayu salib! (Yoh. 19:25-30). Namun pengalamannya sebagai seorang ibu tidaklah berakhir dengan peristiwa kelam itu. Maria bersukacita karena Yesus kemudian bangkit dari kubur.
Para ibu, dan juga kita semua, mengalami banyak sukacita besar dan dukacita yang mendalam. Namun ketika kita menyerahkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan, setiap lika-liku kehidupan dapat menggenapi rencana-Nya yang abadi. —HVL
Terima kasih Tuhan, untuk pengalaman sebagai ibu
Dengan uraian air mata di masa penuh duka,
Dan untuk masa bahagia yang takkan redup
Di sepanjang tahun-tahun kehidupan. —Strecker
Menjadi seorang ibu merupakan kemitraan yang kudus bersama Allah.
Saturday, May 11, 2013
Kemarin, Hari Ini, Dan Esok
Baca: Yosua 4:1-6,20-24
Supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan TUHAN. —Yosua 4:24
Baru-baru ini saya menyadari bahwa semua benda kenangan yang ada di kantor saya mewakili masa lalu. Saya terpikir untuk menyingkirkannya, tetapi saya bertanya-tanya apakah benda yang mengingatkan saya akan masa lalu itu bermanfaat lebih dari sekadar nostalgia. Supaya tidak terpaku pada masa lalu, saya perlu menemukan kembali nilainya untuk masa kini dan hari esok.
Ketika umat Allah menyeberangi sungai Yordan menuju Tanah Perjanjian, Allah berfirman kepada pemimpin mereka, Yosua, untuk memilih 12 orang yang akan mengangkat sebongkah batu dari tengah-tengah sungai Yordan. Mereka harus membawa dan meletakkan batu-batu itu di tempat mereka berkemah malam itu (Yos. 4:1-5). Yosua menegakkan batu-batu tersebut sebagai suatu tanda peringatan, sehingga ketika generasi berikutnya bertanya, “Apakah artinya batu-batu ini bagi kamu?” mereka dapat menceritakan tentang kesetiaan Allah yang telah menahan aliran air ketika mereka menyeberangi sungai itu (ay.6-7).
Memang memiliki suatu benda sebagai bukti nyata dari pertolongan Allah di masa lalu itu baik bagi kita sebagai pengikut Kristus. Benda-benda kenangan tersebut mengingatkan kita bahwa kesetiaan-Nya terus berlanjut sampai saat ini, dan kita dapat terus mengikut Dia dengan penuh keyakinan di masa mendatang. “Batu peringatan” milik kita mungkin juga dapat menolong orang lain mengetahui kuatnya tangan Allah, dan mendorong kita supaya selalu takut kepada Tuhan, Allah kita selamanya (ay.24).
Ingatan akan perbuatan Allah bagi kita di masa lalu dapat menjadi batu pijakan yang kokoh untuk hari ini dan hari esok. —DCM
Untuk Dipikirkan Kembali
Bagaimana cara Allah menunjukkan kesetiaan-Nya bagi Anda dan
keluarga Anda? Apa yang dapat menolong Anda untuk mengingat itu
semua? Dapatkah Anda bagikan hal itu kepada seseorang hari ini?
Kenangan masa lalu yang berharga dapat meneguhkan iman kita hari ini dan esok.
Friday, May 10, 2013
Menanti Untuk Menyemangati
Baca: Efesus 3:14-21
. . . dapat mengenal kasih [Kristus], sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. —Efesus 3:19
Pada pertandingan pertamanya mengikuti liga bisbol junior, ada seorang pemain muda dalam tim yang saya latih terkena lemparan bola tepat di wajahnya. Ia tidak terluka tetapi tentu ia merasa tergoncang. Sepanjang sisa musim liga itu, ia seakan gentar menghadapi lemparan bola. Dari pertandingan ke pertandingan, ia memberanikan diri untuk mencoba, tetapi tidak pernah berhasil memukul bolanya.
Pada pertandingan terakhir, tim kami telah jauh tertinggal dan rasanya tak ada lagi yang bisa membangkitkan semangat kami. Lalu si anak muda itu melangkah maju untuk mengambil gilirannya. Plak! Ia berhasil memukul bolanya dengan jitu! Kami semua terkejut, rekan setimnya berteriak kegirangan, dan para orangtua juga bersorak dengan suara keras. Meski kami tetap kalah, saya tetap melompat kegirangan! Kami bersukacita untuk anak itu dan terus memberinya semangat.
Saya membayangkan bahwa Allah juga menyemangati kita dalam kehidupan kita. Dia begitu mengasihi kita dan rindu agar kita “dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan” (Ef. 3:18-19).
Ada yang berpendapat bahwa Allah itu tidak punya kasih dan terus menanti kapan kita jatuh tergelincir agar Dia dapat menghukum kita. Inilah kesempatan istimewa kita untuk memberitakan kasih-Nya yang begitu besar bagi mereka. Bayangkan sukacita mereka ketika mendengar tentang Allah yang sedemikian mengasihi mereka, sehingga Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk mati di atas salib bagi dosa mereka. Dialah Allah yang ingin terus menyemangati mereka! —RKK
Bapa surgawi, tolonglah kami untuk melihat betapa Engkau begitu
mengasihi dan menguatkan kami; lalu tolonglah kami untuk
mengasihi dan menguatkan orang-orang di sekitar kami
sehingga mereka bisa melihat diri-Mu di dalam kami.
Tangan Yesus yang tertembus paku menyingkapkan hati Allah yang penuh kasih.
Wednesday, May 8, 2013
Jangan Khawatir, Ayah!
Baca: Keluaran 14:19-25
Kemuliaan TUHAN [menjadi] barisan belakangmu. —Yesaya 58:8
Pada musim panas lalu, saya dan suami mengadakan sebuah konser dan penggalangan dana bagi riset kanker anak-anak. Kami berencana menggelarnya di halaman belakang rumah, tetapi cuaca buruk sepertinya akan datang. Beberapa jam sebelum acara digelar, kami mulai menghubungi 100 orang lebih tamu kami untuk memberitahukan tentang perubahan tempat acara. Ketika para teman dan anggota keluarga kami dengan segera memindahkan makanan, dekorasi dan perlengkapan dari rumah kami ke aula gereja, Rosie, putri kami, mengambil kesempatan untuk memeluk ayahnya. Mewakili anak-anak dan para cucu yang datang untuk membantu ayahnya, ia berkata: “Jangan khawatir, Ayah! Kami mendukungmu.”
Mendengar ucapan itu sungguh menghibur hati, karena kita diingatkan bahwa kita tidak sendirian. Seseorang berkata kepada kita, “Aku hadir di sini dan aku akan mengurus segala sesuatu yang mungkin terlewat olehmu. Aku akan membantumu sebisaku.”
Ketika bangsa Israel sedang melepaskan diri dari perbudakan, Firaun mengirimkan kereta tempur dan pasukan berkudanya untuk mengejar mereka (Kel. 14:17). “Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, . . . dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka” (ay.19). Dengan cara inilah Allah menyembunyikan dan melindungi mereka sepanjang malam. Keesokan harinya, Allah membelah Laut Merah sehingga mereka bisa menyeberang dengan aman.
Allah juga mengatakan kepada kita, “Jangan khawatir.” “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm. 8:31). —CHK
Tangan Allah yang menopang dalamnya lautan
Dapat menopang perkaraku yang kecil;
Tangan-Nya yang memandu alam semesta
Dapat menanggung segala bebanku. —NN.
Bagian kita adalah menyerahkan masalah; bagian Allah adalah menanggungnya!
Burung Elang Keemasan
Baca: Mazmur 145:1-7
. . . karya-Mu yang mengagumkan akan kurenungkan. —Mazmur 145:5 (BIS)
Saya dan putra saya, Mark, sedang dalam perjalanan meninggalkan Peternakan Clyde Peterson di Wyoming untuk kembali ke Michigan. Di kejauhan kami melihat seekor burung besar bertengger di sebatang pohon yang tumbuh jauh dari pohon-pohon lainnya dan menghadap ngarai yang curam. Ketika kami mendekat, burung elang keemasan itu melompat dari pohon dan melayang di atas ngarai itu, dengan garis keemasan pada bulu-bulunya berkilauan diterpa sinar matahari pagi. Keindahan dan ukurannya yang luar biasa besar membuat kami benar-benar takjub. Kami merasa beruntung dapat menyaksikan pemandangan luar biasa dari karya cipta Allah yang sangat dahsyat ini.
Alam ciptaan Allah menunjukkan “karya [Allah] yang mengagumkan” (Mzm. 145:5 BIS). Dan ketika kita mengambil waktu untuk merenungkan karya-Nya, tak mungkin kita tidak dibuat kagum sementara jiwa dan pikiran kita digugah untuk merefleksikan karakter Allah yang menciptakannya.
Bagi kami, burung elang keemasan itu melukiskan kejeniusan dari daya cipta Allah kita yang Mahakuasa. Begitu juga dengan burung-burung berkicau yang melayang di udara, induk rusa dengan anaknya yang lincah, debur ombak di pantai, dan bunga-bunga mungil yang berwarna indah. Di saat dan tempat yang paling tidak terduga, Tuhan memancarkan kemuliaan-Nya di tengah dunia ini dengan maksud menyingkapkan diri-Nya kepada kita. Momen-momen langka yang tidak direncanakan ini merupakan kesempatan kita untuk merenungkan karya-Nya yang mengagumkan (ay.5). —DCE
Ini dunia Bapa,
Hatiku tenanglah,
Pohon, bunga, langit, dan laut,
Nyatakan kuasa-Nya. —Babcock
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 64)
Bersiaplah menemukan keajaiban di mana-mana. —E. B. Whitefield
Tuesday, May 7, 2013
Kita Dapat Mempercayai-Nya
Baca: Matius 10:32-38
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. —Matius 5:44
Saya tidak tahu banyak tentang penganiayaan. Secara fisik saya tidak pernah terancam karena iman atau perkataan saya. Apa yang saya ketahui itu saya peroleh dari apa yang saya baca dan dengar. Namun tidak demikian halnya bagi banyak saudara seiman kita di belahan dunia lainnya. Beberapa dari mereka hidup di dalam situasi berbahaya setiap harinya semata-mata karena mereka mengasihi Yesus dan ingin orang lain untuk mengenal-Nya juga.
Ada bentuk penganiayaan lain yang mungkin tidak mengancam jiwa, tetapi membuat hati hancur. Penganiayaan ini datang dari anggota keluarga kita yang belum percaya. Pada saat orang yang kita sayangi mengolok-olok iman kita dan mencemooh kita atas keyakinan dan cara kita mengungkapkan kasih kepada Allah, kita merasa ditolak dan dibenci.
Rasul Paulus mengingatkan umat Tuhan bahwa sikap mengikut Yesus akan mengakibatkan penganiayaan: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12), dan kita tahu terkadang penolakan akan datang dari orang-orang yang kita kasihi (Mat. 10:34-36). Namun ketika orang yang kita kasihi menolak Allah yang kita kasihi, penolakan itu terasa begitu pedih.
Yesus meminta kita untuk mendoakan mereka yang menganiaya kita (Mat. 5:44), dan itu juga termasuk orang-orang terdekat yang membenci kita. Allah sanggup memberikan anugerah-Nya sehingga kita mampu bertahan terhadap penganiayaan yang datang bahkan dari orang-orang yang kita kasihi. —JAL
Tuhan, berikanlah kepada kami karunia agar dapat berdoa bagi
mereka yang ingin mencelakakan dan tidak membawa kebaikan
kepada kami; dan ajarilah kami untuk menunjukkan kasih
kepada mereka dengan cara yang dapat mereka terima. —Sper
Orang bisa mencemooh kabar baik yang kita beritakan, tetapi mereka tak bisa menghentikan doa-doa kita.
Monday, May 6, 2013
Selalu Siap Sedia
Baca: 2 Timotius 2:19-26
Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, . . . disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. —2 Timotius 2:21
Suatu pagi ketika putra saya menginap di rumah kami, ia mengetuk pintu ruang kerja saya dan bertanya apa yang sedang saya kerjakan. “Ayah sedang mempersiapkan bahan untuk sekolah Minggu,” jawab saya. Kemudian, karena teringat banyaknya waktu yang telah saya habiskan di ruang kerja, saya berkata, “Sepertinya Ayah selalu sibuk menyiapkan sesuatu.”
Saya bersyukur untuk setiap kesempatan yang telah Tuhan berikan kepada saya untuk melayani orang lain. Namun, memang akan ada stres yang dialami ketika Anda selalu berusaha menyiapkan sesuatu untuk orang lain. Rasanya sulit menyeimbangkan prioritas yang ada saat pikiran Anda terus merasakan tekanan untuk menyiapkan pelajaran, khotbah, atau naskah yang harus disampaikan.
Pemikiran tentang senantiasa menyiapkan diri ini membangkitkan keingintahuan saya, jadi saya memeriksa apakah hal ini memang disebut-sebut dalam Alkitab. Saya menemukan bahwa kita memang diminta untuk selalu siap sedia. Hati yang diperuntukkan bagi Allah haruslah siap sedia untuk melayani-Nya (1Sam. 7:3). Kita harus siap sedia untuk melakukan pekerjaan yang mulia (2Tim. 2:21) dan untuk mempertanggungjawabkan kebenaran firman (1Ptr. 3:15). Paulus mengingatkan kita bahwa pemberian kita pun memerlukan perencanaan (2Kor. 9:5).
Itu baru awalnya. Menjalani hidup yang menyenangkan Tuhan membutuhkan persiapan mental, rohani, dan fisik. Namun kita tak perlu stres, karena Dia akan memampukan kita dengan kuasa-Nya. Marilah meminta bimbingan Allah ketika kita bersiap sedia untuk melayani, memuliakan dan memberitakan nama-Nya kepada sesama. —JDB
Tuhan, Kau Gembala kami, Tuntun kami, domba-Mu;
B’rilah kami menikmati
Hikmat pengurbanan-Mu. —Thrupp
(Kidung Jemaat, No. 407)
Cara terbaik mempersiapkan diri untuk hari esok adalah dengan memanfaatkan hari ini dengan sebaik-baiknya.
Sunday, May 5, 2013
Mencerna Firman
Baca: Yeremia 15:15-21
Firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku. —Yeremia 15:16
Raja James menjadi terkenal karena terjemahan Alkitab yang menyandang namanya. Namun pada waktu yang hampir bersamaan dengan penerbitan Alkitab itu, ia juga menugaskan penyusunan The Book of Common Prayer (Buku Doa Umum), yang masih digunakan hingga sekarang. Buku panduan doa dan ibadah ini berisi doa bagi seseorang yang rindu menghayati isi Alkitab: “Tuhan yang mulia, Engkau yang telah membuat seluruh Kitab Suci ditulis bagi pembelajaran kami; berkarunialah agar kami bisa . . . mendengar, membaca, merenungkan, mempelajari, dan mencerna firman itu di dalam hati, sehingga dengan kesabaran, dan penghiburan dari firman-Mu yang kudus, kami dapat menerima dan memegang teguh pengharapan yang indah akan kehidupan kekal itu.”
Berabad-abad sebelumnya, Nabi Yeremia telah mengungkapkan cara serupa yang dapat kita terapkan agar Kitab Suci benar-benar menguatkan hati kita: “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam” (Yer. 15:16). Kita menghayati firman Allah ketika “membaca, merenungkan, mempelajari dan mencerna” suatu bagian Kitab Suci melalui perenungan yang disertai doa.
Mintalah Tuhan untuk menolong Anda menerapkan kebenaran Alkitab ke dalam hati Anda. Sediakan waktu untuk merenungkan firman Allah sebagai susu dan makanan keras bagi jiwa Anda (Ibr. 5:12). Pada saat Anda menenangkan hati, Allah akan mengajar Anda tentang diri-Nya melalui Alkitab-Nya. —HDF
Tuhan, aku hendak merenungkan titah-titah-Mu dan mengamat-amati
jalan-jalan-Mu. Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu;
firman-Mu tak akan kulupakan. Singkapkanlah mataku,
supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.
Ada buku yang hanya untuk dicicipi atau ditelan, dan ada beberapa buku lainnya untuk dikunyah dan dicerna. —Bacon
Saturday, May 4, 2013
Lagu Hasil Pergumulan
Baca: Mazmur 31:10-21
Kasihanilah aku, ya TUHAN, . . . karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku. —Mazmur 31:10
Dalam sebuah film dokumenter tentang tiga pemain gitar legendaris, Jack White menyebutkan unsur terpenting dalam penulisan sebuah lagu: “Jika Anda belum mengalami suatu pergumulan di dalam diri Anda atau yang terjadi di sekitar Anda, Anda harus merekayasanya.”
Lagu-lagu yang paling kita hayati biasanya mengungkapkan perasaan kita yang terdalam. Banyak pasal dalam kitab Mazmur —kitab yang sering disebut sebagai “Buku Pujian Alkitab”—lahir dari pergumulan. Mazmur-mazmur ini mengungkapkan berbagai kekecewaan dan ketakutan yang kita alami, tetapi pada akhirnya selalu mengarahkan kita pada kasih setia Allah.
Dalam Mazmur 31, Daud menulis: “Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku” (ay.10). Ia berbicara tentang jaring yang dipasang untuk menjebaknya (ay.5), dosa-dosanya sendiri (ay.11), kehilangan teman-temannya (ay.12-13), dan rencana jahat untuk mencelakakannya (ay.14).
Meski demikian, Daud tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, melainkan hanya mengandalkan Allah. “Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: ‘Engkaulah Allahku!’ Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!” (ay.15-16).
Kitab Mazmur mengundang kita untuk mencurahkan isi hati kita kepada Allah, karena Dia telah menyediakan kebaikan-Nya bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya (ay.20). —DCM
Allah telah berjanji kepada hamba-hamba-Nya:
Engkau tak harus hadapi hidup ini sendirian;
Karena saat kau lemah dalam pergumulan,
Kuasa-Nya akan mampukanmu bertahan. —Hess
Ketika kau berada dalam kesesakan, temukan penghiburan Allah di dalam kitab Mazmur.
Friday, May 3, 2013
Peraturan Mama
Baca: Efesus 4:17-32
Kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan. —Efesus 4:22
Saya pernah bertemu seorang wanita yang sangat menyenangkan. Ia dipanggil “Mama Charlie” dan ia telah membesarkan lusinan anak asuh. Anak-anak ini diserahkan pengadilan kepadanya. Ia memberi mereka bimbingan dan kasih di suatu tempat tinggal yang tenang. Ia menceritakan kepada saya bahwa setiap kali seorang anak baru datang, hal pertama yang ia lakukan adalah menjelaskan “Peraturan Mama”, antara lain mengatur tata-tertib berperilaku dan tugas-tugas rumah tangga sehari-hari. Tugas-tugas itu sangat membantu Mama Charlie dalam mengurus rumah tangga yang sibuk, sekaligus mengajarkan tanggung jawab kepada anak-anak yang tak punya kebiasaan demikian.
Mungkin ada anak-anak yang menolak tunduk pada “Peraturan Mama” ini karena merasa kesenangan mereka telah dirampas. Namun tidak demikian sebenarnya. Aturan-aturan ini justru menciptakan sebuah rumah tangga yang tertata baik, tempat Mama dan anak-anaknya akan merasakan kehidupan yang damai dan menyenangkan.
Demikian juga, ada orang yang memandang peraturan yang Allah tetapkan dalam Alkitab sebagai rintangan bagi kita untuk menikmati hidup. Namun sebaliknya, batas-batas yang Allah tetapkan itu sebenarnya melindungi kita dari kecenderungan hati kita yang berdosa dan mendidik kita memberikan tanggapan yang sehat kepada-Nya.
Contohnya dalam Efesus 4, Rasul Paulus memberikan sejumlah petunjuk tentang cara hidup kita yang sepatutnya. Ketika kita hidup menurut petunjuk-petunjuk ini dan peraturan lain yang diberikan Allah dalam kasih, kita menerima perlindungan dan kesempatan untuk mengalami sukacita sejati yang abadi. —WEC
Bapa, terima kasih atas batas-batas hidup yang melindungi kami
dari dosa dan dari diri kami sendiri. Berilah kami karunia dan
hikmat untuk tunduk dengan penuh syukur pada firman-Mu
ketika kami berada dalam bahaya dan cobaan.
Firman Allah adalah kompas yang menuntun kita untuk tetap berada di jalan yang benar.
Thursday, May 2, 2013
Permohonan Doa
Baca: 2 Tesalonika 3:1-5
Saudara-saudara, berdoalah untuk kami. —2 Tesalonika 3:1
Baru-baru ini, seorang misionaris menghadiri kelompok pemahaman Alkitab yang saya ikuti. Ia menceritakan pengalamannya mengepak barang-barang, berpisah dengan para sahabat, dan pindah ke suatu negeri yang jauh. Ketika ia dan keluarganya tiba di tujuan, mereka menemui suburnya perdagangan narkoba dan jalanan yang tidak aman. Kendala bahasa sering membuat mereka merasa kesepian. Mereka pernah terinfeksi empat virus perut yang berbeda. Dan putri tertuanya nyaris meninggal setelah jatuh dari tangga yang rusak. Mereka membutuhkan doa.
Sebagai seorang misionaris, Rasul Paulus menghadapi banyak kesulitan dan bahaya. Ia dipenjara, mengalami karam kapal, dan dianiaya. Tak mengherankan bila surat-surat yang ditulisnya berisi beragam permohonan doa. Ia meminta umat percaya di Tesalonika untuk mendoakan supaya ia berhasil menyebarkan kabar baik—agar firman Allah “beroleh kemajuan dan dimuliakan” (2Tes. 3:1) dan agar Allah melepaskan dirinya dari “para pengacau dan orang-orang jahat” (ay.2). Rasul Paulus mengetahui bahwa ia perlu “membuka mulut-[nya] . . . dengan keberanian” untuk memberitakan Injil (Ef. 6:19). Ini juga merupakan permohonan doa dari Paulus.
Apakah Anda mengetahui orang-orang yang membutuhkan pertolongan kuasa supernatural dalam tugas mereka memberitakan kabar baik tentang Kristus? Ingatlah seruan Rasul Paulus, “Saudara-saudara, berdoalah untuk kami” (2Tes. 3:1), dan naikkanlah doa bagi mereka di hadapan takhta Allah yang Mahakuasa. —JBS
Teruslah giat berdoa dan memohon—
Pertempuran ini hebat dan besar kebutuhannya;
Inilah kebenaran yang tak bisa diabaikan:
Pertolongan kita hanya datang dari Tuhan. —Sper
Doakanlah sesama Anda, karena takhta Allah selalu dapat terbuka.
Wednesday, May 1, 2013
Semua Yang Berharga
Baca: 1 Petrus 2:1-10
Datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. —1 Petrus 2:4
Di sepanjang hidup saya, saya telah mengumpulkan banyak barang. Ada berkardus-kardus barang yang dahulu begitu penting, tetapi yang sekarang tidak menarik lagi. Sebagai seorang kolektor yang tidak pernah kapok, saya menyadari bahwa kesenangan itu saya alami pada saat mencari dan berhasil menambah barang baru untuk koleksi saya. Setelah itu, perhatian saya akan beralih lagi untuk berburu benda berikutnya.
Walaupun kita menumpuk banyak barang yang penting bagi kita, hanya sedikit dari barang-barang tersebut yang memang berharga. Bahkan, seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa yang paling berharga di dalam hidup saya bukanlah barang-barang yang bersifat materi, melainkan orang-orang yang telah mengasihi dan membentuk hidup saya. Ketika hati saya berkata, “Aku tak bisa hidup tanpa mereka,” saya tahu bahwa mereka benar-benar berharga bagi saya.
Jadi ketika Petrus menyebut Yesus sebagai “sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal” (1Ptr. 2:6), kita pun seharusnya mengakui bahwa Dialah yang sungguh paling berharga—Dialah milik kita yang paling bernilai melebihi semua orang dan segala sesuatu. Apa jadinya hidup kita tanpa penyertaan-Nya yang setia, kehadiran-Nya yang terus-menerus, pimpinan-Nya yang sempurna dan bijaksana, kesabaran-Nya yang penuh belas kasih, penghiburan-Nya, dan teguran-Nya yang mengubah hidup? Apa jadinya kita tanpa diri- Nya? Benar-benar tak terbayangkan! —JMS
Tuhan, tolong kami untuk tidak memusatkan perhatian kami pada
harta benda yang fana, tetapi kepada-Mu, harta paling berharga
yang kami miliki. Ajarlah kami bersukacita hidup di dalam-Mu
dan dalam setiap berkat dan penyertaan-Mu yang penuh kasih.
Dari semua yang berharga, Yesuslah yang terutama.
Subscribe to:
Posts (Atom)