Sunday, March 31, 2013
Bisa Anda Kalahkan!
Baca: Matius 28:1-10
“Hai maut, di manakah sengatmu?” —1 Korintus 15:55
Saya tertarik mendengar iklan radio tentang suatu seminar yang akan datang. Si penyiar mengatakan, “Anda bisa mengalahkan kematian (death)—untuk selamanya! Hadiri seminar saya dan saya akan tunjukkan caranya.” Sejenak saya bertanya-tanya apa yang akan diungkapkan oleh pembicara yang dapat mengalahkan kematian dan saran apa yang mungkin diberikannya. Mungkinkah hal itu berkaitan dengan diet, olahraga atau membekukan tubuh kita? Setelah mendengarkan lebih lama, saya baru menyadari bahwa yang sebenarnya ia katakan adalah, “Anda bisa mengalahkan utang (debt)—untuk selamanya.”
Kabar yang paling membahagiakan adalah bahwa kita memang dapat mengalahkan kematian karena Yesus telah menebus utang kita! (1Kor. 15:55-57). Utang dosa manusia berarti kita terpisah dari Allah, tetapi Yesus dengan rela menyerahkan nyawa dan disalibkan untuk menebus utang kita. Ketika Maria Magdalena dan seorang Maria yang lain pergi ke kuburan pada hari ketiga untuk mengurapi tubuh-Nya, seorang malaikat berkata: “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya” (Mat. 28:6). Dengan sukacita yang besar, mereka berlari untuk meneruskan kabar itu kepada murid-murid-Nya. Di tengah perjalanan, Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata, “Salam bagimu!” (ay.9). Yesus telah bangkit, dan para pengikut-Nya memang pantas untuk bersukacita.
Yesus telah menghapuskan sengat maut (1Kor. 15:55). Sekarang kita juga punya kemenangan dengan jalan percaya pada kematian Sang Anak Allah dan kebangkitan-Nya bagi kita. Melalui karya Yesus yang sempurna, kita bisa mengalahkan kematian—untuk selamanya! —AMC
Tuhanku, terima kasih Engkau mengorbankan nyawa-Mu bagi dosa
kami sehingga kami boleh hidup. Kami berterima kasih karena
kematian dan kebangkitan-Mu memberi kami kepastian bahwa kelak
kami akan bersama-Mu di tempat yang tak mengenal kematian.
Kita memiliki utang yang tak dapat kita tebus; Yesus menebus utang yang tidak dimiliki-Nya.
Saturday, March 30, 2013
Pekik Kemenangan
Baca: Yohanes 19:28-37
“Sudah selesai.” —Yohanes 19:30
Baru-baru ini saya membaca tentang Aron Ralston, seorang petualang yang terjebak sendirian di kaki suatu lembah yang terpencil. Karena merasa tipis harapan bahwa ia akan ditemukan dan kekuatannya juga semakin memudar, ia mengambil langkah drastis untuk menyelamatkan nyawanya. Dalam momen penderitaan yang amat sangat, ia berteriak dalam kesakitan sekaligus kemenangan, karena ia telah berhasil melepaskan dirinya dan kembali memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri dan tetap hidup.
Para saksi penyaliban Yesus melihat-Nya menjalani penderitaan berjam-jam lamanya dan mendengar-Nya berseru dengan suara lantang, “Sudah selesai!” seiring Dia menyerahkan nyawa-Nya (Yoh. 19:30). Kata-kata terakhirnya dari atas kayu salib bukanlah tangisan atas kekalahan yang pahit, melainkan pekik kemenangan, karena Dia telah menyelesaikan semua yang dikehendaki Allah Bapa untuk Dia lakukan.
Ketika Yesus mati, Dia mengalami sendiri apa yang harus dialami oleh kita semua. Namun jauh melebihi semua itu, Dia melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh seorang pun dari kita. Dia menebus utang dosa kita sehingga kita boleh diampuni dan memiliki hidup kekal melalui iman kepada-Nya.
“Sudah selesai!” merupakan pekik kemenangan Tuhan karena sekarang, melalui diri-Nya, kita dapat melepaskan diri dari jerat kuasa dosa; kita dapat hidup dan menjadi bebas.
Karena pengorbanan Yesus bagi kita, kita menyebut hari kematian- Nya sebagai Jumat Agung. —DCM
Aku telah disalibkan di tempat Juruselamatku mati,
Dan seluruh hidupku pun diperbarui—
Di dalam diri-Nya aku disalibkan.
Aku telah disalibkan. Sudahkah kau? —Frazee-Bower
Yesus mati agar kita hidup.
Friday, March 29, 2013
Waktu Itu Hari Sudah Malam
Baca: Yohanes 13:21-30
Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam. —Yohanes 13:30
Dalam suatu perjalanan bisnis ke Philadelphia, saya menghadiri kebaktian malam pada hari Kamis sebelum Paskah— suatu kebaktian Perjamuan dan Tenebrae (kegelapan) yang diadakan di kapel kecil dengan diterangi cahaya lilin. Setelah roti dan cawan anggur dibagikan, sebuah bagian Alkitab dibacakan dari Injil Yohanes, satu lilin dipadamkan dan kami menyanyikan satu bait dari himne tentang perjalanan Yesus menuju salib. Ritual ini diulang 14 kali hingga kapel itu gelap seluruhnya. Dalam keheningan, kami berlutut dengan sikap doa, lalu seorang demi seorang beranjak dari tempatnya tanpa berbicara.
Kegelapan dalam kebaktian seperti ini dapat mengingatkan kita tentang unsur kegelapan yang melingkupi kematian Yesus. Bayangkanlah suasana perjamuan terakhir- Nya bersama para murid (Yoh. 13:21-30) ketika Dia mengatakan bahwa salah satu dari mereka akan mengkhianati-Nya. Hanya Yesus yang tahu bahwa Yudaslah orangnya. “Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam” (ay.30).
Di malam tergelap dari kehidupan Yesus, Dia bergumul dalam doa di Taman Getsemani, ditangkap meski tidak bersalah, dipermalukan di hadapan para pemuka agama, dan terluka oleh penyangkalan Petrus. Meski demikian, Dia tetap setia melangkah ke kayu salib tempat Dia akan menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa-dosa kita.
Yesus menanggung kegelapan dan kematian demi memberi kita terang dan kehidupan. Pujilah Dia untuk semua yang telah dijalani-Nya bagi kita! —DCM
Berpadu kasih dan sedih
Mengalir dari luka-Mu;
Mahkota duri yang pedih
Menjadi keagungan-Mu. —Wattsv
(Kidung Jemaat, No. 169)
Salib Kalvari menyingkapkan betapa kejinya dosa kita dan betapa luasnya kasih Allah.
Thursday, March 28, 2013
Di Luar Konteks
Baca: Lukas 4:1-13
Firman-Mu adalah kebenaran. —Yohanes 17:17
Ketika seorang teman tiba-tiba mulai mengungkapkan kekecewaannya, orang- orang pun menyatakan perhatian mereka kepadanya dan mulai memberikan nasihat untuk membangkitkan kembali semangatnya. Ternyata ia hanya bercanda dengan mengutip lirik dari lagu-lagu di luar konteksnya untuk memulai suatu percakapan. Teman-teman yang berusaha membantunya telah membuang waktu mereka dengan memberikan pertolongan yang tak ia butuhkan dan saran yang tak ia inginkan. Konsekuensi dari pernyataan teman saya yang menyesatkan itu memang tidak serius, tetapi bisa saja berakibat serius. Waktu yang dihabiskan untuk menanggapi masalah yang dibuat-buat itu semestinya bisa dipakai untuk menolong orang-orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan.
Ada saja orang yang memakai kata-kata di luar konteksnya demi mencari perhatian atau membenarkan pendapatnya sendiri. Namun ada juga orang lain yang lebih licik. Mereka memutarbalikkan kebenaran demi meraih pengaruh atas orang lain. Tindakan itu tidak hanya menghancurkan hidup seseorang, tetapi juga jiwa mereka.
Seseorang dapat memakai kata-kata untuk memperdaya orang lain agar melakukan sesuatu yang tidak benar. Lebih buruk dari itu, mereka mengutip ayat-ayat Alkitab di luar konteksnya demi meyakinkan orang lain untuk melakukan kesalahan. Untuk menghadapinya, hanya ada satu cara: Kita perlu mengetahui yang benar-benar dikatakan Allah dalam firman-Nya. Yesus mampu menang atas pencobaan dengan menggunakan kebenaran (Luk. 4). Kita pun memiliki kebenaran yang sama. Allah telah memberikan firman dan Roh-Nya untuk membimbing kita dan menjaga kita dari tipu daya atau penyesatan. —JAL
Kebenaran firman-Mu yang murni dan kekal
Akan tetap teguh dan tak tergoyahkan,
Namun segala rancangan dan pikiran manusia
Akan terbang berlalu bagaikan sekam. —NN.
Jika kita berpegang pada kebenaran Allah, kita takkan diperdaya oleh dusta Iblis.
Wednesday, March 27, 2013
Dunia Milik Bapa Kita
Baca: Kejadian 1:26-28
TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. —Mazmur 24:1
Ketika Amanda Benavides menempuh studi sebagai mahasiswi tingkat dua di Universitas Point Loma Nazarene di San Diego, California, ia mulai memikirkan ulang pandangannya tentang penatalayanan orang Kristen atas bumi ini. Amanda tumbuh dengan pemikiran bahwa kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan tidak berkaitan sama sekali dengan imannya di dalam Yesus. Pemikirannya ini berubah ketika ia ditantang untuk mempertimbangkan peran orang Kristen untuk memelihara planet ini—terutama dalam kaitannya dengan upaya menolong orang- orang yang paling membutuhkan di dunia ini.
Penatalayanan kita atas dunia indah yang diberikan Allah kepada kita, dan kepedulian kita terhadap orang-orang yang tinggal di tengah dunia ini, mengungkapkan penghormatan kita kepada Allah dan ini dilandaskan pada dua prinsip Alkitab.
Prinsip yang pertama, bumi ini kepunyaan Allah (Mzm. 24:1-2). Penulis mazmur ini memuji Allah atas karya ciptaan-Nya dan kepemilikan-Nya. Langit, bumi, dan semua yang ada di dalamnya adalah milik-Nya. Allah yang menciptakannya, Dia berdaulat atasnya (93:1-2), dan Dia yang memeliharanya (Mat. 6:26-30). Prinsip kedua, Allah menyerahkan tanggung jawab atas kesejahteraan bumi milik-Nya ini kepada kita (Kej. 1:26-28). Hal ini mencakup penghargaan dan kepedulian terhadap alam (Im. 25:2-5,11; Ams. 12:10) dan terhadap manusia (Rm. 15:2).
Dunia ini adalah milik Bapa kita. Marilah menunjukkan kepada-Nya betapa kita mengasihi-Nya dengan jalan menghargai bumi ini dan mempedulikan orang-orang yang hidup di atasnya. —MLW
Alam raya yang telah diciptakan Allah
Tak boleh dipakai dengan sembarangan;
Kita menjadi penatalayan atas bumi-Nya,
Bertanggung jawab penuh kepada-Nya. —D. DeHaan
Menganiaya ciptaan Allah berarti melukai Penciptanya.
Tuesday, March 26, 2013
Terlalu Berat
Baca: Mazmur 32:1-6; Matius 11:28-30
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” —Matius 11:28
Ketika menyalakan mesin mobil di pagi subuh yang masih gelap, saya melihat lampu sabuk pengaman menyala di dasbor mobil. Saya memeriksa pintu mobil, lalu membuka dan menutupnya kembali. Saya memasang sabuk pengaman saya untuk mengujinya. Namun lampu sensor itu masih menyala. Kemudian, ketika menyadari yang terjadi, saya pun meraih dan mengangkat perlahan tas saya yang tergeletak di atas kursi penumpang. Lampu sensor itu padam.
Rupanya, berat tas besar saya yang berisi sebuah telepon genggam, tiga gulung uang koin, sebuah buku bersampul tebal, dan kotak makan siang itu setara dengan berat seorang anak kecil, dan itulah yang menyebabkan lampu sensor menyala!
Meski saya dapat mengosongkan sebuah tas jinjing dengan mudah, ada beban lain yang tidak begitu mudah untuk dilepaskan. Yang saya maksud adalah beban hidup yang dialami karena beratnya tekanan jiwa.
Beban yang memberatkan kita itu bisa jadi berupa rasa bersalah seperti yang mencengkeram pikiran Daud (Mzm. 32:1-6), rasa takut yang dialami Petrus (Mat. 26:20-35), atau keraguannya Tomas (Yoh. 20:24-29). Namun Yesus mengundang kita untuk membawa semua beban itu kepada-Nya: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28).
Kita tidak diciptakan untuk menopang beban hidup kita sendirian. Ketika kita menyerahkan semua beban itu kepada Yesus yang ingin memikul beban kita (Mzm. 68:20; 1Ptr. 5:7), Dia akan mengganti seluruh beban itu dengan pengampunan, penyembuhan, dan pemulihan. Tidak ada beban yang terlalu berat bagi-Nya. —CHK
Tuhan, terima kasih karena kasih-Mu, Engkau telah memikul beban
kami. Di saat-saat yang sulit, tolong kami untuk menyerahkan beban-
beban tersebut ke dalam tangan-Mu yang kuat dan kiranya kami
menemukan kelegaan di dalam-Mu. Dalam nama Yesus, amin.
Bebankan kepada Tuhan apa yang menjadi bebanmu.
Monday, March 25, 2013
Lepaskanlah
Baca: Markus 11:1-11
Jawablah: “Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini.” —Markus 11:3
Bertahun-tahun lalu, ketika seorang teman yang masih muda bertanya apakah ia dapat meminjam mobil kami, saya dan istri awalnya keberatan. Mobil itu milik kami. Kamilah pemiliknya dan kami bergantung padanya. Namun kami segera merasa yakin untuk meminjamkan mobil itu kepadanya karena kami tahu bahwa Allah menghendaki kami untuk mempedulikan orang lain. Jadi, kami menyerahkan kunci mobil kepadanya, dan ia pun mengendarainya ke sebuah gereja sejauh 50 km untuk melayani di suatu ibadah pemuda. Ibadah itu dipakai Allah untuk mengenalkan banyak remaja kepada Kristus.
Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk meminjam keledai milik orang lain. Dia memberi tahu mereka untuk melepas dan membawa keledai itu kepada-Nya (Mrk. 11:2). Jika ada yang keberatan, mereka harus berkata, “Tuhan memerlukannya,” dan mereka akan diizinkan untuk membawa keledai itu pergi. Keledai itulah yang membawa Kristus memasuki Yerusalem pada hari yang kita sebut sebagai Minggu Palem.
Kita bisa belajar sesuatu dari peristiwa ini. Kita semua memiliki hal yang sangat kita hargai. Kita mungkin berpikir bahwa kita tidak akan pernah berpisah dengan hal tersebut, baik itu mobil baru, sehelai pakaian, harta benda tertentu, atau jam-jam khusus yang kita anggap sebagai waktu pribadi. Akankah kita bersedia memberikannya kepada seseorang yang jelas-jelas membutuhkan apa yang kita miliki itu?
Jika Anda merasakan Roh Kudus sedang berbicara kepada Anda, lepaskanlah waktu atau harta milik Anda, seperti yang dilakukan orang yang melepaskan keledainya bagi Yesus. Allah pun akan dimuliakan dengan kemuliaan yang layak Dia terima! —DCE
Jadikan aku saluran berkat hari ini,
Jadikan aku saluran berkat, ini doaku;
Buat hidupku jadi pelayanan berkat,
Jadikan aku saluran berkat hari ini. —Smyth
Allah memberikan yang kita butuhkan agar kita bisa memberikan apa pun untuk sesama yang membutuhkan.
Sunday, March 24, 2013
Pengharapan Adalah Untuk . . .
Baca: Ibrani 10:19-25
Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. —Ibrani 10:23
Walaupun berusaha untuk tidak terkejut dengan hal-hal yang saya lihat akhir-akhir ini, saya tetap dikejutkan oleh tulisan pada kaos seorang wanita yang berjalan melewati saya di suatu pertokoan. Huruf-huruf tebal itu bertuliskan: “Hope Is For Suckers” (Pengharapan itu untuk Pecundang). Tentu saja, sikap naïf atau terlalu mudah percaya merupakan sikap yang bodoh dan berbahaya. Dan optimisme yang tidak berdasar dapat secara tragis berujung pada kekecewaan dan sakit hati. Meski demikian, sikap diri yang meniadakan pengharapan adalah cara pandang yang menyedihkan dan melecehkan hidup.
Pengharapan iman itu unik karena ini merupakan suatu kepercayaan yang teguh kepada Allah dan pada apa yang sedang dikerjakan-Nya di tengah dunia dan di dalam hidup kita. Pengharapan inilah yang dibutuhkan setiap orang! Penulis kitab Ibrani dengan jelas menegaskan pentingnya pengharapan ketika menuliskan, “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia” (Ibr. 10:23).
Memiliki pengharapan iman bukanlah sikap yang bodoh, karena pengharapan ini memiliki dasar yang kuat. Kita memegang teguh pengharapan yang telah kita terima di dalam Kristus karena Allah kita setia. Di dalam Dia, kita dapat mempercayakan apa pun dan segalanya yang akan kita hadapi pada hari ini dan sampai selamanya. Pengharapan kita dilandaskan pada sifat Allah yang dapat dipercaya, yang mengasihi kita dengan kasih yang tak berkesudahan. Jadi, tulisan di kaos itu tidaklah benar. Pengharapan bukanlah untuk pecundang; tetapi untuk siapa saja, termasuk Anda dan saya! —WEC
Tiada lain landasanku, hanyalah pada darah-Mu;
Tiada lain harapanku,
‘Ku bersandarkan nama-Mu. —Mote
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 120)
Pengharapan yang berlandaskan kepada Allah tidak akan runtuh oleh berbagai goncangan hidup.
Saturday, March 23, 2013
Memperoleh Hadiah
Baca: 1 Korintus 9:24-27
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, . . . berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. —1 Korintus 9:25
Perlombaan Iditarod Trail Race diadakan setiap Maret di Alaska. Anjing-anjing seluncur dan para pengendalinya, yang disebut musher, berlomba menempuh rute sejauh hampir 1.700 km dari Anchorage ke Nome. Semua tim yang bertanding menempuh jarak sepanjang ini dalam jangka waktu 8-15 hari. Pada tahun 2011, terjadi pemecahan rekor waktu oleh musher John Baker yang menempuh rute tersebut dalam waktu 8 hari, 19 jam, 46 menit dan 39 detik. Kerja sama tim antara anjing-anjing dan pengendalinya itu begitu mengagumkan, dan semua bertanding dengan amat gigih dalam usaha mereka untuk menang. Juara pertama memperoleh hadiah uang dan sebuah truk angkutan baru. Namun jika dibandingkan dengan keberhasilan untuk bertahan dalam kondisi cuaca yang ekstrim, pujian dan hadiah tersebut tampaknya tidak terlalu penting dan terasa fana.
Kegairahan dalam bertanding merupakan konsep yang tidak asing bagi Rasul Paulus, tetapi ia menggunakan kompetisi untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat kekal. Ia menuliskan, “Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi” (1Kor. 9:25).
Terkadang kita tergoda untuk mengarahkan perhatian demi memperoleh penghargaan sesaat yang akan musnah seiring berlalunya waktu. Namun Alkitab mendorong kita untuk berfokus pada sesuatu yang lebih permanen. Kita menghormati Allah ketika mengejar dampak rohani yang akan menerima upahnya dalam kekekalan. —HDF
Di sini kami bekerja, di sini kami berdoa,
Di sini kami bergumul siang dan malam;
Di sana kami melepas beban kami semua,
Di sana kami dimahkotai bak pemenang. —NN.
Bertandinglah dalam perlombaan untuk mengejar hadiah yang kekal.
Friday, March 22, 2013
Jadikan Hidup Bermakna
Baca: 1 Petrus 4:1-8
Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian. —1 Petrus 4:1
Dalam pergumulannya dengan penyakit kanker, Steve Jobs, salah satu pendiri Apple Inc., berkata: “Mengingat kematian saya yang semakin dekat adalah tindakan terpenting yang pernah saya ambil untuk membantu saya mengambil keputusan-keputusan penting di dalam hidup. Karena hampir segala hal—segala tuntutan dari luar diri, segala kebanggaan diri, segala rasa takut akan dipermalukan atau gagal—semua ini akan luruh begitu saja menjelang kematian, dan yang tersisa hanyalah yang benar-benar penting.” Penderitaan Steve mempengaruhi keputusan-keputusan yang dibuatnya.
Sebaliknya, Rasul Petrus ingin mendorong para pembaca suratnya untuk menggunakan penderitaan mereka demi menggapai hidup yang bermakna dalam kekekalan. Ia juga ingin agar penderitaan dan kematian Yesus mengilhami mereka untuk rela menerima konflik rohani dan penganiayaan yang akan timbul sebagai akibat dari iman mereka kepada Yesus. Karena mereka mengasihi Yesus, penderitaan pun tak terhindarkan. Penderitaan Yesus dimaksudkan menjadi motivasi bagi mereka untuk melepaskan keinginan-keinginan berdosa dan rela taat kepada kehendak Allah (1Ptr. 4:1-2). Jika ingin menggapai hidup yang bermakna dalam kekekalan, mereka harus berhenti berkubang dalam kenikmatan yang sementara dan sebaliknya menggunakan sisa waktu hidup mereka untuk menyenangkan Allah.
Mengingat bahwa Yesus telah menderita dan mati untuk mengampuni dosa kita merupakan pemikiran terpenting yang dapat mengilhami kita dalam mengambil keputusan yang tepat hari ini dan menggapai hidup yang bermakna dalam kekekalan. —MLW
Yesus, Engkau telah menderita dan mati untuk menebus dosa kami;
kiranya kematian dan kebangkitan-Mu mengilhami kami untuk
tidak kembali pada kehidupan kami yang lama. Tolong kami
menjalankan tekad kami untuk taat pada kehendak-Mu.
Kematian Yesus menebus dosa masa laluku dan mengilhami ketaatanku di masa sekarang.
Thursday, March 21, 2013
Tentang Hujan
Baca: Matius 5:38-48
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. —Matius 5:45
Ketika hujan lebat menimpa tanaman bunga petunia yang baru saja saya tanam, saya merasa kasihan. Saya ingin membawa masuk tanaman itu ke dalam rumah untuk melindungi mereka dari badai. Ketika hujan berhenti, wajah mungil mereka tertunduk ke tanah karena kebasahan air. Mereka kelihatan sedih dan lemah. Namun dalam waktu beberapa jam kemudian, mereka kembali ceria dan mengangkat mahkotanya menghadap ke langit. Keesokan harinya, mereka sudah kembali berdiri tegak dan kuat.
Sungguh suatu perubahan yang luar biasa! Setelah menghantam bunga itu secara bertubi-tubi, air hujan menetes dari daun-daunnya, masuk ke dalam tanah, lalu naik melalui tangkainya, dan ini memberikan kekuatan pada bunga itu untuk berdiri tegak.
Karena saya lebih menyukai sinar matahari, saya merasa kesal setiap kali hujan merusak rencana saya keluar rumah. Terkadang saya berpikir negatif tentang hujan. Namun setiap orang yang pernah merasakan kekeringan pasti tahu bahwa hujan adalah suatu berkat. Hujan memelihara bumi untuk manfaat yang dinikmati baik orang yang benar maupun orang yang tidak benar (Mat. 5:45).
Bahkan ketika hujan badai menerpa hidup kita sedemikian keras sampai kita terhempas kencang, “hujan” itu sendiri bukanlah musuh. Allah kita yang penuh kasih mengizinkan hal itu terjadi untuk membuat kita bertambah kuat. Dia menggunakan air yang menghantam kita dari luar untuk membangun iman kita, sehingga kita bisa kembali berdiri tegak dan kuat. —JAL
Tuhan, kami tahu bahwa kami tak perlu takut terhadap badai
kehidupan. Karena Engkau baik, kami percaya bahwa Engkau bisa
memakai masa-masa sukar yang kami alami untuk membangun
iman kami kepada-Mu. Kami mau bersandar kepada-Mu.
Badai yang mengancam untuk menghancurkan kita akan dipakai Allah untuk menguatkan kita.
Wednesday, March 20, 2013
Utamakan Yang Terutama
Baca: 1 Tawarikh 28:5-10
Kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati. —1 Tawarikh 28:9
Ketika cucu kami, Sarah, masih kecil, ia berkata kepada kami bahwa ia ingin menjadi seorang pelatih bola basket seperti ayahnya ketika dewasa nanti. Namun ia tak bisa langsung menjadi pelatih, katanya, karena pertama-tama ia harus menjadi pemain dahulu, dan seorang pemain harus bisa mengikat tali sepatunya, tetapi itu pun belum bisa ia lakukan!
Kita berkata, “Utamakan yang terutama.” Dan yang terutama di dalam hidup ini adalah mengenal Allah dan bersukacita di dalam Dia.
Mengakui dan mengenal Allah akan menolong kita menjadi pribadi yang sesuai dengan kehendak-Nya bagi kita. Nasihat Raja Daud kepada putranya Salomo: “Kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati” (1Taw. 28:9).
Ingatlah, Allah bisa kita kenal. Dia adalah satu Pribadi, bukan suatu logika atau konsep agama. Dia sanggup berpikir, berkehendak, menikmati, merasakan, mengasihi, dan merindu seperti manusia biasa. A. W. Tozer menulis, “Allah adalah satu Pribadi dan bisa dikenal dengan keintiman yang semakin mendalam ketika kita mempersiapkan hati kita untuk menerima keajaibannya.” Inilah intinya: Kita harus “mempersiapkan hati kita”.
Tuhan tidak berusaha mempersulit kita untuk dapat mengenal-Nya; sebaliknya seseorang yang ingin mengenal Dia akan dapat melakukannya. Dia tidak akan memaksakan kasih-Nya kepada kita, tetapi Dia menunggu dengan penuh kesabaran, karena Dia rindu untuk Anda kenal. Mengenal Dia adalah hal yang terutama dalam hidup. —DHR
Suara Yesus memanggilku,
Bergembiralah hatiku!
Sungguh indah persekutuanku
Bersama dengan Yesus. —Miles
(Pelengkap Kidung Jemaat, No. 246)
Memikirkan Allah akan menggoncang pikiran, tetapi mengenal-Nya akan memuaskan hati.
Tuesday, March 19, 2013
Tak Bisa Melakukan Semuanya
Baca: Galatia 6:1-10
Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain. —Galatia 6:4
Eliana yang berusia empat tahun sedang membantu ibunya merapikan beberapa barangnya sebelum ia tidur. Ketika sang ibu meminta Eliana untuk menyingkirkan pakaian dari tempat tidur, Eliana pun kehilangan kesabarannya. Ia berpaling, menaruh kedua tangan kecilnya di pinggul, lalu berkata, “Aku tak bisa melakukan semuanya!”
Pernahkah Anda merasa seperti itu dengan tugas yang Allah minta untuk Anda lakukan? Gampang sekali merasa kewalahan dengan segala urusan kita dalam pelayanan gereja, bersaksi, dan membina keluarga. Bisa jadi kita mengeluh dengan jengkel dan berdoa, “Tuhan, aku tak bisa melakukan semua itu!”
Namun instruksi Allah menunjukkan bahwa tuntutan-Nya tidaklah memberatkan. Sebagai contoh, dalam hubungan kita dengan sesama, Dia memberi kita batasan: “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Rm. 12:18). Allah mengerti keterbatasan kita. Atau ini: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan” (Kol. 3:23). Allah tidak menuntut kesempurnaan agar kita membuat orang lain terkesan, tetapi hanya untuk memuliakan Dia dengan pekerjaan yang kita lakukan. Dan satu lagi: “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain” (Gal. 6:4). Kita tidak melakukan pekerjaan kita untuk bersaing dengan orang lain, tetapi hanya untuk memikul beban kita sendiri.
Dalam hikmat-Nya, Allah telah memperlengkapi kita hanya untuk melakukan apa yang Dia ingin kita kerjakan—dan itu artinya bukan semua hal! —JDB
Dia beriku tugas agar kubersandar kepada-Nya,
Dia beriku daya untuk melakukan tugas yang berat;
Dan kala kuberjalan dalam anugerah-Nya,
Kurasakan sukacita melangkah bersama-Nya. —Gustafson
Ketika Allah memberi tugas, diberi-Nya juga kemampuan untuk menunaikannya.
Monday, March 18, 2013
Siapakah Yang Memiliki Bibirku?
Baca: Mazmur 12
Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku. —Mazmur 19:15
Yang membedakan pujian dengan sanjungan sering kali terletak pada motivasinya. Pujian memberikan penghargaan yang tulus atas kualitas atau tindakan yang terlihat di dalam diri orang lain. Sanjungan biasanya bertujuan untuk menonjolkan diri sendiri dengan mengandalkan sokongan dari orang lain. Pujian diberikan untuk menyemangati, sanjungan berusaha untuk memanipulasi.
Dalam Mazmur 12, Daud meratapi bangsanya ketika orang-orang yang setia dan saleh telah lenyap dan digantikan oleh mereka yang mengatakan dusta “dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang” (ay.3). Mereka telah berkata, “Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?” (ay.5).
Ada baiknya kita mengajukan pertanyaan “Siapakah yang memiliki bibirku?” kepada diri kita sendiri ketika tergiur untuk mengucapkan sanjungan yang tidak tulus demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Jika bibir saya adalah milik saya sendiri, saya dapat mengucapkan apa pun yang saya suka. Namun jika Tuhanlah pemilik bibir saya, ucapan saya akan mencerminkan perkataan-Nya, yang dilukiskan pemazmur sebagai “janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah” (ay.7).
Satu cara yang baik untuk menunjukkan siapa yang memiliki bibir kita adalah memulai setiap hari dengan doa Daud yang tertulis dalam mazmurnya: “Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku” (Mzm. 19:15). —DCM
Perkataan yang ceroboh dapat memulai perselisihan,
Perkataan yang kejam dapat menghancurkan hidup sesama,
Perkataan yang bermanfaat dapat meredakan stres,
Perkataan penuh kasih menyembuhkan dan memberkati. —NN.
Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya. —Amsal 13:3
Sunday, March 17, 2013
Tulang Yang Patah
Baca: Mazmur 51:1-15
Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak- sorak kembali! —Mazmur 51:10
Bertahun-tahun yang lalu, saya ikut bermain dalam tim sepakbola kampus sebagai penjaga gawang. Pada saat itu, saya merasa asyik sekali, tetapi semua keasyikan itu harus dibayar mahal dengan akibat yang masih saya rasakan hingga saat ini. Sebagai penjaga gawang, saya harus terus-menerus menjatuhkan badan dalam posisi yang berbahaya untuk mencegah tim lawan mencetak gol, hingga saya sering cedera. Dalam salah satu musim pertandingan, saya menderita patah tulang kaki, beberapa tulang rusuk retak, tulang bahu yang bergeser, dan juga gegar otak! Sekarang, rasa sakit pada sendi yang saya alami, terutama pada musim dingin, menjadi pengingat yang pahit akan cedera tulang di masa lalu tersebut.
Daud juga memiliki pengingat yang pahit, akan tetapi cedera yang dialaminya bersifat rohani dan bukan jasmani. Setelah kejatuhan moral Daud karena hubungan gelapnya dengan Batsyeba dan pembunuhan suami Batsyeba, Allah secara tegas menghajar Daud. Namun Daud kembali kepada-Nya dalam sikap pertobatan dan berdoa, “Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali!” (Mzm. 51:10).
Hukuman Allah sedemikian keras sampai Daud merasa seakan-akan tulangnya dipatahkan. Namun ia percaya bahwa Allah yang berlimpah anugerah dapat memperbaiki kehancuran hidupnya sekaligus membangkitkan kembali sukacitanya. Dalam kegagalan dan dosa kita, betapa bahagianya kita ketika mengetahui bahwa Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia mau mencari dan memulihkan kita dengan hajaran-Nya yang penuh kasih. —WEC
Bapa, buka mataku untuk menyadari kejatuhanku, buka hatiku untuk
menerima hajaran-Mu, dan gerakkan kemauanku untuk menerima
maksud-Mu yang penuh kasih. Ketika jatuh, aku berdoa agar Engkau
memulihkan dan membangkitkan lagi sukacitaku di dalam-Mu.
Tangan Allah yang menghajar adalah tangan yang mengasihi.
Saturday, March 16, 2013
Mata Yesus
Baca: Markus 5:1-20
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. —Matius 9:36
Saya memperhatikan orang itu ketika kami sedang antre di suatu toko es krim. Wajahnya penuh bekas luka perkelahian, dengan tulang hidung yang bengkok dan sejumlah goresan. Bajunya kusut meski bersih. Saya pun mengambil tempat di antara pria itu dengan anak-anak saya dan berdiri memunggunginya.
Pertama kali ia berbicara, saya tidak mendengarkan dengan jelas dan hanya mengangguk-angguk untuk menghargainya. Saya berusaha menghindari kontak mata dengannya. Karena istri saya tidak ikut, ia berpikir bahwa saya adalah orangtua tunggal dan dengan lembut ia berkata, “Tak mudah membesarkan anak-anak sendirian, bukan?” Nada bicaranya membuat saya berbalik dan memandangnya. Baru pada saat itulah saya menyadari kehadiran anak-anaknya, lalu saya mendengarkan cerita tentang istrinya yang telah meninggalkan mereka. Ucapannya yang lembut sangat bertolak belakang dengan penampilan luarnya.
Saya sungguh merasa tertegur! Saya kembali gagal untuk melihat jauh lebih dalam dari sekadar penampilan luar. Yesus bertemu dengan orang-orang yang penampilan luarnya dapat membuat-Nya menjauh, termasuk seorang yang kerasukan setan dalam bacaan kita hari ini (Mrk. 5:1-20). Namun Dia melihat kebutuhan yang ada di dalam hati manusia dan menjawab kebutuhan tersebut.
Yesus selalu melihat kita dengan mata penuh kasih, walaupun diri kita penuh luka dan berantakan akibat dosa. Ini terlihat dalam pergumulan kita untuk tetap setia. Kiranya Allah menolong kita untuk menggantikan keangkuhan kita dengan hati Yesus yang penuh kasih. —RKK
Bapa, kiranya fokus hidup kami takkan melemahkan kemampuan
kami untuk melihat orang lain seperti Yesus melihat mereka.
Berikan hati-Mu kepada kami. Kiranya kami rindu
untuk membawa orang lain kepada-Mu.
Jika melihat melalui mata Yesus, Anda akan melihat banyak jiwa yang membutuhkan-Nya.
Friday, March 15, 2013
Kotak Hitam
Baca: 1 Korintus 10:1-11
Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba. —1 Korintus 10:11
Suatu pesawat penumpang komersial biasanya membawa dua alat perekam data penerbangan yang disebut “kotak hitam”. Alat yang satu mencatat kinerja dan kondisi pesawat selama penerbangan, dan yang satunya merekam percakapan awak pesawat dengan petugas pengendali lalu lintas udara di darat. Kedua kotak hitam ini dibungkus sedemikian rupa untuk melindunginya terhadap suhu panas yang ekstrem dan dilengkapi dengan pemancar sinyal bawah air yang memancarkan suara hingga ke permukaan. Ketika sebuah pesawat jatuh, kedua kotak ini diambil dan data di dalamnya akan dipelajari dengan seksama untuk menentukan penyebab kecelakaan. Salah satu tujuannya adalah agar para ahli keselamatan udara dapat mempelajari kesalahan yang terjadi di masa lalu sehingga kesalahan tersebut tidak terulang kembali.
Sebagai orang Kristen, kita juga harus melihat kesalahan dari masa lalu dan belajar darinya. Contohnya, Paulus menyinggung beberapa kesalahan yang dilakukan bangsa Israel dalam perjalanan dari Mesir menuju Kanaan. Ia menulis bahwa karena Allah tidak berkenan kepada mereka, banyak yang mati di gurun (1Kor. 10:5). Selanjutnya Paulus menjelaskan bahwa “semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba” (ay.11).
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar hidup kita (2Tim. 3:16-17). Tuhan, terima kasih atas tuntunan yang diberikan firman-Mu. —CPH
Kami bersyukur untuk Kitab Suci-Mu;
Kiranya pesannya menuntun kami,
Kiranya kami memahami hikmat
Dari kebenaran dalam hukum-Mu. —Carter
Peringatan Allah diberikan untuk melindungi kita, bukan untuk menghukum kita.
Thursday, March 14, 2013
Saksi Hidup
Baca: 2 Timotius 2:1-10
Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. —2 Timotius 2:8
Watchman Nee ditangkap karena imannya kepada Kristus pada tahun 1952, dan ia menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. Ia meninggal di dalam sel penjaranya pada tanggal 30 Mei 1972. Ketika keponakannya datang untuk mengambil beberapa barang milik Nee, ia menerima secarik kertas yang ditemukan oleh penjaga penjara di ranjang pamannya. Pada kertas tersebut tertulis kesaksian hidup Nee:
“Kristus adalah Anak Allah yang mati untuk menebus manusia berdosa dan dibangkitkan kembali pada hari ketiga. Inilah kebenaran yang teragung di seluruh alam semesta. Aku mati karena imanku kepada Kristus—Watchman Nee.”
Tradisi menyebutkan bahwa Rasul Paulus juga mati sebagai martir karena imannya kepada Kristus. Dalam sebuah surat yang ditulis hanya beberapa saat sebelum kematiannya, Paulus mendorong para pembacanya demikian: “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, . . . tetapi firman Allah tidak terbelenggu” (2Tim. 2:8-9).
Kita mungkin tidak dipanggil menjadi seorang martir karena kesaksian akan Kristus yang hidup—seperti yang sudah dialami oleh jutaan pengikut-Nya di sepanjang abad—tetapi kita semua dipanggil untuk menjadi saksi hidup atas karya Yesus dalam diri kita. Dengan hati yang penuh syukur atas kasih karunia Allah, kita bisa menceritakan kepada orang lain apa yang telah Yesus lakukan bagi kita, bagaimana pun hasil akhirnya. —HDF
Memuliakan nama Kristus Tuhan,
Mengagungkan anugerah-Nya di dalam kita;
Memberitakan firman-Nya yang hidup—
Biarlah ini saja karya hidup kita. —Whittle
Biarlah hidup dan bibir kita bersaksi untuk Kristus.
Wednesday, March 13, 2013
Kekayaan Jiwa
Baca: Amsal 30:1-9
Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. —Amsal 30:8
Dengan harapan bisa memenangi rekor hadiah undian sebesar 640 juta dolar, orang Amerika menghabiskan uang sekitar 1,5 miliar dolar untuk membeli tiket di acara pengundian lotere besar-besaran di awal tahun 2012. Peluang menangnya hanya 1 dari 176 juta—suatu angka yang luar biasa besar—tetapi orang masih saja rela antri di berbagai toko, stasiun pengisi bahan bakar, dan kafe untuk membeli sebuah kesempatan untuk menjadi kaya. Ada sesuatu di dalam diri kita yang membuat kita berpikir bahwa banyak uang akan menyelesaikan masalah kita dan membuat hidup kita lebih baik.
Seorang tokoh di Alkitab, Agur, memiliki cara pandang yang berbeda tentang kekayaan ketika meminta Allah untuk mengabulkan dua permohonan sebelum ia meninggal.
Pertama, Agur berkata, “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan” (Ams. 30:8). Integritas adalah kunci untuk menjalani hidup tanpa kekhawatiran. Jika kita tidak menyembunyikan apa pun, tidak ada yang perlu kita takutkan. Tipu muslihat memperbudak, tetapi kejujuran memerdekakan. Kedua, ia berkata, “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku” (ay.8). Kepuasan bersumber dari sikap mempercayai Allah sebagai penyedia hidup kita dan menerima dengan penuh syukur yang Dia sediakan. Agur berkata bahwa Sang Penciptalah yang “menetapkan segala ujung bumi . . . Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya” (ay.4-5).
Integritas dan kepuasan adalah kekayaan jiwa yang tersedia bagi semua orang. Tuhan kita berkenan memberikan harta kekayaan ini kepada semua orang yang memintanya. —DCM
Kepuasan tidak berasal dari kekayaan—
Itu bukan sesuatu yang bisa kau beli;
Kepuasan datang untuk memberimu damai
Saat bersandar pada pemeliharaan Allah. —Branon
Ketidakpuasan membuat kita miskin sedangkan kepuasan membuat kita kaya!
Tuesday, March 12, 2013
Bersyukur Dalam Segala Hal
Baca: 1 Tesalonika 5:12-22
Mengucap syukurlah dalam segala hal. —1 Tesalonika 5:18
Putri saya alergi terhadap kacang. Tingkat sensitivitasnya sedemikian akut sehingga memakan secuil biji kacang saja dapat mengancam keselamatan nyawanya. Oleh karena itu, kami memeriksa setiap label kotak makanan dengan teliti. Kami membawa alat suntik yang sudah terisi obat (untuk mengobati reaksi alergi) ke mana pun kami pergi. Dan pada saat makan di luar, biasanya kami menelepon dahulu dan bertanya kepada pelayan yang bertugas tentang kandungan menu makanan restoran tersebut.
Meski sudah melakukan segala pencegahan ini, saya masih merasa khawatir—untuk keselamatannya baik sekarang maupun untuk masa mendatang. Dalam situasi seperti ini saya merasa tidak mudah untuk mengucap syukur. Namun firman Tuhan menantang saya untuk: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes. 5:18). Tak ada pilihan lain. Allah menghendaki kita untuk berdoa dengan ucapan syukur ketika menghadapi masa depan yang tak pasti, ketika sedang patah hati, dan ketika masa kekurangan menimpa.
Ketika kita berada dalam kesusahan, memang sulit rasanya untuk mengucap syukur, tetapi itu tidaklah mustahil. Daniel “berdoa dan memuji Allahnya” (Dan. 6:10) ketika tahu bahwa hidupnya ada dalam bahaya. Yunus berseru “dengan ucapan syukur” (Yun. 2:9) ketika berada di perut seekor ikan besar! Teladan-teladan ini, ditambah dengan janji Allah bahwa Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita dan untuk kemuliaan-Nya (Rm. 8:28), dapat mengilhami kita untuk bersyukur dalam segala hal. —JBS
Syukur atas bunga mawar, harum, indah tak terperi,
Syukur atas awan hitam dan mentari berseri.
Syukur atas suka-duka yang Kau beri tiap saat;
Dan firman-Mulah pelita agar kami tak sesat. —Hultman
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 133)
Dalam segala situasi, kita bisa bersyukur bahwa Allah tak pernah meninggalkan kita sendiri.
Monday, March 11, 2013
Pemberian Yang Luar Biasa
Baca: Lukas 21:1-4
Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya. —Lukas 21:4
Dahulu ketika saya menggembalakan sebuah gereja kecil, kami pernah menghadapi krisis yang sangat besar. Jika tidak dapat menyelesaikan renovasi besar atas gedung gereja demi mencapai standar keamanan yang berlaku, kami akan kehilangan tempat ibadah kami. Karena terdesak oleh batas waktu untuk melunasi renovasi ini, kami pun mengadakan penggalangan dana. Namun dari seluruh persembahan yang dikumpulkan, ada satu pemberian yang menarik perhatian kami sebagai pemimpin gereja.
Seorang jemaat wanita berusia lanjut mempersembahkan beberapa ratus dolar untuk proyek ini—uang yang kami tahu sangat dibutuhkan olehnya. Kami berterima kasih untuk pemberiannya itu. Namun kami berniat untuk mengembalikannya karena merasa bahwa ia jauh lebih membutuhkan uang itu. Akan tetapi, ia menolak untuk menerima uang itu kembali. Ia telah menabung selama bertahun-tahun untuk membeli sebuah kompor gas dan sementara ini ia memasak dengan menggunakan panci pemanas. Meski demikian, ia bersikeras mengatakan bahwa ia lebih membutuhkan tempat untuk beribadah bersama jemaat yang lain daripada sebuah kompor. Kami begitu kagum dengan pemberiannya yang luar biasa.
Ketika Tuhan kita memperhatikan seorang janda yang memasukkan dua peser (nilai koin yang paling kecil) ke dalam peti persembahan, Dia memuji janda tersebut atas pemberiannya yang luar biasa (Luk. 21:3-4). Mengapa? Bukan karena jumlah yang ia berikan, tetapi karena ia memberikan semua yang dimilikinya. Ini adalah pemberian yang tidak saja menghormati Allah kita, tetapi juga mengingatkan kita akan pemberian-Nya yang paling luar biasa bagi kita, yaitu Kristus. —WEC
Apa yang dapat kuberi kepada-Nya, aku yang papa?
Jika aku gembala, akan kuberi seekor domba;
Jika aku bijaksana, aku hendak berbuat sesuatu;
Tetapi yang terutama adalah kuberikan hatiku. —Rossetti
Hati yang bersyukur sering terpancar melalui sikap yang murah hati.
Sunday, March 10, 2013
Sahabat Doa
Baca: 1 Tesalonika 3:6-13
Saudara-saudara, doakanlah kami. —1 Tesalonika 5:25
Setelah beberapa bulan lamanya tidak bertemu, saya dan Angie, sahabat saya, bertemu untuk makan siang. Di penghujung pertemuan kami, Angie mengeluarkan selembar kertas yang berisi catatan dari pertemuan kami sebelumnya. Isinya daftar permohonan doa saya yang telah didoakan Angie selama ini. Ia membacakan satu per satu daftar tersebut dan menanyakan apakah Allah sudah menjawabnya atau ada perkembangan lain. Setelah itu, kami pun membicarakan permohonan doa Angie. Betapa indahnya ketika mempunyai seorang sahabat doa!
Rasul Paulus menjalin persahabatan dalam doa dengan para jemaat yang dilayaninya, termasuk dengan jemaat di Tesalonika. Ia berterima kasih kepada Allah untuk iman, kasih, dan pengharapan dari jemaat di kota tersebut (1Tes. 1:2-3). Ia rindu bertemu mereka, dan memohon kepada Allah “siang malam” supaya dapat mengunjungi mereka lagi (3:10-11). Paulus meminta Tuhan untuk menjadikan mereka “bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain” (ay.12). Ia juga berdoa supaya hati mereka tak bercacat dan kudus di hadapan Allah (ay.13). Pastilah jemaat merasa sangat dikuatkan ketika mengetahui perhatian dan doa Paulus bagi mereka. Paulus juga mengetahui bahwa ia sendiri juga membutuhkan kehadiran dan kuasa Allah sehingga ia memohon, “Saudara-saudara, doakanlah kami” (5:25).
Bapa yang penuh kasih, terima kasih karena Engkau menghendaki kami untuk berbicara dengan-Mu. Ajar kami semua untuk menjadi sahabat doa. —AMC
Aku perlu doa mereka yang kukasihi
Dalam menjalani hidup yang berat ini,
Agar aku menjadi tulus dan setia,
Dan hidup setiap hari bagi-Nya. —Vaughn
Sahabat doa adalah sahabat yang terbaik.
Saturday, March 9, 2013
Tim Yesus
Baca: Lukas 5:27-35
Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi . . . Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” —Lukas 5:27
Di tahun 2002, klub bisbol Oakland Athletics memperkuat tim mereka dengan cara di luar kebiasaan. Mereka telah kehilangan tiga pemain terbaik setelah tahun 2001 dan tak punya uang untuk merekrut pemain bintang lainnya. Jadi Billy Beane sebagai manajer umum memanfaatkan sejumlah statistik yang biasanya terabaikan untuk membentuk satu tim yang terdiri dari para pemain yang kurang dikenal, baik yang sudah melewati masa kejayaan atau yang dinilai tidak cukup bagus oleh tim lain. Tim serabutan ini berhasil meraih kemenangan 20 kali berturut-turut hingga memenangi 103 pertandingan dan menjuarai divisi mereka.
Ini mengingatkan tentang cara Yesus membentuk “tim” yang berisi para murid-Nya. Dia merekrut nelayan kasar dari Galilea, penganut Yahudi fanatik, bahkan pemungut cukai yang dipandang rendah, bernama Lewi (Matius). Ini mengingatkan saya bahwa, “apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat” (1Kor. 1:27). Allah memakai orang yang penuh pengabdian (kecuali Yudas) untuk memulai pergerakan yang memberi pengaruh dahsyat pada dunia sehingga sejak saat itu segalanya berubah sama sekali.
Ada yang bisa kita pelajari dari hal ini. Terkadang kita hanya menghormati mereka yang kaya, terkenal, dan berpengaruh. Dan kita cenderung mengabaikan orang-orang dengan status yang rendah atau mereka yang punya keterbatasan fisik.
Yesus menempatkan sejumlah orang yang terpinggirkan oleh masyarakat ke dalam tim-Nya, dan Dia tidak membeda-bedakan orang. Dengan kuasa dan tuntunan Roh Kudus, kita pun dapat menghormati semua orang dengan tidak membeda-bedakan mereka. —DCE
Dalam Yesus Kristus kita semua setara,
Karena Roh Allah menyatukan kita;
Ketika kita saling memberi hormat,
Kita memuliakan nama Putra-Nya. —Fitzhugh
Tak ada anggota yang tak berarti dalam tubuh Kristus.
Friday, March 8, 2013
Iman Setengah Hati
Baca: Filipi 4:10-20
Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. —Filipi 4:19
Ketika sekawanan kupu-kupu menetas di Frederik Meijer Gardens di Grand Rapids, Michigan, mereka menetas di dalam suatu taman tropis yang telah disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Suhunya sempurna. Kelembabannya sempurna. Makanannya mengandung komposisi kalori dan gizi yang seimbang untuk menjaga mereka tetap sehat. Mereka tak perlu terbang ke tempat lain. Namun tetap saja ada sejumlah kupu-kupu yang melihat indahnya langit biru di luar ruang kaca, kemudian menghabiskan hari-harinya dengan terbang mendekat ke langit-langit kaca dan menjauh dari persediaan makanan yang berlimpah.
Saya ingin berkata pada kawanan kupu-kupu itu, “Tidakkah kalian tahu bahwa segala yang kalian perlukan ada di dalam ruang kaca? Keadaan di luar itu dingin dan keras. Kalian akan mati dalam hitungan menit jika kalian mendapatkan yang kalian inginkan.”
Saya bertanya-tanya apakah itu merupakan pesan Allah bagi saya. Jadi saya pun bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku begitu menginginkan hal-hal yang akan merusak hidupku? Apakah aku menggunakan tenagaku untuk meraih apa yang tidak aku butuhkan dan perlukan? Apakah aku mengabaikan pemeliharaan Allah yang melimpah karena aku membayangkan sesuatu yang tak dapat kucapai itu jauh lebih baik? Apakah selama ini aku menjalani imanku dengan setengah hati?
Allah memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan-Nya (Flp. 4:19). Alih-alih mengejar sesuatu yang tidak kita miliki, marilah kita membuka hati untuk menerima semua yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan penuh syukur. —JAL
Semua yang kuperlu ada dalam Yesus;
Dia puaskan, sukacita Dia berikan;
Hidupku takkan berarti tanpa-Nya,
Semua kutemukan dalam Yesus. —Loes
Pemeliharaan Allah selalu mencukupkan kebutuhan kita.
Thursday, March 7, 2013
Bombom Car
Baca: Matius 18:23-35
“Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” —Matius 18:21
Kehidupan ini hampir seperti permainan “bombom car” di suatu taman hiburan. Anda masuk ke dalam mobil, tahu betul bahwa Anda akan ditabrak . . . hanya saja Anda tidak tahu seberapa besar benturannya. Setelah ditabrak, Anda pun menginjak pedal gas, mengejar orang yang menabrak Anda, dan berharap dapat membalasnya lebih keras daripada benturannya pada Anda.
Strategi itu mungkin menyenangkan dalam arena “bombom car”, tetapi itu sama sekali bukan strategi yang baik di dalam kehidupan. Ketika mengalami benturan keras di dalam hidup Anda, sikap membalas hanya akan memicu masalah. Pada akhirnya membuat semua pihak menderita kerusakan.
Yesus mempunyai strategi yang lebih baik: Ampunilah mereka yang telah “menabrak” kita. Seperti Petrus, kita mungkin bertanya-tanya sampai berapa kali kita harus mengampuni. Ketika Petrus bertanya kepada Yesus, “Sampai tujuh kali?” Yesus menjawab, “Sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat. 18:21-22). Dengan kata lain, anugerah itu tidak mengenal batas. Kita harus selalu siap untuk mengampuni. Mengapa? Dalam kisah tentang seorang tuan yang mengampuni, Yesus menjelaskan bahwa kita mengampuni bukan karena mereka yang menyakiti kita itu layak diampuni, melainkan karena kita sudah diampuni. Tuan itu berkata, “Seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (ay.32-33).
Karena kita termasuk orang yang sudah menerima anugerah pengampunan, marilah menghentikan kerusakan dan mulai berbagi berkat pengampunan itu kepada sesama. —JMS
Tuhan, ingatkan betapa dalamnya kami telah mengecewakan-Mu dan
betapa seringnya Engkau telah melimpahkan anugerah pengampunan
bagi kami. Ajar kami untuk mengampuni sesama dan mempercayai-Mu
dalam menghadapi orang yang bersalah kepada kami.
Pengampunan adalah anugerah Allah yang diwujudkan melalui kita.
Wednesday, March 6, 2013
Waktu Luang Yang Dipaksakan
Baca: Zefanya 3:14-20
TUHAN Allahmu . . . memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai. —Zefanya 3:17
Pada suatu masa menjelang Natal, seorang teman didiagnosa terkena leukemia dan dianjurkan untuk segera menjalani kemoterapi. Baru beberapa minggu sebelumnya, Kim berkata kepada teman-temannya betapa ia merasa sangat diberkati dan bahagia karena memiliki keluarga yang penuh kasih, rumah yang nyaman, dan seorang cucu laki-laki yang baru lahir. Ketika harus menginap di rumah sakit, Kim berdoa agar Yesus menyatakan kehadiran-Nya dan terus mendampinginya.
Selama tujuh bulan berikutnya, Kim harus menjalani perawatan yang diikuti dengan semacam pengasingan diri. Masa-masa itu disebutnya sebagai “waktu luang yang dipaksakan”. Kim mengatakan bahwa ia belajar untuk mengurangi kecepatan, berpikir dengan tenang, dan menikmati kebaikan, kasih, dan rencana Allah yang sempurna, tanpa mencemaskan apakah ia akan disembuhkan atau tidak.
Salah satu janji Allah bagi umat-Nya Israel telah dirasakan Kim secara pribadi: “TUHAN Allahmu . . . memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (Zef. 3:17).
Kim memperoleh pemulihan setelah menempuh suatu proses yang menurutnya telah mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Sekarang ketika kembali dalam rutinitasnya, ia sering berhenti sejenak untuk mengingat kembali pelajaran dari “waktu luang yang dipaksakan” itu. Baik di masa yang tenang atau yang penuh tantangan, alangkah pentingnya kita mendekat kepada Allah untuk mendengarkan suara-Nya dan menyerahkan hidup kita ke dalam tangan-Nya. —DCM
Hati yang gundah, pikiran yang letih
Adalah beban berat untuk dipikul;
Kurangnya damai, beratnya beban
Diangkat oleh Allah yang peduli. —Fitzhugh
Manusia punya tempat khusus di dalam hati Allah.
Tuesday, March 5, 2013
Mereka Memperhatikan
Baca: Titus 3:1-8
Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. —Titus 3:2
Beberapa dekade telah berlalu sejak terjadinya peristiwa semasa SMA yang mengecewakan saya. Pada saat itu, bermain olahraga sangatlah penting bagi saya. Saya mencurahkan perhatian untuk bermain basket dan berlatih selama ratusan jam. Meski selalu menjadi anggota tim basket sejak SMP, saya gagal masuk ke tim basket SMA di tahun terakhir saya. Saya benar-benar kecewa.
Meski kecewa dan bingung, saya tetap berada dalam tim. Saya menonton, merekam statistik pertandingan, dan mencatat jumlah tembakan yang gagal atau yang berhasil dimasukkan teman-teman saya. Meski saya tak ikut bermain, tim kami berhasil mencapai semifinal dari kejuaraan di negara bagian kami. Terus terang, tak pernah terpikir tentang pendapat mereka ketika melihat sikap saya. Saya hanya berusaha menyibukkan diri. Oleh karena itu, saya terkejut baru-baru ini ketika mendengar beberapa teman sekelas saya berkata kepada saudara saya bahwa ketika melihat sikap saya, mereka belajar sesuatu tentang iman Kristen, yaitu gambaran tentang Kristus. Saya tak bermaksud meminta Anda untuk meniru sikap saya, karena saya sendiri tidak yakin dengan yang telah saya lakukan. Maksud saya adalah: Orang lain memperhatikan diri kita, baik kita sadari atau tidak.
Dalam Titus 3:1-8, Paulus menerangkan tentang kehidupan yang dimampukan Allah untuk kita jalani—suatu kehidupan yang saling menghormati, taat, dan penuh kebaikan. Semua itu merupakan dampak dari kelahiran baru melalui Yesus dan pembaruan oleh Roh Kudus yang telah dicurahkan kepada kita.
Saat menjalani kehidupan yang dipimpin Roh, Allah akan menyatakan realitas kehadiran-Nya kepada orang lain melalui kita. —JDB
Bapa yang baik, Engkau tahu betapa tidak sempurnanya aku.
Perlengkapi aku melalui Roh-Mu agar aku menunjukkan kasih
dan hormat di dalam hidupku sehingga orang lain
akan melihat-Mu melalui diriku.
Seorang Kristen merupakan khotbah yang hidup, baik ia pernah berkhotbah ataupun tidak.
Monday, March 4, 2013
Keterbukaan Yang Menyegarkan
Baca: Yohanes 4:7-26
Barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, . . . ia akan berbahagia oleh perbuatannya. —Yakobus 1:25
Di antara sekian banyak hal yang saya sukai dari ibu saya, yang paling saya sukai adalah keterbukaannya. Saya sering menelepon untuk meminta pendapatnya tentang suatu hal, dan ia selalu menanggapi dengan kata-kata berikut, “Jangan tanya pendapatku kecuali kau mau mendengarnya. Aku takkan mengatakan apa yang ingin kau dengar. Aku mengatakan kepadamu apa yang kupikirkan.”
Di tengah budaya di mana kata-kata diucapkan dengan hati-hati, ucapannya yang blak-blakan tersebut sungguh menyegarkan. Ini juga menjadi salah satu ciri seorang sahabat sejati. Sahabat sejati mengucapkan kebenaran kepada kita di dalam kasih— bahkan ketika kebenaran itu bukanlah hal yang ingin kita dengar. Dalam kitab Amsal tertulis, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik” (27:6).
Inilah salah satu alasan mengapa Yesus adalah sahabat yang terbaik. Ketika bertemu seorang perempuan Samaria di tepi sumur (Yoh. 4:7-26), Yesus menolak untuk terseret ke dalam perdebatan mengenai hal-hal yang tidak terlalu penting. Dia memilih untuk menggali masalah dan kebutuhan hati yang terdalam dari sang perempuan. Yesus menantangnya untuk mengenal sifat Bapa yang sejati dan juga berbicara tentang impiannya yang hancur dan kekecewaannya yang mendalam dengan penuh kasih.
Ketika kita berjalan bersama Tuhan, biarlah kita mengizinkan-Nya untuk berbicara secara terbuka melalui Kitab Suci tentang kondisi hati kita yang sesungguhnya. Tujuannya adalah supaya kita datang kepada Allah dan menemukan kasih karunia-Nya yang dapat menolong kita pada waktunya. —WEC
Bapa, terima kasih Engkau telah mengirim Putra-Mu untuk menjadi
Juruselamat dan Sahabatku yang terbaik. Tolong aku agar belajar
dari-Nya untuk berbicara dengan penuh kejujuran sehingga aku
sanggup menolong orang-orang yang terluka di sekelilingku.
Yesus selalu mengatakan kebenaran kepada kita.
Sunday, March 3, 2013
Orang Yang Baik
Baca: Roma 3:10-18
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah. —Efesus 2:8
“Jerry adalah orang yang baik,” kata pendeta yang melayani ibadah untuk mengenang mendiang Jerald Steven. “Jerry mencintai keluarganya. Ia setia kepada istrinya. Ia melayani negaranya sebagai seorang tentara. Ia seorang ayah dan kakek yang luar biasa. Ia seorang sahabat yang sangat baik.”
Di hadapan para sahabat dan keluarga yang berkumpul, pendeta tersebut selanjutnya mengatakan bahwa hidup Jerry yang begitu baik dan semua perbuatan baiknya tidaklah cukup untuk memberinya jaminan akan suatu tempat di surga. Bahkan Jerry sendiri pasti setuju dengan perkataan ini!
Jerry mempercayai perkataan Alkitab berikut: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23) dan “upah dosa ialah maut” (6:23). Tujuan akhir yang kekal dalam jalan hidup Jerry tidak ditentukan oleh sebaik apa pun ia telah menjalani hidupnya, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh Yesus yang telah mati baginya untuk membayar upah dosa. Jerry percaya bahwa setiap orang harus secara pribadi menerima pemberian Allah yang diberikan dengan cuma-cuma, yaitu “hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (6:23).
Jerry memang orang yang baik, tetapi ia tidak akan pernah “cukup baik”. Demikian pula kita. Hanya karena kasih karunia, kita dapat diselamatkan oleh iman. Dan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan usaha kita sebagai manusia. Ini adalah “pemberian Allah” (Ef. 2:8).
“Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!” (2Kor. 9:15). —CHK
Sempurnalah karya Kristus bagi keselamatanku!
Usahaku tak menambah yang telah dilakukan-Nya;
Kini kusujud menyembah di kaki Tuanku,
Dan menghormati Putra Tunggal Sang Bapa. —Hess
Kita tidak diselamatkan oleh perbuatan baik, tetapi oleh karya Allah saja.
Saturday, March 2, 2013
Mengharapkan Perkara Besar
Baca: Ibrani 11:32-40
Yang karena iman . . . beroleh kekuatan dalam kelemahan. —Ibrani 11:33-34
William Carey adalah orang biasa yang memiliki iman luar biasa. Lahir dari keluarga kelas pekerja di abad ke-18, Carey mencari nafkah sebagai tukang sepatu. Sembari membuat sepatu, Carey mempelajari teologi dan catatan harian dari para penjelajah. Allah menggunakan firman-Nya dan kisah tentang ditemukannya suku-suku bangsa yang baru untuk menaruh beban bagi penginjilan global di dalam hati Carey. Ia berangkat ke India sebagai misionaris, dan ia tidak hanya memberitakan Injil, tetapi juga mempelajari dialek-dialek bangsa India yang memampukannya untuk menerjemahkan firman Allah ke dalam bahasa-bahasa tersebut. Kerinduan Carey bagi pekerjaan misi ini terungkap melalui kata-katanya: “Harapkan perkara-perkara besar dari Allah; lakukan perkara-perkara besar bagi Allah.” Carey menerapkan ungkapan tersebut di dalam hidupnya, dan ribuan orang telah tergugah untuk mengikuti jejaknya dalam melayani sebagai misionaris.
Alkitab bercerita tentang banyak tokoh. Iman mereka kepada Allah telah menghasilkan dampak yang mengagumkan. Kitab Ibrani menceritakan tentang mereka “yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan” (11:33-34).
Daftar para pahlawan iman ini terus bertambah di sepanjang zaman, dan kita pun dapat menjadi bagian dari daftar tersebut. Karena kuasa Allah dan kesetiaan-Nya, kita dapat melakukan perkara-perkara besar bagi Allah dan mengharapkan perkara-perkara besar dari-Nya. —HDF
Jika Allah bisa menggantungkan bintang di langit,
Bisa melukis awan yang berarak lalu,
Bisa mengutus matahari melintasi langit,
Apa yang bisa dilakukan kuasa-Nya melalui dirimu? —Jones
Jika Allah menjadi mitra Anda, Anda dapat merancang perkara-perkara besar!
Friday, March 1, 2013
Kemasi Deritamu
Baca: Yesaya 53:1-6
Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, . . . —Yesaya 53:4
Selama masa pergolakan tahun 1960-an di Amerika Serikat, musik yang populer pada saat itu terdiri atas perpaduan yang unik antara sikap protes dengan semangat patriotisme. Ada lagu yang menggugat peperangan, ketamakan, dan ketidakadilan sosial, sementara yang lain menjunjung sikap tanggung jawab pada negara dan tradisi. Namun lagu Pack Up Your Sorrows (Kemasi Deritamu) karya Richard Farina dan Pauline Baez Marden memiliki pesan yang berbeda serta ditujukan untuk semua orang yang sedang mencari kedamaian di dalam hati mereka. Bagian refreinnya berbunyi demikian:
Jika kau bisa mengemas deritamu,
Dan serahkan semua kepadaku
Kau akan lepas dari derita itu, aku tahu cara mengatasinya,
Serahkan saja semuanya kepadaku.
Mungkin setiap orang berharap bahwa seseorang akan benar-benar dapat memberi mereka kedamaian.
Syukurlah, memang ada Pribadi yang dapat melakukannya! Yesaya 53 merupakan nubuat yang berisi gambaran dari Mesias yang dijanjikan bagi bangsa Israel. Orang Kristen melihat penggenapan nubuat itu dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. “Sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya . . . dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (ay.4-5).
Yesus menanggung seluruh dosa dan penderitaan kita sehingga kita dapat diampuni dan didamaikan dengan Allah. Maukah Anda menyerahkan derita Anda kepada-Nya hari ini? —DCM
Tak ada beban yang tak dipikul-Nya;
Tak ada derita yang tak ditanggung-Nya;
Pada hari cerah maupun suram,
Yesus selalu ada bagi kita. —Lillenas
Tak ada derita yang terlalu berat untuk ditanggung Juruselamat kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)